SEJARAH Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia, Ternyata Resmi Dibentuk dengan 6 Wanita Asal Sumatera

Salah satu ciri khas Polwan juga terlihat pada penampilannya yang rapi dengan rambut yang dipotong cepak serta ada juga yang mengenakan hijab.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
Kolase Sripoku.com
sejarah berdirinya Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia 

SRIPOKU.COM - Hari Polisi Wanita atau Polwan di Indonesia diperingati setiap tanggal 1 September.

Tepat hari ini Selasa 1 September 2020 merupakan sejarah lahirnya Polisi Wanita (Polwan) Indonesia.

Awal mula lahirnya Polwan pada 1 September 1948 hingga kini sudah 72 tahun berdiri.

Polisi Wanita atau Polwan menjadi salah satu sosok yang tangguh serta pemberani.

Citra yang melekat pada diri polwan yakni berjiwa tegas dan berani tapi tetap memiliki sifat lembut selayaknya kodrat perempuan.

Salah satu ciri khas Polwan juga terlihat pada penampilannya yang rapi dengan rambut yang dipotong cepak serta ada juga yang mengenakan hijab ketika menjalankan tugasnya.

Dalam sejarah kepolisian RI, Polwan mempunyai pengaruh yang cukup besar.

Kehadiran Polwan menjadi titik balik karakter kinerja polisi pada era awal kemerdekaan.

Lantas, bagaimana sejarah berdirinya Polwan di Indonesia?

Berikut ulasan selengkapnya yang telah dirangkum Sripoku.com.

Inilah Sosok Polwan Pertama di Indonesia yang Jadi Jenderal Polisi, Jangan Cuma Jadi Bunga Penghias

Polisi Wanita Indonesia pada tahun 1948
Polisi Wanita Indonesia pada tahun 1948 ()

Latar Belakang

Dalam salah satu koleksi Pusat Sejarah Polri 2014 yang berjudul Polisi Wanita dalam Lintasan Sejarah Polri", diceritakan, pasca negara baru merdeka, rakyat krisis akan pendidikan.

Tidak banyak rakyat, termasuk kaum kepolisian, yang memiliki latar pendidikan baik.

Kinerja polisi masih sangat dipengaruhi oleh karakter kerja polisi zaman penjajahan yang keras dan berjarak dengan rakyat.

Namun, pemerintah pada masa itu tahu bahwa sikap keras seperti itu tidak bisa terus diterapkan.

Agar kepercayaan terhadap polisi bisa didapatkan, polisi perlu membangun karakter ramah dan dekat pada rakyat.

Masalah semakin muncul ketika banyak wanita dari Singapura yang melakukan pelarian ke wilayah pemerintahan Indonesia.

Sebelum diperbolehkan masuk, mereka harus melalui pemeriksaan badan terlebih dahulu.

Akan tetapi, mereka menolak dengan keras untuk diperiksa secara keseluruhan oleh polisi laki-laki.

Polisi laki-laki tidak bisa melakukan pemeriksaan badan secara langsung.

Pemeriksaan pun dilakukan dengan bantuan dari istri-istri polri.

Peringatan Hari Jadi Polwan ke-72, Polres Muara Enim Bersih Tempat Ibadah dan Bagi Sembako

Selain itu, tersangka perempuan yang ditangkap dan masuk penjara juga sulit diatasi hanya dengan tenaga polisi laki-laki.

Atas dasar latar belakang itulah, kehadiran polwan menjadi sangat dibutuhkan.

Wanita-wanita terpilih dididik dan melalui proses yang sama dengan polisi laki-laki lainnya.

Sebanyak 25 wanita direkrut untuk diberikan pengetahuan dasar kepolisian sebelum mulai bertugas sebagai polwan.

Namun, tidak ada gelar atau pangkat khusus yang diberikan pada mereka.

Ketika bertugas dan memakai seragam, para polwan hanya diberi gelar Agen Polisi dan tetap dianggap sebagai bagian dari pegawai negeri sipil.

Kemunculan polwan menjadi titik balik karakter kepolisian Indonesia.

Polwan memiliki citra diri yang lebih ramah dan lebih mudah dijangkau.

Polwan jugalah yang berperan dalam memberi masukan kepada polisi laki-laki agar sikap kerasnya dapat dihindari.

Sekolah Polisi Wanita pertama kali didirikan oleh Jawatan Kepolisian Negara pada 1 September 1948 di Bukittinggi.

Sejak saat itu, 1 September diperingati sebagai Hari Jadi Polwan.

Nurlindah Sudah Pasrah Gagal Jadi Polwan Gegara tak Sanggup Bayar Rapid Test, Datanglah Kapolsek

Potret lawas Polwan era 1948
Potret lawas Polwan era 1948 (())

Polisi Wanita Ini Jadi Inspektur Jenderal dengan Pangkat Tertinggi, Ada Pula Polwan Jadi Kapolda!

Sejarah

Pada 1 September 1948, Kesatuan Polisi Wanita di Indonesia resmi dibentuk dengan 6 orang anggota saja.

Keenam anggota tersebut merupakan remaja lulusan sekolah menengah yang telah diseleksi untuk menempuh pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Sebelumnya, SPN hanya memiliki murid laki-laki, namun pemerintah RI memberikan mandat untuk membuka pendidikan kepolisian bagi perempuan.

Hal ini dilakukan untuk mengatasi berbagai guncangan yang melanda Indonesia akibat kembalinya Belanda ke negeri ini.

Persoalannya, tidak semua pengungsi perempuan bersedia diperiksa oleh petugas laki-laki, terutama secara fisik.

Kondisi ini cukup menyulitkan, pasalnya bisa saja Belanda mengirimkan wanita pribumi sebagai mata-mata.

Oleh karena itu, pemerintah membutuhkan polisi wanita untuk membantu mengatasi hal ini.

Adapun keenam polwan pertama yang terpilih tersebut adalah Mariana Saanin Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukotjo, Djasmainar Husein, dan Rosnalia Taher, semuanya berdarah Minangkabau.

Mengutip jurnal Dharmasena terbitan Pusat Penerangan Pertahanan dan Keamanan (1995), keenam calon petugas wanita itu menjalani pelatihan sebagai inspektur polisi bersama dengan 44 peserta pria.

Mereka juga menjadi anggota Angkatan Bersenjata RI perempuan pertama.

Pada pengujung tahun 1948, terjadi Agresi Militer Belanda II.

Belanda berhasil menduduki Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota RI.

Akibatnya, para petinggi negara seperti Soekarno dan Moh Hatta, serta beberapa orang menteri diasingkan ke luar Jawa.

Ketika pusat pemerintahan di Yogyakarta limbung, Bukittinggi justru unjuk gigi.

Atas restu Presiden Soekarno, Bukittingi menjadi tempat didirikannya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Keenam polisi wanita itu turut ambil bagian dalam perjuangan mempertahankan pemerintahan darurat di Bukittinggi.

Pada awal 1949, kota Bukittinggi harus dikosongkan lantaran pasukan Belanda semakin mendekat.

Proses pengosongan itu akhirnya dilakukan dengan perlindungan basis pertahanan Kesatuan Brigade Mobil pimpinan Inspektur Polisi Amir Machmud.

Dalam pasukan ini, terdapat tiga orang polisi wanita, yaitu Rosmalina, Jasmaniar, dan Nelly Pauna.

POLWAN Pertama yang Jadi Jenderal Polisi, Jangan Cuma Menjadi Bunga Penghias Ruangan Kerja Saja!

Yuk follow Instagram Sriwijaya Post

Serta sukai fanspage Sriwijaya Post

Jangan lupa juga subscribe YouTube Channel SripokuTV

 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved