Bernyanyi Bersama dalam Kelompok Paduan Suara Sangat Rentan Terhadap Genjotan Penularan Virus Corona
Dalam kajian itu, Lovat juga akan meminta respondennya untuk mengisi kuisoner tentang bagaimana peribadatan mereka berubah sejak pandemi berlangsung
SRIPOKU.COM, JAKARTA - Aktivitas bernyanyi bersama memang menyenangkan.
Karena selain bisa saling bertemu dan me ngu kur kekompakan, kelompok paduan suara menjadi pilihan.
Syukur-syukur bisa ikut perlombaan dan meraih kemenangan.
Namun, di saat pandemi covid-19 melanda ini, ada beberapa keterbatasan.
Apalagi disebutkan bernyanyi merupakan aktivitas yang meningkatkan risiko penyeba ran virus corona, terutama setelah klaster positif Covid-19 di kelompok paduan suara keagamaan bermunculan.
Selama pandemi, aktivitas bernyanyi di tempat peribadatan Inggris hanya boleh dilakukan oleh penyanyi profesional.
Di sisi lain, seluruh gereja tak boleh menyelipkan aktivitas bernyanyi dalam ibadah.
"Masyarakat semestinya menghindari aktivitas bernyanyi, berteriak, dan meninggikan suara.
Alasannya adalah potensi penyebaran virus yang meningkat lewat droplet dan aerosol di udara," demikian anjuran pemerintah Inggris.
Namun sebuah kajian ilmiah menduga bahwa bukan aktivitas bernyanyi yang menggenjot penyebaran virus corona, melainkan volume dari suara seseorang.
Kajian ini juga akan mengungkap jumlah droplet yang bisa terhambat masker wajah tertentu.
Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk mengizinkan umat beragama bernyanyi secara kolektif dalam setiap ibadah mereka.
• Waspadai Pola Penularan Virus Corona Bergeser ke Kantor-kantor, Begini Penjelasan Prof Yuwono
Menghitung droplet
Laurence Lovat, seorang profesor ilmu gastroenterologi dan biofotonik di University College London, berencana mencari jawaban atas hipotesa tersebut.
Lovat akan melibatkan sejumlah responden dengan gender, tinggi, usia, dan latar etnisitas yang berbeda.
Ia juga akan memasukkan responden yang berjanggut dan brewok serta yang tak memiliki rambut di wajah.
Lovat akan meminta responden penelitiannya bernyanyi dalam volume suara yang berbeda.
Dari situ dia akan menghitung perbedaan aerosol dan droplet yang mereka keluarkan.
"Pandemi Covid-19 secara drastis mengubah rutinitas ibadah masyarakat, baik harian maupun mingguan.
Pandemi ini berdampak pada aktivitas ibadah, sesi diskusi antarkelompok atau bahkan bernyanyi," kata Lovat.
"Penelitian kami bertujuan menunjukkan bagaimana praktik beribadah telah berubah dan menemukan risiko penyebaran seperti apa yang muncul ketika mereka bernyanyi, bersenandung, dan saat tidak memakai masker."
• New Normal, Inilah 7 Cara Mencegah Penularan Virus Corona di Tempat Kerja: Selalu Menggunakan Masker
Dalam kajian itu, Lovat juga akan meminta respondennya mengisi kuisoner tentang bagaimana peribadatan mereka berubah sejak pandemi berlangsung.
Mereka akan ditanyai tentang keterlibatan mereka dalam ibadah berjamaah dan pengalaman ibadah mereka sejak Maret, ketika pembatasan pertemuan dan perjalanan diberlakukan.
Sekelompok responden akan dipilih untuk bernyanyi, atau bersenandung di depan sinar laser yang terang dan kamera berkecepatan tinggi yang akan mendeteksi tetesan kecil uap air (aerosol) yang terbang ke udara.
Ada bukti bahwa virus corona dapat menyebar melalui partikel-partikel kecil ini.
Adapun cahaya terang akan memungkinkan tetesan tersebut terlihat.
Kamera yang merekam 7.000 gambar dalam setiap satu detik.
"Kami akan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang yang dapat dan yang tidak semestinya kita lakukan," ujar Lovat.
Michelle Sint, seorang penganut Yudaisme yang terlibat dalam penelitian ini, mengaku tertarik menjadi responden untuk mengetahui apakah aktivitas bernyanyi tidak menjadi medium penyebaran virus corona.
"Ada sesuatu yang sangat menggembirakan saat bernyanyi sebagai komunitas dalam satu suara," ujarnya.
Dia berkata, bernyanyi adalah bagian yang tak terpisahkan dari sebuah ibadah.
• Penularan Virus Corona Bukan Cuma dari Air Liur, Covid-19 Juga Menyebar Melalui Ini, Ahli Benarkan!
Sementara menurut Junaid Shah, bernyanyi dan ibadah kolektif bukan bagian besar dalam kepercayaan umat Islam.
Namun dia bersedia menjadi responden dalam penelitian untuk turut membantu umat agama lainnya.
Shah menyebut sangat penting untuk memikirkan ibadah secara kolektif, terutama pada masa sulit seperti pandemi kali ini.
"Ibadah keagamaan lebih dari segalanya, aktivitas ini memberi dukungan batin terhadap setiap umat.
Aktivitas peribadatan bukan tentang apakah kita merasa terisolasi atau tidak selama pandemi," kata dia.