Prediksi Iklim 2021, BMKG Ingatkan Potensi Banjir dan Curah Hujan di Indonesia Meningkat

Berikut prediksi prospek iklim di tahun 2021 dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Editor: adi kurniawan
ISTIMEWA
Ilustrasi 

SRIPOKU.COM -- Berikut prediksi prospek iklim di tahun 2021 dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyebutkan, setidaknya ada dua hal penting terkait laporan tersebut, yakni potensi banjir yang meningkat dan musim hujan yang lebih basah.

Musim Hujan lebih basah

Berdasarkan analisis yang dilakukan BMKG terhadap dinamika atmosfer dan prakiraan curah hujan bulanan, diprakirakan kondisi musim hujan hingga Maret 2021 akan bersifat normal sampai atas normal atau cenderung lebih basah dari biasanya.

"Hal ini bila dibandingkan dengan musim hujan tahun lalu," kata Dwikorita dikutip dari website bmkg.go.id, Jumat (25/12/2020).

Diperkirakan beberapa daerah yang berpotensi mengalami curah hujan kategori tinggi (300-500mm/bulan) untuk periode enam bulan ke depan, yaitu pada Januari-April 2021

Adapun wilayahnya meliputi bagian barat Sumatera, sebagian besar Jawa, sebagian Bali, NTT, NTB, bagian tengah-utara Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.

Serta pada Mei-Juni 2021 diprediksi di bagian utara Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, Papua Barat bagian utara, dan Papua bagian tengah.

Potensi Banjir Meningkat

Secara umum, curah hujan bulan Januari hingga Maret 2021 diprakirakan berkisar antara 200 - 500mm/bulan, atau cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 lalu.

Sebagian Sulawesi Tenggara, Papua Barat dan Papua diprakirakan mendapatkan curah hujan bulanan lebih dari 500mm/bulan.

Selanjutnya, Dwikorita juga menambahkan, beberapa daerah diprakirakan akan mendapatkan peningkatan curah hujan 40 persen hingga 80 persen lebih tinggi dari curah hujan di tahun 2020.

Adapun wilayahnya meliputi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan Timur dan Utara, sebagian besar Sulawesi kecuali Sulawesi Selatan, Maluku dan Maluku Utara, Papua Barat dan Sebagian Papua.

"Peningkatan curah hujan tersebut berpotensi meningkatkan peluang banjir di Indonesia pada bulan Januari-Maret 2021, khususnya di Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua," urai Dwikorita.

Berdasarkan prakiraan tersebut, BMKG mengimbau pihak-pihak terkait di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ataupun masyarakat yang tinggal di daerah yang berpotensi mendapatkan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi.

"Agar mewaspadai adanya ancaman bencana hidrometeorologi seperti genangan, banjir, longsor dan banjir bandang, serta diminta terus memonitor informasi perkembangan cuaca dan peringatan dini dari BMKG," tandas Dwikorita.

Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) A. Fachri Radjab memprediksi curah hujan tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. 

Fachri mengatakan curah hujan yang lebih tinggi pada tahun ini disebabkan oleh fenomena La Nina.

La Nina sendiri adalah fenomena yang ditandai dengan suhu lebih dingin di kawasan Samudera Pasifik bagian tengah dan timur, sedangkan di bagian barat lebih panas.

Hal ini memicu peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. 

"Musim hujan tahun ini, kita perkirakan jumlah curah hujannya akan lebih banyak dari normalnya karena ada fenomena La Nina," ujar Fachri, dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk 'Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita - Mitigasi Bencana Sekarang Juga', Sabtu (14/11/2020). 

Sejak pertengahan bulan September, Fachri mengatakan pihaknya sudah mendeteksi adanya dampak dari fenomena La Nina. 

Dia menjelaskan dampak tersebut dapat diketahui berdasarkan pengukuran suhu muka air laut yang menunjukkan indeksnya lebih rendah dari batas ambang La Nina.

"Pada September kemarin, indeks suhunya -0,8. Artinya, sudah lebih rendah dari batasnya. Batas kalau dibilang La Nina itu kalau 0,5. Dan terakhir pengukuran di akhir Oktober kemarin sudah -1,1. Jadi, sudah La Nina dengan intensitas menengah dan berat," kata Fachri.

BMKG pun, kata dia, mengimbau masyarakat dan pemerintah untuk lebih waspada terkait curah hujan yang cenderung tinggi pada tahun ini. 

Fachri menyebut wilayah yang memiliki curah hujan tinggi mencakup Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

Meski Sumatera tidak terdampak La Nina, Fachri menegaskan Sumatera juga sudah memasuki musim penghujan. 

"Bukan berarti Sumatera cuaca akan baik-baik saja. Walaupun tidak ada La Nina, Sumatera sudah musim hujan juga," tandasnya. 

Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi (BMKG) melaporkan, hingga akhir September 2020, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator menunjukkan anomali iklim La Nina sedang berkembang.

Indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan, suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur dalam kondisi dingin selama enam dasarian terakhir, dengan nilai anomali telah melewati angka -0.5°C, yang menjadi ambang batas kategori La Nina.

Perkembangan nilai anomali suhu muka laut di wilayah tersebut masing-masing adalah -0.6°C pada bulan Agustus, dan -0.9°C pada bulan September 2020.

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Herizal M Si, menjelaskan pihaknya dan pusat layanan iklim lainnya seperti NOAA di Amerika Serikat, BoM di Australia, dan JMA di Jepang memperkirakan La Nina dapat terus berkembang.

"Perkembangan tersebut dapat mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir tahun 2020, diperkirakan akan mulai meluruh pada Januari-Februari dan berakhir di sekitar Maret-April 2021," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Sabtu (3/10/2020).

Peringatan dini cuaca di berbagai wilayah di Indonesia (tangkapan layar bmkg.co.id)

Herizal melanjutkan penjelasannya, catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40% di atas normalnya.

Namun demikian, dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia.

Pada bulan Oktober-November 2020, peningkatan curah hujan bulanan akibat La Nina dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera.

"Selanjutnya pada Bulan Desember hingga Februari 2021, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua," imbuhnya.

Pada Bulan Oktober ini beberapa zona musim di wilayah Indonesia diperkirakan akan memasuki Musim Hujan, di antaranya:

- Pesisir Timur Aceh

- Sebagian Riau

- Jambi

- Sumatera Selatan

- Pulau Bangka, Lampung

- Banten

- Sebagian Jawa Barat

- Sebagian Jawa tengah

- Sebagian kecil Jawa Timur

- Sebagian Kalimantan Barat

- Sebagian Kalimantan Tengah

- Kalimantan Selatan

- Sebagian Kalimantan Timur

- Sebagian Kalimantan Utara

- Sebagian kecil Sulawesi

- Maluku Utara

- Sebagian kecil Nusa Tenggara Barat.

Herizal menegaskan, peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan disertai peningkatan akumulasi curah hujan akibat La Nina berpotensi menjadi pemicu terjadinya bencana hidro-meteorologis, seperti banjir dan tanah longsor.

Oleh karena itu, para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih optimal melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Misalnya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih.

"Masyarakat dihimbau agar terus memperbaharui perkembangan informasi dari BMKG dengan memanfaatkan kanal media sosial infoBMKG, atau langsung menghubungi kantor BMKG terdekat," tandasnya.

Sumber: TribunStyle.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved