RUU Cipta Kerja Sah, Pemerintah Tegaskan Soal Nasib Cuti Haid & Hamil Dalam Omnibus Law Cipta Kerja

"Jadi (UU) Cipta Kerja tidak menghapus cuti haid dan cuti hamil yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan," katanya dalam rapat paripurna,

SRIPOKU.COM/LENI JUWITA
Aksi demo mahasiswa OKU Raya menolak RUU KUHP dan RUU KPK, Rabu (25/9/2019). 

SRIPOKU.COM - Senin (5/10/2020), DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja menjadi undang-undang menimbulkan kontra di kalangan buruh.

Sebelumnya Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, buruh tetap menolak keras kehadiran Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dinilai tidak berpihak kepada pekerja.

Lalu bagaimamna nasib soal cuti hamil atau haid?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan cuti hamil dan cuti haid di UU Cipta Kerja tidak dihapus.

Pekerja wanita tetap bisa memanfaatkan cuti tersebut di waktu yang dibutuhkan.

Airlangga bilang, cuti tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

"Jadi (UU) Cipta Kerja tidak menghapus cuti haid dan cuti hamil yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan," katanya dalam rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Nantinya, pemberian cuti ini disesuaikan dengan sektor mata pencaharian para pekerja, baik industri maupun digital.

Selain itu, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) juga tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU yang sudah ada.

"Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Selain itu, RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan," jelas Airlangga ketika memberikan paparan usai pengesahan RUU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020).

Di dalam UU Cipta Kerja sendiri, pasal mengenai hak cuti pekerja tertuang dalam pasal 79 Bab Ketenagakerjaan. Namun demikian, tidak ada klausul dalam beleid tersebut yang menjelaskan mengenai cuti haid atau melahirkan.

Di dalam pasal 79 ayat (1) draft RUU tersebut dijelaskan, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja.

Selanjutnya dijelaskan, waktu istirahat untuk di antara jam kerja diberikan paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus menerus dan waktu istirahat tidak termasuk dalam jam kerja.

Sementara itu untuk istirahat mingguan diatur satu hari untuk enam hari dan kerja dalam satu minggu.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved