KPK Tangkap Edhy Prabowo

Presiden Dukung dan Apresiasi KPK Atas Penangkapan Menteri Edhy Prabowo

Presiden Joko Widodo mengapreasiasi oeprasi penangkapan yang dilakukan KPK terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu dinihari.

Editor: Sutrisman Dinah
Warta Kota/Junianto Hamonangan / Kompasiana.com
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (Warta Kota/Junianto Hamonangan) dan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berkali-kali memprotes penerbitan izin ekspor benih lobster 

 SRIPOKU.COM --- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap tim penyidik KPK beberapa saat setelah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, usai lawatannya dari Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Edhy ditangkap bersama istrinya serta rombongan sebanyak 12 orang, terbang menggunakan pesawat Nippon Airways NH-835 dan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 23.15 WIB.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, Edhy dan rombongan diperiksa terlebih dahulu kelengkapan surat tugas usai mendarat. Sekitar pukul 01.23 WIB mereka kemudian diangkut menuju Gedung Merah Putih KPK.

"Tadi malam, Menteri KKP diamankan KPK di Terminal-3 Bandara Soetta, saat kembali dari Honolulu," kata Firli saat dikonfirmasi, Rabu (25/11) pagi.

Baca juga: Menteri KKP Edhy Prabowo Ditangkap KPK

Baca juga: Menteri Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Ekspor Benih Lobster Disoroti

Baca juga: KPK Tangkap Menteri Edhy Prabowo, Bagaimana Reaksi Prabowo Subianto

Firli mengatakan, Eddy Prabowo diduga terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster. KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum Edhy dan para pihak yang diamankan.

"Mohon kita beri waktu tim kedeputian penindakan bekerja dulu," kata Firli.

Jurubicara KPK Ali Fikri menambahkan, KPK mengamankan sejumlah pihak dari beberapa lokasi yakni Jakarta dan Depok, Jawa Barat. KPK mengamankan 17 orang dan semuanya dibawa ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan.

"Di antaranya Menteri KKP (Edhy Prabowo) dan istri. Beberapa pejabat KKP. Di samping itu beberapa pihak swasta," kata Ali.

KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa kartu debit ATM yang diduga menjadi terkait dugaan perkara korupsi. Selebihnya KPK masih melakukan pemeriksaan.

Terpisah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) langsung merespon penangkapan Menteri Edhy. Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menyampaikan saat ini masih menunggu informasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami masih menunggu informasi resmi dari pihak KPK mengenai kondisi yang sedang terjadi,” ujar Sekjen Antam.

Antam menegaskan, KKP menghargai proses hukum yang sedang berjalan di lembaga anti-rasuah tersebut. “Kami menghargai proses hukum yang sedang berjalan,” tegasnya.

Mengenai pendampingan hukum atas kasus ini, KKP akan mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. KKP mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait proses hukum yang sedang berjalan.

“Mari kita menunggu bersama informasi resminya seperti apa. Dan biar penegak hukum bekerja secara profesional,” ujarnya.

Respon Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga angkat bicara terkait penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Presiden, pemerintah menghormati proses hukum terhadap pejabat negara yang saat ini tengah berjalan di KPK.

"Kita menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. Saya percaya KPK bekerja transparan, terbuka, dan profesional," ujar Presiden di Istana Merdeka, Jakarta.

Presiden menegaskan bahwa pemerintah terus dan selalu mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di tanah air. "Pemerintah konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," pungkasnya.

Sementara itu, Tenaga Ahli Kedeputian Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian mengatakan bahwa pihaknya menunggu perkembangan kasus yang menjerat Edhy di KPK tersebut. "Kita di istana belum bisa berkomentar. Arahan pimpinan. Nunggu perkembangan di KPK seperti apa," katanya.

Menurut Donny, pemerintah menunggu kejelasan status Edhy dalam kasus tersebut sebelum mengambil keputusan. Lagipula sampai saat ini menurutnya, status politikus Gerindra itu masih terperiksa.

"Maka itu, kita belum bisa komentar. Tunggu satu hari, setelah jelas status dari KPK seperti apa, baru kita berkomentar. Ini kan masih pemeriksaan toh," pungkasnya.

Budidaya Udang

Sebelum ditangkap KPK, Menteri Edhy bersama rombongan melangsungkan kunjungan kerja ke AS. Kunjungan kerja dilaksanakan untuk menjalin kerja sama internasional mewujudkan kemandirian budidaya udang. KKP menggandeng Oceanic Institute of Hawaii Pacific University, salah satu lembaga riset yang berbasis di Honolulu, Negara Bagian Hawaii, Amerika Serikat.

