DBD Tetap Harus Diwaspadai Masyarakat Palembang, Hingga April 2020 Kecamatan Sukarami Tertinggi
masyarakat saat ini juga harus waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selain Virus Corona tentunya.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Tak hanya penyebaran Virus Corona atau Covid-19, nyatanya masyarakat saat ini juga harus waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Di kota Palembang misalnya, berdasarkan data dari bulan Januari hingga 27 April 2020, jumlah pasien DBD di kota pempek sudah menginjak angka 343 orang.
Dengan kasus kematian yang masih tercatat nihil.
Kepala Dinas Kesehatan Palembang, Ayus Astoni, melalui Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Yudhi Setiawan, mengatakan hingga April 2020, di kota Palembang jumlah pasien tertinggi DBD berada di Kecamatan Sukarami yakni sebanyak 52 kasus.
• Berbagai Manfaat Minum Jamu di Bulan Puasa: Penguatan Sistem Daya Tahan Tubuh
Disusul kemudian kecamatan Ilir Barat I sebanyak 42 kasus dan kecamatan alang-alang lebar menempati posisi ketiga dengan 25 kasus DBD.
"Tapi kalau kita lihat dari data perbulan, April ini jumlah kasus DBD mengalami penurunan dibanding dari bulan Maret Februari dan Januari," ujarnya Selasa (28/4/2020).
"Dan untuk tahun 2020, sampai saat ini angka tertinggi kasus DBD berada di bulan februari dengan jumlah pasien sebanyak 121 orang," imbuhnya.
Sedangkan berdasarkan data pertahun, 2015 menjadi kasus tertinggi sejak lima tahun belakangan yakni mencapai 938 pasien DBD di Palembang.
Kemudian tahun 2016 mengalami sedikit penurunan menjadi 922 pasien.
Tahun 2017 kembali menurun menjadi 693 pasien.
Tahun 2018 sebanyak 584 pasien yang juga menjadi tahun terendah kasus DBD selama 5 tahun terakhir di Palembang.
• Rekonstruksi Kasus Suami Bunuh Istri di Muaraenimm Begini Detik-detik Pelaku Habisi Nyawa Korban
Dan di tahun 2019 lalu, angka pasien DBD kembali mengalami mencapai angka 693 pasien.
"Kalau kita lihat dari kategori usia, mereka yang berusia 5-14 tahun adalah orang-orang yang rentan terkena DBD," ujarnya.
Untuk itu Dinkes Palembang juga terus mensosialisasikan dan melakukan penyuluhan 3m plus ke masyarakat.
"Kalau 3 M orang-orang sudah pada tahu yaitu menguras, menutup dan mendaur ulang barang bekas yang berkemungkinan jadi sarang berkembang biaknya nyamuk," ujarnya.
"Dan arti plus disini yaitu dengan melakukan tindakan tambahan seperti menggunakan obat anti nyamuk, meletakkan ikan yang bisa membunuh nyamuk di bak mandi, menutup lubang angin supaya nyamuk tidak masuk ke dalam rumah dan lain sebagainya," jelas dia.
Selain itu fogging juga dilakukan sebagai upaya penanganan demam berdarah.
Namun Yudhi mengatakan ada kriteria khusus yang salah satunya harus terpenuhi oleh suatu wilayah untuk dilakukan tindakan fogging oleh Dinkes setempat.
Pertama, fogging hanya dilakukan pada suatu wilayah yang telah diketahui terdapat penyebaran nyamuk aedes aegypti.
• Akomodir Penumpang tak Bisa Pulang, Garuda Ajukan Penerbangan Khusus Rute Palembang-Jakarta
Nyamuk tersebut diketahui merupakan pembawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah.
"Kadang ada juga masyarakat yang minta difogging karena merasa banyak nyamuk di wilayahnya. Padahal belum tentu itu (nyamuk aedes aegypti)," ujarnya.
Maka untuk memastikannya adalah dengan melihat data di rumah sakit terkait alamat dari pasien DBD.
Selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh puskesmas setempat dengan melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) untuk mengetahui angka bebas jentik di wilayah tersebut.
"Pemeriksaan itu dilakukan pada 10 rumah. Kalau ditemukan angka bebas jentiknya rendah, dibawah 60 persen berarti indikator memang ada (aides aigepty)," ujarnya.
Kriteria kedua adalah dengan menyusuri apakah ada minimal 3 orang demam tanpa sebab yang jelas di wilayah tersebut.
"Kalau salah satu dari dua indikator itu terpenuhi, baru kita fogging. Tapi intinya fogging adalah langkah terakhir dalam penanganan demam berdarah. Langkah pertamanya adalah dengan menerapkan 3m atau lebih baik lagi dengan 3m plus," ujarnya.