Omnibus Law UU Cipta Kerja Disahkan, UMK hingga Hak Libur Pekerja 2 Hari dalam Seminggu Dihapuskan
Meski DPR RI resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Meski DPR RI resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Namun, penolakan terhadap UU Omnibus Law UU Cipta Kerja masih mengaung di pelosok tanah air.
Tak terkecuali di Kota Palembang. Beberapa gerakan mahasiswa dan buruh di Kota Palembang mulai menyuarakan penolakan UU Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Diantaranya pada Rabu (7/10/2020) besok pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sumatera Selatan akan mengelar aksi ke DPRD untuk menolak UU Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Berikutnya penolakan juga datang dari Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Sumsel, Cerah Buana mempertanyakan pengesahan Omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang terkesan terburu- buru.
"Sejak awal,seluruh serikat buruh termasuk Kasbi lantang menyuarakan penolakan RUU Cipta Kerja . Ini sekarang sudah disyahkan DPR. Ada apa ini?," katanya kepada Sripoku.com, Senin (05/10/2020).
• Pengesahan RUU Cipta Kerja, Benarkan Upah Buruh Dibayar Lebih Rendah Dari UMK, Begini Penjelasannya
Cerah menambahkan kasbi menilai sejak awal diusulkan oleh pemerintah RUU Cipta Kerja diatur oleh pihak pihak tertentu.
Hal itu yang selalu dipertanyakan Kasbi dalam setiap kesempatan aksi.
"Omnibus Law ini sebenarnya ada untuk kepentingan siapa? Apakah kepentingan bersama, pekerja atau pengusaha. sementara buruh lantang menolak sejak munculnya RUU dan tidak dilibatkan," katanya.
Dikutip dari Kompas.com, Sejak RUU Cipta Kerja dibahas oleh pemerintah dan DPR, sejumlah kalangan telah bersuara menyatakan penolakan.
Kompas.com pada Minggu (4/10/2020) memberitakan, bahkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beserta 32 federasi serikat buruh lainnya berencana melakukan aksi mogok nasional pada tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020. Mereka menilai ada beragam poin yang merugikan pekerja di dalam UU Cipta Kerja.
Di antaranya adalah penghapusan upah minimum kabupaten/kota (UMK), diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).
Penggantian ini dinilai akan upah pekerja lebih rendah.
Kemudian, dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.
Ketentuan tersebut lebih lama dibandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebut kerja lembur dalam sehari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.
