Puasa Ramadhan 2021

Bolehkah Orang yang Sedang Berpuasa Disuntik, Pakai Obat Tetes & Celak? Ini Kata Ustaz Abdul Somad

Tinggal hitungan jari lagi, puasa Ramadhan 1442 Hijriyah dalam kelander Islam akan segera dimulai, apakah hal berikut ini dapat membatalkan pausa?

Penulis: Tria Agustina | Editor: adi kurniawan
Tribunbogor
Ustaz Abdul Somad 

SRIPOKU.COM - Apakah melakukan suntik, memakai obat tetes telinga hingga celak dapat membatalkan puasa? Begini hukumnya dijelaskan oleh Ustaz Abdul Somad.

Tinggal hitungan jari lagi, puasa Ramadan 1442 Hijriyah dalam kelander Islam akan segera dimulai.

Sementara dalam penanggalan masehi itu artinya Puasa Ramadan 2021 sudah di depan mata.

Makan umat Islam dengan gembira menyambut kedatanga bulan suci nan mulia tersebut.

Puasa Ramadhan dilaksanakan setiap tahunnya oleh umat muslim.

Selain bacaan niat sahur, niat buka puasa, niat sholat tarawih dan witir, ada pula hal penting yang harus dipahami lebih lanjut.

Yakni hukum mengenai suntik, memasukkan obat tetes telinga hingga memakai celak bagi orang yang sedang berpuasa.

Apakah hal-hal tersebut dapat menjadi sebab batalnya puasa?

Berikut uraian Ustaz Abdul Somad melalui bukunya yang berjudul 30 Fatwa Seputar Ramadhan.

Baca juga: Hukum Suntik Vaksin / Vitamin saat Puasa, Awas Jangan Sampai Ibadah Jadi Sia-sia, Ini Penjelasannya

Ilustrasi
Ilustrasi (ISTIMEWA)

Suntik, Obat Tetes Telinga dan Memakai Celak

Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:

Apakah orang yang sedang berpuasa boleh disuntik? Apakah boleh memasukkan obat ke dalam telinga
ketika sedang berpuasa? Apakah perempuan boleh memakai celak pada waktu pagi ketika sedang
berpuasa?

Jawaban:

Kami katakana kepada semua yang menggunakan jarum suntik pada bulan Ramadhan bahwa jarum
suntik terdiri dari beberapa jenis, ada yang digunakan sebagai obat dan penyembuhan, apakah pada
urat, atau pada otot, atau di bawah kulit. Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, karena
tidak sampai ke perut dan tidak memberikan makanan.

Oleh sebab itu tidak membatalkan puasa dan tidak perlu dibahas.

Akan tetapi ada satu jenis jarum yang memasukkan nutrisi ke dalam tubuh, seperti jarum Glucose yang menyampaikan nutrisi ke dalam darah secara langsung.

Ulama moderen berbeda pendapat tentang masalah ini, karena kalangan Salaf tidak mengenal jenis pengobatan seperti ini.

Tidak terdapat tuntunan dari Rasulullah Saw, para shahabat, tabi’in dan generasi pertama tentang masalah ini.
Ini perkara yang baru.

Oleh sebab itu para ulama modern berbeda pendapat.

Ada ulama yang berpendapat bahwa ini membatalkan puasa karena menghantarkan nutrisi ke tingkat tertinggi, karena langsung sampai ke darah.

Sebagian ulama menyatakan tidak membatalkan puasa, meskipun sampai ke darah, karena yang membatalkan puasa adalah jika sampai ke perut yang membuat manusia merasa kenyang setelah mengalaminya, atau merasa segar (hilang haus).

Yang diwajibkan dalam puasa adalah menahan nafsu perut dan kemaluan, artinya manusia merasakan lapar dan haus.

Berdasarkan ini mereka berpendapat bahwa jarum ini tidak membatalkan puasa.

Meskipun saya memilih pendapat kedua (tidak membatalkan puasa), akan tetapi menurut saya
lebih bersikap hati-hati jika seorang muslim tidak menggunakan jarum ini pada siang Ramadhan, jika ada
kelapangan waktu untuk menggunakannya setelah tenggelam matahari.

Jika seseorang sakit, maka Allah Swt memperbolehkannya untuk berbuka.

Meskipun jarum ini tidak benar-benar memberikan makanan dan minuman dan orang yang menggunakannya tidak merasa hilang lapar dan haus setelah menggunakannya seperti makan dan minum langsung, akan tetapi paling tidak merasa segar, hilang lesu yang dirasakan orang-orang yang berpuasa pada umumnya.

Allah Swt ingin agar manusia merasakan lapar dan haus, agar mengetahui kadar nikmat Allah Swt kepadanya, merasakan sakitnya orang-orang yang sakit, laparnya orang-orang yang kelaparan dan penderitaan orang lain yang mengalami penderitaan.

Kami khawatir jika kami membuka pintu ini, maka orang-orang kaya yang mampu akan menggunakan jarum ini pada siang hari Ramadhan agar mereka mendapatkan kekuatan dan merasa segar, agar tidak merasakan sakitnya lapar dan penderitaan puasa di siang hari bulan Ramadhan.

Jika ingin menggunakannya, maka sebaiknya ditunda setelah berbuka puasa. Ini jawaban pertanyaan 
pertama.

Baca juga: Apakah Kumur-kumur Berpengaruh Terhadap Sah Tidaknya Puasa? Jangan Salah Kaprah Beginilah Hukumnya

Adapun pertanyaan kedua dan ketiga, yaitu berkaitan dengan meletakkan obat ke telinga, juga 
memakai celak pada kedua mata pada siang hari bulan Ramadhan dan obat pada anus, semua ini adalah 
sesuatu yang mungkin sebagiannya masuk ke dalam tubuh, akan tetapi tidak sampai ke dalam perut dari 
rongga yang normal (rongga masuknya makanan ke dalam perut), oleh sebab itu tidak disebut 
memberikan makanan dan orang yang mengalaminya tidak merasa segar setelah merasakannya.

Para ulama zaman dahulu dan ulama modern berbeda pendapat dalam masalah ini, antara yang sangat ketat 
dan yang longgar.

Ada ulama yang menyatakan bahwa semua ini membatalkan puasa.

Sebagian ulama berpendapat bahwa rongga-rongga ini bukanlah rongga yang normal tempat masuknya makanan ke dalam perut, oleh sebab itu tidak membatalkan puasa.

Saya berpendapat bahwa penggunaan celak, tetes mata, obat tetes telinga, obat pada anus bagi penderita wasir dan sejenisnya.

Menurut saya semua ini tidak membatalkan puasa.

Pendapat yang saya fatwakan ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dalam Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah.

Beliau menyebutkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini, kemudian beliau berkata,

“Menurut pendapat yang kuat, semua itu tidak membatalkan puasa.

Karena ibadah puasa dari ajaran Islam yang perlu diketahui seluruh umat manusia.

Jika perkara-perkara ini diharamkan Allah dan Rasul-Nya dalam ibadah puasa dan merusak ibadah puasa, pastilah Rasulullah Saw wajib menjelaskannya.

Andai Rasulullah Saw menyebutkannya, pastilah diketahui para shahabat dan mereka sampaikan kepada umat sebagaimana mereka telah menyampaikan semua syariat Allah Swt.

Karena tidak seorang pun ulama meriwayatkan dari mereka tentang masalah ini, tidak ada hadits shahih maupun dha’if, musnad maupun mursal, maka dapat diketahui bahwa Rasulullah Saw tidak menyebutkan masalah ini walaupun sedikit.

Hadits yang diriwayatkan tentang celak adalah hadits dha’if. Yahya bin Ma’in berkata, “Hadits Munkar”.

Inilah fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, fatwa ini menjelaskan dua dasar:

Pertama, bahwa hukum-hukum yang bersifat umum yang perlu diketahui oleh semua orang, maka
Rasulullah Saw wajib menjelaskannya kepada umat.

Karena Rasulullah Saw itu pemberi penjelasan kepada umat manusia tentang apa yang diturunkan kepada mereka. Allah Swt berfirman:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka”. (Qs. An-Nahl [16]: 44). Umat juga wajib melaksanakan penjelasan tersebut
setelah Rasulullah Saw. Ini adalah dasar.

Dasar kedua, bahwa memakai celak, obat tetes telinga dan sejenisnya terus digunakan oleh manusia sejak lama, termasuk kategori perkara yang bersifat umum, sama seperti mandi, memakai minyak rambut, memakai asap (harum), parfum dan sejenisnya.

Andai ini membatalkan puasa, pastilah Rasulullah Saw menjelaskannya sebagaimana Rasulullah Saw menjelaskan hal-hal yang membatalkan puasa.

Ketika Rasulullah Saw tidak menjelaskannya, maka dapat difahami bahwa ini termasuk jenis parfum, asap (harum), minyak rambut dan sejenisnya.

Ibnu Taimiah berkata, “Terkadang asap naik ke hidung dan masuk ke otak, merasuk ke tubuh.

Minyak rambut juga diserap oleh tubuh, masuk ke dalam tubuh dan tubuh menjadi segar.

Parfum juga membuat tubuh menjadi segar.

Rasulullah Saw tidak melarang semua itu, maka ini menunjukkan bahwa boleh memakai parfum, menggunakan asap (harum) dan minyak rambut, maka demikian juga halnya dengan celak”.

Kesimpulan dari pendapat Ibnu Taimiah dalam fatwa ini bahwa celak tidak memberikan nutrisi dan tidak ada orang yang memasukkan celak ke dalam perutnya, tidak lewat hidung dan tidak pula lewat mulut.

Demikian juga dengan obat pada anus, tidak memberikan nutrisi, akan tetapi mengambil tempat di dalam tubuh.

Sama seperti seseorang yang mencium bau sesuatu atau merasa cemas, maka menyebabkannya mual.

Padahal itu tidak sampai ke dalam perut.

Ini pendapat yang baik dan pemahaman yang mendalam terhadap Fiqh Islam.

Pendapat inilah yang kami pilih dan kami fatwakan. Wa billahi at-Taufiq.

Baca juga: Jadwal Puasa Ramadhan 2021, Penetapan Awal Puasa 1442 H Menurut Pemerintah & Muhammadiyah Cek Disini

SUBSCRIBE US

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved