Gulo Puan, Makanan Bangsawan yang Sering Dilupakan
Umumnya pelanggan panganan manis yang berbahan dasar susu kerbau dan gula merah (aren) ini adalah anak-anak yang membeli dalam porsi kecil sendokan
SRPOKU.COM, PALEMBANG - KULINER khas Palembang, Gulo Puan memang tidak sepopuler pempek, tekwan, model dan burgo atau laksan.
Hal ini disebabkan Gulo Puan sendiri sudah mulai langka karena bahan bakunya yang sulit ditemukan.
Gulo puan biasanya dinikmati untuk campuran minum kopi, teh atau olesan roti serta pisang goreng.
Gulo Puan yang diolah secara tradisional ini sangat sulit ditemukan dan harganya mahal.
Wabah Covid-19 yang dimulai sekitar bulan Maret telah melumpuhkan gerak sosial budaya dan ekonomi.
Banyak profesi yang terhenti, termasuk kegiatan kesenian pertunjukan dan pameran.
Sudah tentu ini berdampak kepada para pekerja seni dan budaya.
Namun, Tuhan selalu menyediakan hikmah di balik kesulitan.
Manusia menggunakan keimanan dan akalnya untuk mencari hikmah di balik kesulitan agar tetap hidup berkelanjutan (survival).
Begitulah yang dialami oleh seorang seniman di Palembang, Vebri Al Lintani.
Setelah terkurung di rumah selama satu bulan, Vebri bersama anak bungsunya, Ilmi Aliefya Assofi (19) mendirikan kedai Matolang (sebutan singkat mato elang).
Awalnya menjual kopi robusta Pagaralam.
Vebri bersyukur, kopi robusta Pagaralam diminati oleh para sahabatnya dan sampai saat ini masih menjadi langganan.
Selain itu, Vebri mencoba menjual “Gulo Puan” produk khas dari Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Ternyata, cukup banyak peminat.
“Gulo Puan, menurut ceritanya adalah makanan yang disukai masyarakat bangsawan Palembang.
Dahulu, Gulo Puan diantar oleh pembesar dari Pampangan sebagai sebah atau upeti kepada Sutan Palembang”, ujar Vebri.
Pada tahun 90-an ke bawah masih ada penjaja Gulo Puan di perkampungan Palembang.
Umumnya pelanggan panganan manis yang berbahan dasar susu kerbau dan gula merah (aren) ini adalah anak-anak yang membeli dalam porsi kecil sendokan.
Setelah itu, Gulo Puan biasanya dijual di pasar Jumat di depan Masjid Agung Palembang , Pasar 26 Ilir dan dan Pasar Loak Cinde pada setiap Minggu pagi.
Hingga saat ini, menurut Vebri, umumnya peminat Gulo Puan adalah wong Palembang, baik yang berada di dalam kota maupun wong Palembang yang merantau.
“Hampir setiap hari ada saja yang memesan Gulo Puan di luar kota.
Untuk keluar kota, kita sudah mengirim ke Bali, Bangka Belitung, Bengkulu, Jakarta, Tanggerang, Bekasi, Prabumulih, Pagaralam dan lain-lain,” jelas Vebri.
Gulo Puan adalah makanan khas, unik, tidak ada di tempat lain dan sudah langka.
Oleh karenanya, Gulo Puan harus dilestarikan dan dicatatan dalam Warisan Budaya Indonesia.
Untuk itu, Vebri sudah membuat komitmen dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan untuk melakukan kunjungan ke Pampangan membuat dokumen tulis dan audio visual tentang Gulo Puan.
Bagi yang berminat silahkan hubungi IG Kedaimatolang. Hp: 085783380069, WA: 08228464654 Hp/WA: 081297070322.
Baca juga: Video: Cara Bikin Pempek Panggang, Makanan Khas Palembang, tak Pakai Minyak Dijamin Nagih
Kerbau Rawa
Pada zaman kesultanan, Gulo Puan merupakan kegemaran para bangsawan Palembang.
Diolah dari susu kerbau rawa di pedesaan di kawasan rawa-rawa Sumatera Selatan, keberadaan makanan pelengkap ini sekarang terbilang langka.
Puan berarti ’susu’ dalam bahasa daerah Sumatera Selatan (Sumsel).
Gula Puan bisa diartikan ’gula susu’ sesuai bahan dasarnya, yaitu gula dan susu yang dibuat menjadi sejenis karamel.
Teksturnya lembut sedikit berpasir dengan warna cokelat.
Gula Puan yang rasanya mirip keju manis itu sangat sedap untuk campuran minum kopi atau olesan roti dan pisang goreng.
Pembuatan Gula Puan ini bergantung pada peternakan kerbau rawa di Pulo Layang.
Saat musim hujan, produksi susu tinggi, setiap kerbau rawa yang menyusui menghasilkan 1,5-2 liter susu.
Kondisi ini didorong oleh melimpahnya pakan saat rawa-rawa kembali tergenang.
Namun, di musim kemarau, hasil susu justru turun karena rawa menyusut sehingga pakan juga berkurang.
Akibatnya, harga Gula Puan lebih mahal saat kemarau.
Peternak kerbau rawa di Desa Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Kartubi mengatakan, menurut cerita para orang tua, Gula Puan digemari keluarga bangsawan dan para haji di Palembang.
Susu kerbau rawa Pampangan juga bisa diolah menjadi minyak samin, sagon puan, dan tape puan.
Minyak samin ini dibuat dengan cara mengendapkan susu sehingga lapisan dadih terpisah.
Minyak samin berupa endapan putih dengan aroma dan rasa mirip mentega.
Menurut Kartubi, nama samin berasal dari saman atau sebutan bagi komunitas Arab yang ada di Palembang.
”Disebut begitu karena minyak ini biasanya dipakai untuk memasak nasi samin oleh wong Arab.
Nasi samin itu mirip dengan nasi lemak,” ujar Kartubi yang merupakan generasi ketiga peternak kerbau rawa di Rambutan.
Pemerhati kerbau rawa dari Sumsel, Ade Gita Pramadianta, mengatakan, menurut penelitian, susu kerbau rawa di Sumsel mempunyai kandungan protein lebih tinggi dari pada susu sapi.
Kandungan protein inilah yang membuat susu kerbau rawa dapat diolah menjadi Gula Puan dan minyak samin.
Bahkan, menurut penelitian, susu kerbau rawa berpotensi diolah menjadi keju mozzarella yang lazim digunakan untuk campuran piza.
Baca juga: LEZATNYA Lontong Lambau, Makanan Khas Padang yang Laris di OKU Timur, Sudah ada Sejak Tahun 1978
Resep Gula Puan
Bahan :
- Susu Kerbau +/- 5 Liter
- Gula Pasir 1 Kg
- Beberapa lembar daun pandan
Cara Pembuatan :
1. Campurkan susu, gula dan daun pandan di tuang dalam kuali/belanga yang sudah di panasi terlebih dahulu.
2. Aduk secara terus menerus (seperti membuat dodol) sampai kalis. (kira-kira butuh 3-4 jam).
3. Tidak boleh berhenti mengaduk, karena kalau tidak gula puan yang di buat akan gosong.
4. Setelah warna berubah menjadi kuning dan mengkristal dapat diangkat.
5. Tiriskan dan siap untuk disajikan.