Skandal Djoko S Tjandra
Jaksa Pinangki Menangis di Depan Hakim, Ditanya Soal Djoko Tjandra
Jaksa Pinangki Sirna Malasari kembali diperiksa di pengadilan korupsi terkait fatwa Mahkamah Agung. Menurut hakim, keterangannya berubah-ubah.
SRIPOKU.COM --- Jaksa Pinangki Sirna Malasari terlihat terisak di kursi pesakitan sebagai saksi untuk terdakwa Andi Irfan Jaya dalam persidangan perkara suap terkait permintaan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Ketika itu, Hakim Agus Salim menanyakan alasan Pinangki mengubah keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan dalam sidang sebelumnya terkait Djoko Tjandra.
Pinangki sempat menyebut tidak mengenal Djoko Tjandra. Saat Pinangki bertemu pertama kali di Kualalumpur bersama rekannya yang bernama Rahmat.
Baca juga: Brigjen Pol Prasetyo Utomo Dituntut 2 Tahun 6 Bulan, Djoko Tjandra 2 Tahun
Baca juga: Jaksa Pinangki Akui 3 Kali Bertemu Djoko Tjandra di Malaysia, Bahkan Makan Durian Bersama Anita
Pada sidang kali ini (Rabu, 16.12/2020) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jakarta Pusat, Pinangki mengubah keterangannya. Ia mengaku tahu orang yang akan ditemuinya di Kualalumpur bersama Rahmat adalah Djoko Tjandra.
Kemudian, Hakim Agus menanyakan kenapa Pinangki mengubah keterangannya tersebut.
"Di awal Saudara katakan ketika di BAP penyidik sudah menerangkan yang benar...," kata Hakim Agus yang dipotong oleh Pinangki. "Siap salah, Yang Mulia," tutur Pinangki.
Hakim Agus menanyakan maksud dari perkataan Pinangki tersebut dan menanyakan alasan Pinangki mengganti keterangan. Namun Pinangki tak menjelaskan secara jelas, malah menangis terisak. Pinangki menceritakan dirinya ditangkap di depan anaknya.
"Izin, Majelis. Saya ditangkap... depan anak saya ditahan (menangis). Saya ditangkap ditahan di depan Bima, anak saya (berusia) 4 tahun," kata Pinangki.
Baca juga: Jaksa Pinangki Sewa Apartemen Senilai Rp 882 Juta, Beli Mobil BMW Rp1,7 Miliar
Ia malah mencurahkan hatinya, karena harus terpisah dengan anaknya. Hal itu yang menjadikan alasannya menandatangani BAP saat ditanya penyidik.
"Saya harus berpisah anak saya yang dari kecil belum pernah dipisah sama saya. Dan saya harus dipaksa penyidik, penyidik mau bilang apa pun saya iya, saya tanda tangan saja saat itu. Bahkan di BAP saya menyatakan saya nggak mau jawab, diperiksa Bareskrim aja saya menolak, hidup saya hancur saat itu," ujar Pinangki.
Hakim Agus bertanya, apakah ia ditekan oleh penyidik saat pemeriksaan. Namun, Pinangki menjawab bahwa dirinya hanya bisa terus menangis. Hakim Agus meminta Pinangki untuk menenangkan diri terlebih dulu, sebelum menjawab pertanyaan.
Saat ditanya kembali, Pinangki justru kembali menangis dan tidak secara terang benderang menjawab pertanyaan hakim. Hakim menyinggung, bahwa Pinangki bisa memberi saran kepada Djoko Tjandra dan Andi Irfan secara lancar.
"Saya tadi lihat saja Saudara beri keterangan malah ketawa-ketawa hi-hi-hi..., ini wibawa pengadilan ini. Belum ditanya Saudara selalu mencela. Sudah berkali-kali ditanya, dijawab, jangan jawab jangan menyela kalau nggak ditanya," kata Hakim Agus.
Pinangki kemudian menjawab hakim Agus dengan suara datar, dan mengaku tahu akan bertemu Djoko Tjandra dan tetap mengubah BAP-nya. Ia mengatakan bahwa dirinya tahu ketika akan berangkat ke Kualalumpur akan bertemu dengan Djoko Tjandra.
"Padahal, saya sudah tahu Djoko Tjandra, di BAP saya bilang nggak kenal, tapi pada kenyataannya saya kenal," kata Pinangki.
Hakim kembali menanyakan keterangan Pinangki, lantaran pernyataan berubah-ubah. Dalam persidangannya, ia mengaku tidak tahu Djoko Tjandra, tapi saat diperiksa sebagai saksi Andi Irfan, dia mengaku mengenal Djoko Tjandra.
Hal ini menjadi catatan hakim.
"Setiap kali ada yang Saudara berikan dengan berikutnya berbeda-beda. Komentar terhadap saksi satu dengan lainnya nggak ada yang sama. Semua kita catat itu, dan kita semua ini kerja dalam rangka untuk negara, jadi tolong dihargai," ujar Hakim Agus.
"Siap majelis, mohon maaf terima kasih telah diingatkan," kata Pinangki. Ia pun mengatakan akan menyampaikan yang sebenar-benarnya apa yang telah terjadi dalam kasus ini.
"Yang benar (keterangan) saya sampaikan di sidang ini majelis. Keterangan saya yang benar adalah dari bulan Oktober saya sudah tahu yang akan saya temui adalah Djoko Tjandra," imbuh Pinangki.
Sebelumnya diberitakan, Djoko S Tjandra (70) telah dipidana terkait perkara korupsi hak pengalihan hutang Bank Bali. Kemudian, Djoko Tjandra dituntut hukuman 2 tahun penjara atas penggunaan surat jalan palsu untuk perjalanan dari Jakarta ke Pontianak (Kalimantan Barat).
Tuntutan terhadap Djoko Tjandra dibacakan jaksa di PN Jakarta Timur, Jumat (4/12/2020) lalu. Selain DJoko Tjandra yang dituntut dalam kasus ini, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dituntut pidana 2 tahun 6 bulan penjara dalam menerbitkan surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra.
Jaksa menilai Djoko Tjandra terbukti bersalah. dan meminta Majelis Hakim PN Jakarta Timur menjatuhkan hukuman penjara karena melakukan tindak pidana pemalsuan surat.
Jaksa yang terdiri dari Kejari Jakarta Timur dan Kejaksaan Agung, menjerat Djoko dengan pasal 263 ayat(1) KUHP terkait pemalsuan surat juncto pasal 55 jo pasal 64 KUHP.
"Hal-hal yang memberatkan bahwa terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan sehingga mempersulit jalannya persidangan," kata tim jaksa.
Jaksa juga mengemukakan alasan yang meringankan tuntutan, diantaranya terpidana kasus hak tagih Bank Bali tahun 1999 itu sudah berusia lanjut. Mengacu ancaman maksimal pasal 263 KUHP, tuntutan penjara itu tak sampai setengah ancaman hukuman maksimal yakni 6 tahun penjara.
Dalam dakwaan jaksa, pemalsuan surat jalan itu berawal ketika Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019. Perkenalan itu dimaksudkan karena Djoko Tjandra ingin menggunakan jasa Anita Kolopaking sebagai kuasa hukumnya.
Djoko Tjandra meminta bantuan Anita untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009.Selanjutnya pada April 2020, Anita mendaftarkan PK perkara Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam pengajuan PK itu, Djoko Tiandra tidak bertindak sebagai pihak Pemohon. Namun Permohonan PK tersebut ditolak PN Jaksel dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
Saat itu, Djoko Tjandra tidak ingin diketahui keberadaanya. Kemudian Djoko Tjandra meminta Anita mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumardi.
Tommy lalu mengenalkan Anita dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Anita mengutarakan maksud dan tujuannya kepada Prasetijo yakni membantu Djoko Tjandra datang ke Jakarta. Prasetijo menyanggupi dan mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuatkan surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.
Djoko Tjandra didakwa melanggar pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, pasal 426 KUHP, dan pasal 221 KUHP, dengan ancaman hukuman lima (5) tahun penjara.
Sedangkan Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP. Ia diancam hukuman maksimal enam (6) tahun penjara.Sementara Anita Kolopaking dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu tahanan kabur.
Tuntutan terhadap Brigjen Prasetijo Utomo juga dibacakan jaksa, menyebutkan Djoko Tjandra terbukti menggunakan surat jalan palsu untuk perjalanan dari Jakarta ke Pontianak. Padahal saat itu, Djoko S Tjandra dalam status buronan kasus hak tagih Bank Bali tahun 1999.
Jaksa meminta hakim agar menjatuhkan hukuman pidana terhadap Prasetijo Utomo dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan.
Brigjen Prasetijo Utomo didakwa melakukan tindak pidana dalam pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, juncto pasal 55 ayat(1) KUHP, juncto pasal 64 KUHP. Ketiga pasal tersebut sama dengan yang disangkakan JPU kepada Djoko Tjandra.
Bedanya, dia juga disangkakan melakukan tindak pidana pasal 426 KUHP karena sebagai pejabat negara justru membiarkan dan membantu buronan melarikan diri.
"Dan bersama-sama melakukan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan, menghancurkan barang bukti. Hal yang memberatkan terdakwa berbelit-belit dan tidak berterusterang memberikan keterangan," ujar JPU.
Status Prasetijo yang saat kejadian menjabat sebagai Kepala Korwas PPNS Bareskrim Polri juga jadi pertimbangan JPU dalam mengajukan tuntutan. Sementara hal yang meringankan tuntutan adalah Prasetijo belum pernah melakukan tindak pidana.
Menanggapi tuntutan jaksa itu, Brigjen Prasetijo akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi yang disampaikan dalam sidang selanjutnya. Kuasa hukum Brigjen Prasetijo, Rolas Sitinjak menuturkan pihaknya sepakat mengajukan pledoi karena tak sependapat dengan tuntutan JPU.
"Karena kami lihat banyak fakta-fakta persidangan yang tidak dimasukkan dalam tuntutan Jaksa tersebut. Kita lihat minggu depan kami akan membuat pledoi. Minggu depan lah kita lihat pledoi-pledoi apa saja," tutur Rolas.****
______________________
Penulis: tribun network/denis destryawan