Bentrok Polisi Versus FPI

FAKTA Terbaru KOMNAS HAM: Laskar FPI Sengaja Menunggu Mobil Polisi Sehingga Terjadi Baku Tembak

Padahal, mereka punya kesempatan untuk menjauh saat bentrok yang mengakibatkan tewasnya 6 anggota laskar FPI itu.

Editor: Wiedarto
warta kota
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dalam konferensi pers pada Senin (7/12/2020) siang, memperlihatkan senjata api dan samurai yang dipakai laskar FPI menyerang polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek. 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Pihak Komnas HAM mengungkapkan, mobil anggota laskar Front Pembela Islam ( FPI) sempat menunggu mobil yang dikendarai polisi. Padahal, mereka punya kesempatan untuk menjauh saat bentrok yang mengakibatkan tewasnya 6 anggota laskar FPI itu.
“Kedua mobil FPI tersebut berhasil membuat jarak dan memiliki kesempatan untuk kabur dan menjauh, namun mengambil tindakan untuk menunggu,” ujar Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).

Komnas HAM menyampaikan, peristiwa bermula dari mobil rombongan Rizieq Shihab yang dibuntuti polisi sejak keluar gerbang Kompleks Perumahan The Nature Mutiara Sentul. Rombongan Rizieq keluar di pintu tol Karawang Timur dan tetap dibuntuti. Lalu, enam mobil rombongan Rizieq melaju terlebih dahulu meninggalkan dua mobil pengawal Rizieq yakni Toyota Avanza berwarna silver dan Chevrolet Spin.

Anam mengatakan, dua mobil pengawal tersebut berjaga agar mobil yang membuntuti tidak bisa mendekati rombongan Rizieq. Setelah menunggu, mobil laskar FPI akhirnya bertemu lagi dengan mobil polisi. Dua mobil laskar FPI melewati sejumlah ruas dalam kota Karawang dan diikuti oleh tiga mobil pembuntut. Kemudian, menurut Anam, terjadi kejar-kejaran yang berujung pada baku tembak sepanjang jalan Internasional Karawang Barat sampai KM 49 dan berakhir di Tol Jakarta Cikampek KM 50.

Akibatnya, di KM 50, dua anggota laskar FPI ditemukan tewas. Sementara itu, empat anggota laskar FPI lainnya ditembak di mobil dalam perjalanan ke Polda Metro Jaya karena diduga berupaya melawan petugas. Menurut Komnas HAM, rangkaian peristiwa itu tidak akan terjadi apabila proses menunggu itu tidak terjadi. “Ini memang penting bagi kita semua dengan asumsi begini, kalau enggak ada proses menunggu, peristiwa KM 50 tidak akan terjadi,” ucap Anam.

Diketahui terdapat perbedaan keterangan antara polisi dan pihak FPI atas kejadian tersebut. Dari rekonstruksi, polisi menggambarkan bahwa anggota laskar FPI yang terlebih dahulu menyerang dan menembak polisi saat kejadian. Hasil rekonstruksi disebutkan belum final. Sementara itu, pihak FPI telah membantah anggota laskar menyerang dan menembak polisi terlebih dahulu. Menurut FPI, anggota laskar tidak dilengkapi senjata ap

Hingga saat ini kasus penambakan enam laskar FPI (Front Pembela Islam) terus berlanjut.

Namun, Kuasa hukum enam laskar FPI tidak puas dengan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Padahal, pihak Komnas HAM telah menyatakan apabila kasus enam laskar FPI ditembak pelanggaran HAM berat.
Tetap saja, pihak kuasa hukum mempertanyakan mengenai penembakan terhadap dua anggota laskar lainnya.

Komnas HAM menyebut empat laskar FPI tewas dalam penguasaan aparat, sementara dua lainnya tewas dalam peristiwa tembak menembak dengan polisi.

"Menyesalkan konstruksi peristiwa yang dibangun Komnas HAM RI, terkait peristiwa tembak menembak, yang sumber informasinya hanya berasal dari satu pihak, yaitu pelaku," kata kuasa hukum 6 anggota laskar FPI M Hariadi Nasution dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/1/2021).

Hariadi menilai Komnas HAM RI terkesan melakukan jual beli nyawa.

Pada satu sisi Komnas HAM memberikan legitimasi atas penghilangan nyawa terhadap 2 korban lewat konstruksi narasi tembak menembak.

"Yang sesungguhnya masih patut dipertanyakan karena selain hanya dari satu sumber, juga banyak kejanggalan dalam konstruksi peristiwa tembak menembak tersebut," kata Hariadi.

"Pada sisi lain, Komnas HAM bertransaksi nyawa dengan menyatakan 4 laskar FPI sebagai korban pelanggaran HAM," sambungnya.

Hariadi juga menyesalkan Komnas HAM hanya merekomendasikan kasus ini diselesaikan di pengadilan pidana.

Ia ingin kasus ini diselesaikan lewat pengadilan HAM.

Temuan Komnas HAM ini diumumkan pada Jumat (8/1/2021) kemarin.

Dalam temuan investigasinya, Komnas HAM membagi dua konteks peristiwa yang terjadi pada 7 Desember 2020 dini hari itu.

Konteks pertama, dua laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai Km 49 Tol Japek.

"Didapat fakta telah terjadi kejar mengejar, saling serempet dan saling seruduk, serta berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI dengan petugas," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.

Sedangkan, tewasnya empat laskar FPI lainnya disebut masuk pelanggaran HAM.

Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat , yakni saat sudah diamankan di mobil polisi.

Sebelumnya, terdapat perbedaan keterangan antara polisi dan pihak FPI atas kejadian tersebut.

Dari rekonstruksi, polisi menggambarkan bahwa anggota laskar FPI yang terlebih dahulu menyerang dan menembak polisi saat kejadian.

Sementara itu, pihak FPI telah membantah anggota laskar menyerang dan menembak polisi terlebih dahulu.

Menurut FPI, anggota laskar tidak dilengkapi senjata api.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) menyatakan ada pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa penembakan enam orang anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50, Senin (7/12/2020).

Komisioner Komnas HAM Chorul Anam menyatakan, empat dari enam anggota laskar FPI itu tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian.

"Terkait peristiwa di Km 50 (Tol Jakarta-Cikampek), terhadap empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian juga ditemukan tewas, peristiwa tersebut merupakan bentuk dari pelanggaran HAM," ujar Anam, saat memberikan keterangan pers, Jumat (8/1/2021).

Hal tersebut merupakan hasil temuan investigasi yang dilakukan Komnas HAM dalam peristiwa itu.

Dalam temuannya, Komnas HAM membagi tewasnya enam anggota laskar FPI dalam dua konteks.

Konteks pertama, dua anggota laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai Tol Jakarta-Cikampek Km 49.

Konteks kedua, empat anggota laskar FPI tewas saat berada dalam penguasaan polisi.

Hal inilah yang dikategorikan pelanggaran HAM.

Anam memaparkan, sebelum adanya penembakan anggota laskar FPI tersebut, terjadi kejar-kejaran antara polisi dan laskar FPI sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat sampai Km 49 dan berakhir di Tol Jakarta-Cikampek Km 50.

"Didapat fakta telah terjadi kejar mengejar, saling serempet dan saling seruduk, serta berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI dengan petugas," kata Anam.

Ia mengatakan, di Km 50, dua anggota laskar FPI ditemukan tewas sedangkan empat anggota lainnya masih hidup yang kemudian dibawa oleh anggota kepolisian dalam kondisi hidup ke Polda Metro Jaya.

Keempat anggota laskar FPI yang masih hidup itu, menurut Komnas HAM, ditembak mati di dalam mobil polisi dalam perjalanan menuju Polda Metro Jaya.

Berdasarkan keterangan polisi, keempatnya ditembak karena melawan petugas.

Namun, Komnas HAM tidak menemukan sumber lain terkait informasi tersebut.

Komnas HAM pun menyimpulkan bahwa penembakan terhadap empat anggota laskar FPI tersebut sebagai pelanggaran HAM.

"Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa mengindikasikan adanya tindakan unlawfull killing terhadap empat anggota Laskar FPI," ucap dia.

Dengan temuan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan agar kasus ini diselesaikan melalui mekanisme pengadilan pidana.

Menanggapi temuan Komnas HAM tersebut, Amnesty International Indonesia menilai perbuatan polisi merupakan pembunuhan di luar proses hukum.

"Meskipun anggota FPI tersebut diduga melakukan pelanggaran hukum atau pun tindak pidana, mereka tidak seharusnya diperlakukan demikian," kata peneliti Amnesty International Indonesia Ari Pramuditya.

Ia mengatakan, hasil investigasi Komnas HAM itu penting untuk segera ditindaklanjuti guna memastikan proses akuntabilitas.

"Petugas keamanan yang diduga terlibat dalam tindakan extrajudicial killing tersebut harus dibawa ke pengadilan pidana secara terbuka," ucap Ari.

Tanggapan Polri

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis telah menginstruksikan pembentukan tin khusus untuk menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.

Argo menuturkan, tim itu akan menyelidiki soal dugaan pelanggaran HAM oleh oknum polisi terhadap empat laskar FPI yang tewas.

Tim tersebut terdiri dari Bareskrim Polri, Divisi Hukum Polri, dan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

“Tentunya Tim Khusus ini akan bekerja maksimal, profesional, dan terbuka dalam mengusut oknum anggota polisi terkait kasus itu,” kata Argo.

Diketahui, sebelumnya terdapat perbedaan keterangan antara polisi dan FPI atas peristiwa penembakan enam anggota laskar FPI.

Dari rekonstruksi, polisi menggambarkan bahwa anggota laskar FPI yang terlebih dahulu menyerang dan menembak polisi saat kejadian.

Hasil rekonstruksi disebut belum final.

Sementara itu, pihak FPI telah membantah anggota laskar menyerang dan menembak polisi terlebih dahulu.

Menurut FPI, anggota laskar tidak dilengkapi senjata api.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Komnas HAM: Jika Mobil FPI Tak Menunggu Mobil Polisi, Penembakan Tak Terjadi", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/01/09/05200091/komnas-ham--jika-mobil-fpi-tak-menunggu-mobil-polisi-penembakan-tak-terjadi?page=all#page2.
Penulis : Devina Halim
Editor : Icha Rastika

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved