news

Istilah "Mengamankan" Saat Penangkapan Peserta Aksi Tolak UU Cipta Kerja tidak Ada di KUHP

Oleh karena tidak memiliki dasar hukum, tindakan kepolisian tersebut dinilai sebagai sebuah praktik ilegal.

Editor: Wiedarto
(KOMPAS.COM/HENDRA CIPTA)
Ratusan massa yang terdiri dari organisasi masyarakat dan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi menolak Omnibus Law di Gedung DPRD Kalbar, Kamis (8/10/2020). Aksi tersebut berakhir ricuh dan dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian. 

SRIPOKU.COM, JAKARTA-Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menyoroti penggunaan istilah " mengamankan" yang digunakan polisi dalam melakukan penangkapan terhadap peserta aksi menolak UU Cipta Kerja. Seorang perwakilan TAUD, M. Afif Abdul Qoyim menuturkan, istilah tersebut tidak ada dalam KUHAP. "Penggunaan istilah mengamankan, istilah-istilah yang dilakukan kepolisian untuk melegitimasi tindakannya, itu tidak ada sama sekali dalam ketentuan KUHAP," kata Afif dalam konferensi pers daring, Senin (12/10/2020).

Oleh karena tidak memiliki dasar hukum, tindakan kepolisian tersebut dinilai sebagai sebuah praktik ilegal. Tindakan itu juga dinilai menunjukkan praktik di luar hukum yang dibiarkan terjadi. Afif pun mendesak adanya evaluasi terhadap tindakan tersebut. "Tindakan mengamankan ini berkorelasi terhadap penangkapan massa aksi di kantor kepolisian adalah sebuah praktik yang ilegal karena tidak ada dasar hukumnya yang digunakan dan diakui dalam KUHAP," ucap dia.

Masih terkait dengan praktik ilegal yang diduga dilakukan aparat kepolisian, TAUD juga menyinggung soal dugaan pembungkaman terhadap jurnalis. Afif menuturkan, langkah itu telah mencederai kebebasan jurnalistik di Tanah Air. "Kami mendapatkan laporan aparat membungkam beberapa jurnalis untuk tidak meliput setelah ditangkap. Ini praktik yang sangat mencederai kebebasan jurnalistik," tuturnya.

Diberitakan, total orang yang diamankan polisi dalam unjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja di seluruh Indonesia, Kamis (8/10/2020) lalu, mencapai 5.918. "Dalam aksi unjuk rasa yang berujung anarkistis, Polri menangkap 5.918 orang," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono melalui keterangan pers, Sabtu (10/10/2020). Dari jumlah tersebut, sebanyak 240 orang yang statusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan alias ditetapkan sebagai tersangka. Di sisi lain, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sebanyak empat jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput jalannya aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Jakarta pada Kamis (8/10/2020).

Direktuf Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, kekerasan terhadap empat jurnalis itu berupa penganiayaan hingga perampasan alat kerja. "Penangkapan, penganiayaan, dan perampasan alat kerja," ujar Ade kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tim Advokasi Kritisi Istilah "Mengamankan" Saat Penangkapan Peserta Aksi Tolak UU Cipta kerja", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/10/12/17234731/tim-advokasi-kritisi-istilah-mengamankan-saat-penangkapan-peserta-aksi-tolak?page=all#page2.
Penulis : Devina Halim
Editor : Bayu Galih

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved