Mengenal Aksara Ulu, Huruf Asli Sumsel yang Mulai Tergeserkan, Andai Saja Masuk Pelajaran di Sekolah

Aksara Ulu adalah huruf asli dari wilayah pedalaman Sumsel, seperti OKU Selatan, Lahat, Pagaralam, Muara Enim dan wilayah lainnya.

Penulis: maya citra rosa | Editor: Refly Permana
sripoku.com/maya
Surat Ulu yang merupakan aksara asli Sumatera Selatan. 

Laporan wartawan Sripoku.com, Maya Citra Rosa

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Surat Ulu, yang diperkirakan pada abad ke 18 ditulis pada bilah bambu, kulit kayu, tanduk kerbau, daun lontar, atau batok kelapa, kini tidak banyak dikenal lagi oleh sebagian besar masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel).

Surat Ulu yang didalamnya terdapat Aksara Ulu saat ini tergeserkan oleh aksara Latin dan Arab.

Padahal, Aksara Ulu adalah huruf asli dari wilayah pedalaman Sumsel, seperti OKU Selatan, Lahat, Pagaralam, Muara Enim dan wilayah lainnya.

Muhammad Rapanie, Kepala Bidang Dokumentasi dan Publikasi Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel sangat menyayangkan tidak dimasukkannya Aksara Ulu ke dalam mata pelajaran di sekolah, baik SD, SMP atau SMA.

Tujuannya, untuk membaca peninggalan masa lalu.

Ogah Pakai Baju Terbuka, Arsy Hermansyah Ngomel Begini ke Ashanty, Putri Anang Hermansyah Disanjung

“Kalau ini tidak diajarkan siapa lagi yang akan membaca aksara kita, yang dapat menjadi identitas daerah sehingga menandakan perbedaan dengan daerah lain,” ujarnya.

Padahal, menurutnya, Aksara Ulu adalah identitas Sumsel sebenarnya, dimana masih banyak peninggalan artefak dalam bentuk naskah dan prasasti yang menggunakan tulisan Aksara Ulu.

Namun sampai saat ini tidak semua artefak dapat dibaca karena semakin sedikitnya generasi yang peduli untuk mempelajari aksara tersebut.

“Aksara Ulu sudah punah, tidak digunakan lagi oleh masyarakat Sumsel, padahal aksara itu adalah kearifan lokal kita,” ujarnya, Rabu (4/3/2020).

Sistem penulisan Aksara Ulu seperti huruf yang ada di India, menggunakan silaba-silaba atau satu huruf satu suku kata.

Setidaknya ada 74 naskah di Perpustakaan Nasional yang bertuliskan menggunakan aksara ulu, namun belum banyak terbaca karena tidak banyak orang yang dapat membaca huruf-huruf itu.

MotoGP Qatar Dibatalkan, Valentino Rossi Pilih Latihan di MotoRanch VR46 Bareng Dua Muridnya

Menurut laki-laki kelahiran OKU Selatan, 23 Maret 1964 tersebut, bangsa yang mempunyai suatu sistem aksara adalah bangsa yang maju, sehingga mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya melalui simbol-simbol yang dibaca dan dipahami oleh generasi turun temurun.

“Kalau tidak punya aksara tidak mungkin kita mengetahui apa yang ditinggalkan ratusan tahun yang lalu,” ujarnya.

Saat ini, Rapanie sedang memperjuangkan agar aksara ulu masuk ke dalam kurikulum pembelajaran sekolah, seperti yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Sumsel Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Daerah.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved