Walhi Sumsel : PP Nomor 22 Tahun 2021 Abaikan Lingkungan dan Rugikan Masyarakat
PP Nomor 22 Tahun 2021 tak lagi menganggap limbah pembakaran batubara berupa Fly Ash Bottom Ash (FABA) sebagai B3
Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Azwir Ahmad
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Pemerintahan Presiden Jokowi menetapkan peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja yakni Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PP Nomor 22 Tahun 2021 tersebut tak lagi menganggap limbah pembakaran batubara berupa Fly Ash Bottom Ash (FABA) sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel menilai PP Nomor 22 Tahun 2021 itu merupakan aturan yang sangat merugikan masyarakat dan secara bertahap bakal mengikis keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hairul Sobri mengatakan penghapusan limbah FABA ini bukan tanpa sebab.
Jauh sebelum publik ramai-ramai mengkritik dan menolak Omnibus Law Cipta Kerja, produsen listrik swasta bersama asosiasi pengusaha batubara dan industri lainnya melakukan lobi-lobi ke pemerintah untuk menghapus FABA dari daftar limbah B3.
Padahal beragam penelitian ilmiah dan kasus-kasus yang terjadi di Indonesia telah membuktikan tentang bahaya limbah ini, bagi penghidupan dan kesehatan warga di sekitar PLTU batubara.
"Kebijakan ini akan berdampak besar terhadap lingkungan. Apalagi Sumsel merupakan salah satu provinsi eksploitasi tambang batubara terbesar di Indonesia," katanya, Jumat (12/3/2021).
Menurutnya, limbah batubara yang selama ini masuk dalam kategori limbah Bahan Beracun dan Berbabaya (B3) memiliki dampak kesehatan cukup besar terhadap kesehatan rakyat yang tidak mampu diatasi oleh pemerintah.
Ironisnya justru pemerintah menyatakan bahwa limbah batubara keluar dari kategori B3.
Karena itu Walhi Sumsel pun dengan tegas menolak omnibuslaw beserta turunannya yang mengabaikan fungsi lingkungan dan bencana ekologis.
"Limbah batubara tersebut berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Lalu kenapa tak dianggap berbahaya lagi? Ini kan aneh," tegasnya.
Hairul menilai, kebijakan yang dikeluarkan tersebut tidak lepas dari pengesahan UU cipta kerja. Perlahan omnibuslaw secara bertahap mengikis keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia.
Kebijakan tersebut dianggap Walhi Sumsel sebagai bobroknya kinerja pemerintah, yang lebih mementingkan kepentingan industri batubara dan tidak melihat aspek kepentingan publik dan keberlanjutan lingkungan.
"Kita tegas menolak kebijakan ini, kami harap pemerintah jangan membuat kebijakan hanya demi kepentingam industri dan meninggalkan kepentingan publik," ungkal Hairul. (Oca)