Penandatanganan Letter of Intent (LOI) diselenggarakan pada Jumat, 20 November 2020. Kerja sama KKP dengan Oceanic Institute of Hawaii Pacific University mencakup transfer teknologi dan transfer pengetahuan yang terkait dengan produksi induk udang unggul melalui pembangunan Broodstock Center Udang.

OI sendiri merupakan produsen induk udang nirlaba yang telah mengembangkan induk udang unggul baik unggul dalam pertumbuhan maupun Bebas Penyakit Udang. Kerja sama dilakukan karena Indonesia punya potensi dalam budidaya udang. Namun kendalanya terdapat pada induk udang vaname unggul yang sebagian besar masih harus impor.

Kebutuhan induk udang vaname selama ini dipenuhi dari impor induk yang 80 persen berasal dari Hawaii dan sisanya dari Florida serta negara lain. Kerja sama ini membuat Menteri Edhy optimistis bahwa produktivitas tambak udang di Indonesia akan meningkat sehingga target produksi 1,5 juta ton per tahun pada 2024 dapat terwujud. Produksi saat ini sebagian besar dihasilkan oleh udang vaname.

"Dengan kerja sama ini harapannya budidaya di Indonesia bisa mandiri karena sudah bisa memproduksi indukan sendiri," ucap Edhy dalam siaran pers.

Selain menengok soal budidaya udang vaname, Menteri Edhy juga menjenguk anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di AS. Tenaga Ahli Utama Kedeputian Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa lawatan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ke Amerika Serikat merupakan tugas negara. Sebagai seorang Menteri Edhy terbang ke Honolulu, Hawai untuk membuka komunikasi internasional terkait perikanan.

"Kemudian pak Eddy ini kan melakukan tugas-tugas yang tentu dengan planing beliau sebagai seorang menteri, yang abang sendiri menyaksikan luar biasa ini. Ini lobi yang dilakukan oleh Pak Edy ini kan membuka ruang komunikasi internasional. Kemudian mengkomunikasikan itu dengan para konsul Jenderal kita di Los Angeles, di San Fransisco, di Hawai," kata Ngabalin.

Ali yang juga merupakan Pembina Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai bahwa agenda Edhy di Hawai sangat luar biasa. Ngabalin yang ikut dalam rombongan mengatakan Edhy meninjau Pusat dunia induk udang vaname.

"Yang luar biasa Indonesia kan luar biasa sekali belum dikelola dengan baik. jadi langkah-langkah yang dilakukan pak Edhy luar biasa. Hebat deh sebagai seorang menteri punya misi seperti itu saya bangga dan kagum," katanya.

Menteri KKP Edhy Prabowo sebenarnya telah diingatkan oleh Komisi IV DPR agar tidak sembarangan membuat kebijakan terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Hal itu disampaikan anggota Komisi IV DPR Fraksi PKS Johan Rosihan, ketika menanggapi penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK.

"Kami sudah mengingatkan pemerintah, agar tidak serampangan membuat keputusan membuka kembali izin ekspor benur lobster," kata Johan.

Menurutnya, ekspor benih lobster sebelumnya telah dilarang melalui Peraturan Menteri Kelautan Perikanan (KP) Nomor 1 Tahun 2015, dan adanya Permen KP Nomor 56 tahun 2016 yang berisi larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster, kepiting dan rajungan.

"Seharusnya, KKP lebih berhati-hati terhadap izin ekspor benur lobster ini, karena sebelumnya telah beredar investigasi dari berbagai media terkait permainan ekspor benih lobster tersebut," paparnya.

"Dari informasi yang beredar, terdapat beberapa perusahaan yang sudah melakukan ekspor, meskipun baru mengantongi izin kurang dari dua bulan setelah izin diberikan," sambung Johan.

Johan menyebut, praktik penjualan atau ekspor benih lobster, kepiting dan rajungan memang berpotensi menimbulkan indikasi kerugian negara dan akan lebih menguntungkan negara lain, seperti Vietnam. Di sisi lain, kata Johan, ekspor benur telah mengancam populasi lobster di Indonesia, sehingga kebijakan pembangunan berkelanjutan terhadap pengelolaan lobster harus menjadi prioritas pemerintah

"Atas kejadian ini (penangkapan Edhy), kami berharap bisa menjadi pembelajaran dan evaluasi total dalam pengelolaan lobster, supaya komoditas ini dikelola dengan tata niaga perikanan yang berorientasi pada pemberdayaan nelayan demi memperbaiki kesejahteraan nelayan kita," papar Johan.

____________________ 

Penulis: (Tribun Network/fik/ham/mam/sen/nas/wly)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved