Ramadhan 1441 H
Begini Cara Mengqadha Puasa Ramadan Tapi Lupa Jumlahnya Berapa, Lengkap Bacaan Niat & Tata Caranya
Puasa di bulan Ramadhan diwajibkan bagi setiap umat muslim, maka bagi siapa saja yang tidak dapat menunaikan puasa ia dapat mengqadhanya
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM-- Puasa di bulan Ramadhan diwajibkan bagi setiap umat muslim yang beriman dan telah baligh.
Dan karena wajibnya berpuasa ini, maka bagi siapa saja yang tidak dapat menunaikan puasa di bulan Ramadhan dikarenakan suatu uzur seperti sakit, dalam perjalanan jauh (safar) atau haid bagi wanita,
ia dapat mengqadhanya di luar bulan Ramadhan sebanyak jumlah yang ia tinggalkan di bulan Ramadhan.

• Sambil Menangis, Ketua RT yang Tolak Jenazah Perawat Positif Covid-19, Akui Istrinya Seorang Perawat
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185).
Tapi bagaimana jika lupa berapa banyak puasa yang ditinggalkan dan bagaimana cara mengqadhanya?
Jika kita lupa jumlah hutang puasa, maka ambil jumlah hari yang Anda duga kuat meninggalkannya seperti pransangka kuat bahwa meninggalkan puasanya itu selama 10 hari, maka bayarlah qadha puasa sebanyak 10 hari.

Dan jika lebih dari itu, maka qadha puasanya sesuai dengan dugaan (prasangka) kuatmu yakni ambil yang lebih menyakinkan bagimu.
Seperti jika lupa jumlah puasa yang ditinggalkan itu sebanyak 10 atau 11 hari, maka ambillah yang lebih banyak yakni 11 hari.
Karena dikhawatirkan jika mengambil yang 10 hari, maka 1 harinya adalah tanggungan puasa, jadi alangkah baiknya jika mengambil yang 11 hari.
• Hore Kabar Gembira Soal Kepastian THR & Cuti Bersama Idul Fitri, Pemerintah Sepakat Tempuh Jalan Ini
Bacaan Niat Qadha atau Ganti Puasa Ramadhan di Bulan Rajab, Dilengkapi Doa Buka Puasa
Tata cara membayar utang puasa Ramadhan dengan berpuasa di hari lain, tidaklah berbeda seperti puasa pada umumnya.
Dilaksanakan mulai sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Begitu juga dalam pembatalan dan syarat rukunnya.
Dikutip dari nu.or.id, mereka yang mengganti puasa Ramadhan juga wajib memasang niat puasa qadha-nya pada malam hari, setidaknya menurut Mazhab Syafi’i.
Demikian diterangkan oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna’-nya sebagai berikut.
ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر.
Artinya: Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, ‘Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Iqna’, [Darul Fikr, Beirut: 2007 M/1428 H], juz II).
Berikut bacaan niat qadha puasa Ramadhan, lengkap dengan lafal latin dan arti:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.
Sementara itu, berikut doa buka puasa sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari konsultasisyariah.com:
ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ
Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu wa Tsabata-l Ajru, Insyaa Allah
Artinya: Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah diraih pahala, insya Allah.
Batas Waktu Mengganti Puasa
Masih dari almunawwar.net, sebenarnya tidak ada ketentuan khusus sampai kapan atau bulan apa untuk mengganti puasa Ramadhan.
Namun, jangan sampai belum mengganti puasa Ramadhan tahun lalu, sementara bulan Ramadhan berikutnya sudah datang.
• JENDERAL Polisi Bintang Dua Ini Ajak Warga Sumsel Dirantau Jangan Dulu Mudik, Ini Pesannya!
Jangan Remehkan Utang Puasa Ramadhan! Begini Cara Membayar Jika Sudah Tinggalkan Bertahun-tahun
Tak terasa, bulan Ramadhan yang diprediksikan jatuh pada 5 Mei 2019 ini tinggal menghitung hari.
Diwajibkan atas umat Islam berpuasa selama sebulan penuh kecuali sedang pada kondisi yang diperbolehkan tidak berpuasa seperti sakit atau haid bagi wanita.
Berbicara masalah puasa Ramadhan bulan depan, sudahkah Anda membayar utang puasa Ramadhan tahun lalu?
Meski seorang muslim dapat membatalkan puasa karena alasan yang syar'i, namu mereka juga tetap wajib menggantinya dengan berpuasa atau membayar fidyah.
Kira-kira, berapa utang puasa Anda yang belum dibayar?
Bagaimana dengan utang puasa Ramadhan yang sudah bertahun-tahun lalu tidak dibayar?
Berikut jawaban Dewan Pembina konsultasisyariah.com, Ustaz Ammi Nur Baits:
Allah membolehkan, bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa, baik karena sakit yang ada harapan sembuh atau safar atau sebab lainnya untuk tidak berpuasa dan diganti dengan qadha di luar Ramadhan.
Allah berfirman dalam Al Quran yang artinya:
"Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184).
Kemudian, para ulama mewajibkan bagi orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan, sementara dia masih mampu melaksanakan puasa agar melunasinya sebelum datang Ramadhan berikutnya.
Berdasarkan keterangan A’isyah radhiyallahu ‘anha:
"Dulu saya pernah memiliki utang puasa ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan Sya’ban." (HR. Bukhari 1950 & Muslim 1146)
Dalam riwayat muslim terdapat tambahan:
"Karena beliau sibuk melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam."
Aisyah, istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu siap sedia untuk melayani suaminya, kapanpun suami datang.
Sehingga Aisyah tidak ingin hajat suaminya tertunda gara-gara beliau sedang qadha puasa Ramadhan. Hingga beliau akhirkan qadhanya sampai bulan Sya’ban dan itu kesempatan terakhir untuk qadha.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan:
"Disimpulkan dari semangatnya A’isyah untuk mengqadha puasa di bulan Sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa Ramadhan hingga masuk ramadhan berikutnya." (Fathul Bari, 4/191).
• Situasi Terkini Covid-19 di Kabupaten OKI, 2 Pasien Positif Virus Corona Berangsur Pulih
Bagaimana jika belum diqadha hingga datang ramadhan berikutnya?
Sebagian ulama memberikan rincian berikut:
Pertama: Menunda qadha karena udzur, misalnya kelupaan, sakit, hamil, atau udzur lainnya.
Dalam kondisi ini, dia hanya berkewajiban qadha tanpa harus membayar kaffarah. Karena dia menunda di luar kemampuannya.
Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang sakit selama dua tahun. Sehingga utang Ramadhan sebelumnya tidak bisa diqadha hingga masuk ramadhan berikutnya.
Jawaban yang beliau sampaikan:
"Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnya hingga datang Ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya."
Kedua: Sengaja menunda qadha hingga masuk Ramadhan berikutnya tanpa udzur atau karena meremehkan. Ada 3 hukum untuk kasus ini:
Hukum qadha tidak hilang. Artinya tetap wajib qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan berikutnya. Ulama sepakat akan hal ini.
Kewajiban bertaubat. Karena orang yang secara sengaja menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya, termasuk bentuk menunda kewajiban dan itu terlarang. Sehingga dia melakukan pelanggaran. Karena itu dia harus bertaubat.
Apakah dia harus membayar kaffarah atas keterlambatan ini?
Bagian ini yang diperselisihkan ulama.
Pendapat pertama:
Dia wajib membayar kaffarah ini adalah pendapat mayoritas ulama.
As-Syaukani menjelaskan:
"Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dia harus membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin”
Hadis ini dan hadis semisalnya, dijadikan dalil ulama yang berpendapat bahwa wajib membayar fidyah bagi orang yang belum mengqadha ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya.
Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama, dan pendapat yang diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah.
At-Thahawi menyebutkan riwayat dari Yahya bin Akhtsam, yang mengatakan:
"Aku jumpai pendapat ini dari 6 sahabat, dan aku tidak mengetahui adanya sahabat lain yang mengingkarinya"(Nailul Authar, 4/278)
Pendapat kedua:
Dia hanya wajib qadha dan tidak wajib kaffarah. Ini pendapat an-Nakhai, Abu Hanifah, dan para ulama hanafiyah.
Dalilnya adalah firman Allah:
"Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-aqarah: 184)
Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan fidyah sama sekali dan hanya menyebutkan qadha.
Imam al-Albani pernah ditanya tentang kewajiban kaffarah bagi orang yang menunda qadha hingga datang ramadhan berikutnya. Jawaban beliau:
"Ada yang berpendapat demikian, namun tidak ada hadis marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) di sana" (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassarah, 3/327).
===