news
Bung Tomo, Wartawan Yang Berani Panggul Senjata Bunuh Jenderal Inggris, Tapi Tak Suka WIL
Menguak Sosok Bung Tomo, Sang Wartawan Yang Berani Panggul Senjata Menentang Musuh di Kota Pahlawan
SRIPOKU, COM-Menguak Sosok Bung Tomo, Sang Wartawan Yang Berani Panggul Senjata Menentang Musuh di Kota Pahlawan1945 dikenal hebat-hebat.
Para tentara terlatih itu dikirim ke Surabaya untuk memadamkan perlawanan rakyat dan menuntaskan pengambilaihan kekuasaan atas wilayah bekas Hindia Belanda.
Namun, aksi pasukan Inggris Raya tersebut dihadang arek-arek Suroboyo. Pertempuran pun tak terelakan siang dan malam.
Kelak, pertempuran paling dasyat dalam sejarah Indonesia ini diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Seorang tokoh yang banyak disebut-sebut adalah Bung Tomo.
Bung Tomo adalah pejuang yang membangkitkan semangat pertempuran para pejuang dan rakyat Indonesia di Surabaya.
Dahsyatnya perlawanan arek-arek Surabaya dan pejuang Republik Indonesia membuat 10 November dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Dikutip dari wikipedia Sutomo pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses. Kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial.
Kesadaran nasionalismenya semakin terasah sejak dirinya menjadi seorang jurnalis.
Ia semakin aktif dalam gerakan perjuangan, ketika ia terpilih pada 1944 untuk menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang.
Dilansir dari Kompas.com, Bung Tomo dikenal juga sebagai sosok pahlawan yang religius.
Kendati demikian, Bung Tomo adalah salah satu tokoh pejuang di Indonesia yang paling keras menolak poligami selain Nasution.
Bagaimana ceritanya? Dalam biografi Bung Tomo (2019) yang ditulis Abdul Waid, diceritakan bahwa pria yang aslinya bernama asli Sutomo itu memang terlahir dari keluarga yang religius.
Ibunya dikenal sebagai muslimah yang taat. Ibunyalah yang mengajarinya shalat, puasa, zakat, mengaji, dan ibadah.
Meski tak pernah mengenyam pendidikan di pesantren, Bung Tomo sangat dekat dengan para kiai. Ia bahkan sering meminta nasihat beberapa kiai berpengaruh di Jawa.
Buku Indonesia dalam Arus Sejarah Edisi ke-6 menjelaskan, siaran Bung Tomo selalu dibuka dengan "Allahu Akbar! Allahu Akbar!", yang berhasil menggerakan hati warga, terutama masyarakat santri di Surabaya.
Bahkan untuk menggerakkan massa untuk melawan saat 10 November di Surabaya, Bung Tomo terlebih dulu meminta petuah dari KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).