Nasib Tragis Istri DN Aidit & Bupati Tokoh PKI, Sempat Nyamar Suami Istri, Bahkan Sampai Tipu Aparat
Setelah G30S/PKI pecah, DN Aidit yang saat itu menjadi Ketua Central Comite PKI, melarikan diri dibantu simpatisan PKI.
SRIPOKU.COM - Tiga hari setelah peristiwa G30S/PKI terjadi, Soetanti, istri DN Aidit, sadar jika dirinya kemungkinan besar tak akan bertemu suaminya lagi.
Ia kemudian meninggalkan rumah bersama tiga anaknya.
Soetanti pergi ke Boyolali dengan niat menyusul DN Aidit. Di sana ia bertemu dengan Bupati Boyolali yang saat itu merupakan tokoh PKI.
Soetanti dan Bupati Boyolali berangkat ke Jakarta dengan cara menyamar sebagai suami istri.
Aparat yang awalnya tertipu dengan penyamaran keduanya, akhirnya berhasil menangkap mereka.
Dipa Nusantara Aidit atau biasa disebut DN Aidit jadi buruan TNI AD seusai peristiwa G30S/PKI.
DN Aidit dicari TNI AD karena dia adalah pentolan PKI.
Saat itu PKI atau Partai Komunis Indonesia disebut terlibat peristiwa G30S/PKI.
7 jenderal dan satu perwira menengah TNI AD jadi korban pembunuhan secara keji.
Seketika segala hal yang berhubungan dengan PKI pun saat itu menjadi musuh negara.
Setelah G30S/PKI pecah, DN Aidit yang saat itu menjadi Ketua Central Comite PKI, melarikan diri dibantu simpatisan PKI.
• Polsek Kemuning Temukan 5 Pasangan Bukan Suami Istri Berduan Dalam Kamar Penginapan di Palembang
• Kesaksian Anak Mayjen DI Panjaitan, Putra Batak Pendiri TKR Dibunuh PKI G30S 1965: Ayah Saya Diseret
• Derita Keluarga DN Aidit Usai Peristiwa G30S/PKI, Meninggal Satu Per Satu, Sumbunyikan Nama 44 Tahun

Dilansir dari Sosok.id dalam artikel 'Jarang Diekspos, Aksi Istri DN Aidit Kibuli Aparat Keamanan Indonesia Usai Meletusnya G30S/PKI', diketahui malam sebelum G30S/PKI terjadi, Soetanti yang merupakan istri DN Aidit sempat bertengkar dengan suaminya.
Soetanti marah lantaran DN Aidit keras kepala mau pergi dengan para penjemputnya.
Disinyalir DN Aidit hendak diamankan sesaat sebelum penculikan para perwira TNI AD dilakukan.
Tiga hari setelah G30S/PKI meletus, Soetanti sadar jika dirinya kemungkinan besar tak akan ketemu suaminya lagi.
Ia kemudian langsung meninggalkan rumah bersama tiga anaknya.
Soetanti pergi ke Boyolali menyusul DN Aidit dan bertemu dengan Bupati Boyolali yang saat itu merupakan tokoh PKI.
Namun, entah ia ketemu dengan DN Aidit atau tidak.
Lalu, Soetanti dan Bupati Boyolali berangkat ke Jakarta dengan cara menyamar sebagai suami istri.
Mereka juga membawa dua orang anak untuk menyempurnakan penyamarannya.
Awalnya, sandiwara mereka sukses tapi kemudian tetangga mulai curiga karena sikap anak mereka yang tak pernah manja ke orangtuanya.
Bahkan aparat awalnya juga tertipu dengan penyamaran keduanya.
Setelah diketahui jika Soetanti ialah istri DN Aidit, ia langsung diringkus oleh aparat keamanan Indonesia.
Semasa penahanan, Soetanti mengalami perpindahan penjara dari satu penjara ke penjara lainnya sampai tahun 1980, diantaranya tahanan Kodim 66 dan Penjara Bukit Duri.
Lepas dari masa hukuman, Tanti sempat membuka praktek sebagai dokter.
Meski demikian, ia mengalami sakit-sakitan dan meninggal dunia tahun 1991.
Nasib tak kalah miris juga dialami oleh Sumini, mantan ketua Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) ranting Pati, Jawa Tengah.
Sumini pernah memberikan pengakuan atas segala siksaan yang ia terima.
Gerwani merupakan organisasi yang dianggap sebagai sayap PKI, sehingga Sumini pun harus terjaring oleh aparat pada saat pembersihan PKI kala itu
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Kisah Sumini, Seorang Guru yang Dicap Komunis', wanita bernama lengkap Deborah Sumini ini harus dipenjara selama 6 tahun lebih meski ia mengaku tak tahu-menahu soal G30S/PKI
Berbagai siksaan dan cemoohan harus dia terima selama dalam penjara, kisah pedih ini akan terus melekat di benak Sumini.

Bahkan, hingga usianya menginjak 70an pun Sumini masih tidak memahami apa yang menjadi dosa besar dirinya saat bergabung dengan Gerwani.
"Kami dibilang bejat moralnya. Itu setiap hari yang masih saya dengar. Belum lagi digebuki setiap pemeriksaan," kata Sumini saat ditemui di sela acara "Simposium Membedah Tragedi 1965" di Hotel Aryaduta, Jakarta, dua tahun silam oleh Kompas.com (18/4/2016).
Setelah peristiwa G30S/PKI meletus, Gerwani menjadi salah satu organisasi yang dituduh sebagai sayap PKI.
Mereka pun menjadi sasaran penumpasan PKI.
Sumini dan beberapa temannya ditangkap oleh tentara sekitar tanggal 21 November 1965.
Sumini sempat mendekam selama 5 bulan di penjara Pati, kemudian dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan khusus wanita di Bulu, Jawa Tengah.
Hingga 6 tahun lebih dipenjara, Sumini tidak pernah diadili.
Saat itu, Gerwani dianggap sebagai organisasi sayap PKI dan ikut melakukan aksi kekejaman terhadap 7 jenderal TNI.
Sampai saat inipun, Sumini kerap menerima teror dan stigma sepanjang hidupnya.
Setelah dilepaskan dari tahanan, Sumini mengaku teror yang dialaminya masih terus berlanjut
Hampir setiap hari dia dihubungi oleh pihak kepolisian untuk menanyakan tentang keberadaan Sumini dan apa saja yang akan ia lakukan di luar rumah. Gerak-gerik Sumini selalu diawasi.
Sumini mengungkapkan, beberapa kali dia dan korban tragedi 1965 dilarang oleh pihak berwajib dan kelompok masyarakat tertentu untuk membuat acara pertemuan, meskipun sekadar arisan atau temu kangen. (*)
Artikel ini sudah tayang di Bangka Pos dengan judul : Sukses Nyamar Suami Istri Ke Jakarta, Istri DN Aidit dan Bupati Tokoh PKI Akhirnya Bernasib Tragis