DPR Tidak Bertaring Mengawasi Kebijakan Pemerintah, Abai Terhadap Pengelolaan Keuangan Negara
Fungsi pengawasan DPR terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah sepanjang 2020 tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan.
SRIPOKU.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan rakyat (DPR) RI dinilai tidak pernah menunjukan taringnya dalam mengawasi kebijakan pemerintah yang menyimpang dari perundang-undangan.
Tidak adanya pengawasan DPR yang siginifikan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah itu, menambah keyakinan bagi masyarakat bahwa DPR abai terhadap persoalan pengelolaan keuangan negara.
Demikian penilaian Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) M Djadijono.
Dalam diskusi secara daring, Kamis (7/1/2021), Djadijono menilai, fungsi pengawasan DPR terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah sepanjang 2020 tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan.
"Terkait dengan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, DPR juga tidak menunjukkan taringnya dengan menggunakan hak angket," kata Djadijono .
Djadijono kemudian menyebutkan, ada sejumlah kebijakan pemerintah yang sudah diketahui DPR bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Namun, DPR tidak mengambil sikap dengan menggunakan hak angket.
"Komisi IV misalnya sudah lama mengetahui penyimpangan yang dilakukan oleh menteri KP dalam kaitannya dengan ekspor benih lobster," katanya.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo terjerat kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor bibit lobster. Edhy diduga menerima uang suap terkait izin ekspor benih lobster senilai Rp 3,4 miliar melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dan 100.000 dollar AS dari Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito.
Izin ekspor bibit lobster ini sudah lama menjadi polemik di Komisi IV DPR karena rawan terjadinya manipulasi data. Namun, sikap DPR hanya berupa imbauan untuk dihentikannya ekspor benur.
Kemudian, kata Djadijono, Komisi VIII tidak merespons kebijakan menteri sosial sehubungan dengan terjadinya korupsi terkait pemberian bantuan sosial di wilayah Jabodetabek.
Adapun mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara terjerat kasus korupsi dugaan suap bantuan sosial (bansos) penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Juliari diduga menerima uang suap dalam proyek pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 sebesar Rp 17 miliar.
"Fenomena ini kiranya menambah keyakinan masyarakat bahwa DPR abai terhadap pengelolaan keuangan negara," kata Djadijono.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Formappi Pertanyakan DPR Tak Gunakan Hak Angket Sepanjang 2020",