"Harus Didengar' Dua Menteri Jokowi Bicara Status Din Syamsuddin Pasca Dilaporkan Radikal oleh GAR
Tindakan pelaporan ini banyak menuai reaksi dari berbagai pihak mulai dari tokoh agama, masyarakat, hingga pejabat pemerintah.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Fakta dan Reaksi Dua Menteri Jokowi Terkait Sosok Din Syamsuddin Pasca Dilaporkan GAR dengan Tuduhan radikal.
Seperti diketahui, Gerakan Anti Radikalisme (GAR) yang berisikan sejumlah alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) tiba-tiba melaporkan Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada Oktober 2020 dengan tuduhan radikal.
Tuduhan radikal dialamatkan oleh GAR karena kerap melontarkan kritik-kritik keras kepada pemerintah yang mereka angkap mengarah kepada radikalisme.
Tindakan pelaporan ini banyak menuai reaksi dari berbagai pihak mulai dari tokoh agama, masyarakat, hingga pejabat pemerintah.
Sebagian besar mempertanyakan soal isi pelaporan dengan tuduhan radikal tersebut, sebab kapasitas radikal yang dialamatkan kepada Din Syamsuddin sangat aneh kedengarannya.
Terlebih lagi Din Syamsuddin adalah seorang profesor, dosen UIN dan tokoh Muhammadiyah.
Maka itu laporan GAR memantik banyak reaksi, terutama tudingan radikal kepada seorang Din Syamsuddin.
Reaksi atau tanggapan diberikan oleh Dua Menteri Jokowi yang menilai laporan dan tuduhan radikal dianggap terlalu dini, dan bedakan antara radikal dan kritis dari kritik-kritik yang selama ini dilontarkan oleh Din Syamsuddin.
Tanggapan atau penyataan dari Dua Menteri Jokowi terhadap Din Syamsuddin, setidaknya menyatakan sikap pemerintah terkait status Din pasca Dilaporkan Radikal oleh GAR.
Adapun Dua Menter Jokowi yang langsung bereaksi atas laporan GAR adalah Menter Agama Gus Yaqut Cholil dan Menkopolhukam Mahfud MD.
Setidaknya ada 4 alasan yang dikemukan Dua Menteri Jokowi ini terkait status Din Syamsuddin pasca dilaporkan radikal oleh GAR.
1. Kritis Beda dengan radikal
Menter Agama Yaqut Cholil menilai, terlalu dini menilai seseorang dengan sebutan radikal.
Sebab radikal akan dikaitkan dengan perbuatan dan suatu kelompok, sementara kritis adalah sikap yang membangun dan memberikan masukan-masukan.
"Saya tidak setuju jika seseorang dikatakan radikal. Kritis beda dengan radikal," ujar pria yang disapa gus Yaqut ini.
2. Kritik tidak dilarang
Terkait dengan status Din Syamsuddin sebagai ASN, jika berpolitik menurut Gus Yaqut Cholil memang bisa menjadi sebuah pelanggaran.
Tetapi kalau kritik itu tidak dilarang.
"Bagi ASN berpolitik bisa jadi pelanggaran, tetapi lontaran kritik sah-sah saja, sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang," jelasnya.
3. Din Syamsuddin itu Penggagar
Sementara itu Menkopolhukam Mahfud MD menilai, apa yang dismapikan Din Syamsuddin bagian dari bernegara dan berbangsa, sebab negara dibentuk dan hadir atas kesepakatan lintas etnis, agama dan sebagainya.
"Beliau itu penggagar, negara terbentuk karena kesepakatan. Kalau menurut NU Darus Ahdi, maka menurut Muhammadiayh Darus Ahdi. Sama itu artinya negara yang hadir karena kesepakatan litnas etnis, agama dan sebagainya kata Mahfud MD seperti dilansir Sripoku.com dari kompas.com, Minggu (14/2/2021).
4. Kritik Din Syamsuddin harus didengarkan
Menurut Mahfud MD, tak ada persoalan dengan apa yang disampaikan oleh Din Syamsuddin selama ini, kritik-kritik yang disampaikan juga tak ada masalah.
"Pemerintah menganggap pak Din Syamsuddin tokoh yang kritis. Kritik-kritiknya harus kita dengarkan," jelas Mahfud MD.
5. Tak proses hukum
Lebih lanjut Mahfud MD mengatakan, tak ada proses hukum apalagi sanksi untuk Din Syamsuddin.
Sebab, jauh sebelumnya Din Syamsuddin adalah tokoh di Indonesia, tokoh yang kritis.
Apalagi soal tudukan radikal sebagaimana laporan dari GAR, menurut Mahfud MD, negara pernah diberi tugas keliling dunia untuk menyampai Islam damai.
Jadi tak ada persoalan.
"Coba kapan pemerintah pernah menyalahkan pernyataan pak Din Syamsuddin apalagi sampai memproses secara hukum? Ndak pernah, dan insyaallah tidak akan pernah karena kita anggap beliau itu tokoh," ujarnya.
Seperti diketahui, Din Syamsuddin Dilaporkan GAR karena berstatus ASN sebagai dosen FISIP di UIN Jakarta. Din juga anggota Majelis Wali Amanat ITB dari kalangan masyarakat periode 2019-2024.
Adapun alasan GAR laporkan Din Syamsuddin? Diungkapkan oleh Juru bicara GAR, Shinta Madesari dengan adanya 6 fakta.
1. GAR menganggap Din bersikap konfrontasi terhadap lembaga negara dan terhadap keputusannya. Peristiwa ini dicatat oleh GAR ITB pada 29 Juni 2019.
Terlapor melontarkan tuduhan tentang adanya rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi, yang memproses serta memutus perkara sengketa Pilpres 2019.
2. Din dicap mendiskreditkan pemerintah, menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah yang berisiko untuk terjadinya proses disintegrasi bangsa. Hal ini dicatat oleh GAR ITB, saat Din berbicara dalam webinar pada tanggal 1 Juni 2020.
Secara ringkas, Terlapor menyuarakan pernyataan-pernyataan yang sangat mendiskreditkan pemerintah, tanpa memiliki argumen yang valid. Hal ini merupakan sebuah pelanggaran atas sumpahnya sebagai PNS maupun kewajibannya sebagai Pegawai ASN, untuk senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Pemerintah.
3. Saat pra-deklarasi KAMI pada tanggal 2 Agustus 2020, Din diduga melakukan framing yang menyesatkan kepada pemahaman masyarakat umum. Ia berupaya mencederai kredibilitas pemerintahan RI yang sah.
"GAR ITB menilai bahwa Terlapor telah menyuarakan kabar bohong, serta mengumbar ujaran kebencian dengan tujuan untuk memicu tumbuhnya antipati dari masyarakat umum, khususnya terhadap pemerintahan yang sah. Menyuarakan kabar bohong dan/atau mengumbar ujaran kebencian adalah sebuah pelanggaran atas sumpahnya sebagai PNS dan kewajibannya sebagai Pegawai ASN, untuk senantiasa menjunjung tinggi martabat PNS," ucap Shinta.
4. GAR ITB menyoal posisi Din sebagai PNS yang menjadi pemimpin kelompok yang beroposisi terhadap pemerintah. Hal ini terjadi saat deklarasi KAMI pada tanggal 18 Agustus 2020.
"Sikap Terlapor ini adalah sebuah pelanggaran atas sumpahnya sebagai PNS maupun kewajibannya sebagai Pegawai ASN, untuk selalu setia dan taat sepenuhnya kepada Pemerintah yang sah," kata Shinta.
5. Din dilihat telah menyebarkan kebohongan, fitnah, dan mengagitasi publik agar bergerak melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah. Ini tercatat dalam dokumen GAR ITB terjadi pada 7 September 2020, kala Din berpidato pada deklarasi KAMI di Jawa Barat.
"Terlapor kembali menyuarakan sebuah kebohongan publik. Terlapor menyatakan seolah-olah telah terjadi kerusakan-kerusakan negara dan bangsa pada masa kini, yang skalanya bahkan lebih besar daripada kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa penjajahan Belanda. Ini adalah sebuah rumusan penilaian yang sama sekali tidak memiliki nilai kebenaran," kata dia.
6. Din dilaporkan atas fitnah yang ia lakukan serta berupaya mengeksploitasi sentimen agama. Hal ini tercatat oleh GAR ITB terjadi pada tanggal 13 September 2020.
Kala itu, Din merespon penusukan yang dialami Syekh Ali Jaber. Din menilai, bahwa ini merupakan kriminalisasi terhadap ulama, serta kejahatan berencana terhadap agama dan keberagaman.
Komentar Din dinilai sebagai suatu fitnah oleh GAR ITB.
"Pernyataan publik oleh Terlapor di atas merupakan sebuah framing yang menyesatkan sekaligus fitnah, yang jelas dimaksudkannya untuk mendiskreditkan aparat negara dan pemerintah. Hal ini adalah sebuah pelanggaran atas sumpahnya sebagai PNS maupun kewajibannya sebagai Pegawai ASN, untuk senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Pemerintah," tutur Shinta.
Tekait dengan laporan GAR inilah ditindaklanjuti oleh Kepala KASN Agus Pramusinto yang meneruskan laporan GAR ke Satgas Penganan radikalisme dan Kementerian Agama. (Artikel ini terbit di Kompas.com)