Gubuk Derita
Prihatin, Tinggal di Gubuk Sawah dengan Cucu 5 Tahun Setelah Mak I'ah Jual Rumah
Kesulitan ekonomi tidak hanya dirasakan masyarakat di pedalaman yang jauh dari kekuasaan, namun juga dirasaka dekat perkotaan.
Terdapat dipan di ruangan tersebut yang berfungsi untuk menyimpan barang-barangnya.
Tak ada barang berharga yang dimilikinya.
Hanya ada kasur lepek dan perabotan seadanya.
Untuk memasak, Mak I'ah menggunakan tungku yang bahan bakarnya dari kayu bekas.
Tempatnya bernaung dari panas terik dan hujan itu pun tanpa penerangan listrik.
Jika malam datang dan gelap mulai menyergap, hanya cahaya kecil dari sumbu lampu cempor yang menjadi sumber penerangan satu-satunya.
Cerukan di samping rumah menjadi satu-satunya sumber air untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus.
"Tapi, kalau sudah hujan airnya jadi keruh. Tapi, karena tidak ada lagi, jadi emak pakai saja," kata mak I’ah kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
Mak I’ah bertutur, sudah delapan tahun menempati gubuk itu.
Awalnya ia tinggal bersama suami.
Namun, sejak suaminya meninggal tiga tahun lalu, ia kini tinggal bersama cucunya, Sania (5).
Mak I'ah sendiri punya empat orang anak yang semuanya sudah berkeluarga.
Akan tetapi, karena kondisi ekonomi anak-anaknya tak jauh beda dengan keadaannya, ia pun tak bisa berharap banyak.
"Kalau lebaran saja suka pada ke sini, nengok emak."
"Tapi lebaran sekarang tidak tahu juga, soalnya kan sedang ada virus ya (pandemi corona)," ujar dia.