Berita Prabumulih
Pasutri di Prabumulih Ini Terpaksa Mengemis, Bayinya Ditahan Rumah Sakit, tak Mampu Bayar Persalinan
Pasutri di Prabumulih Ini Terpaksa Mengemis, Bayinya Ditahan Rumah Sakit, tak Mampu Bayar Persalinan
Dari bulan ke bulan, Febri dan keluarga besar terus melakukan upaya untuk melunasi hutang perawatan sang anak dengan mencicil dari uang bantuan para donatur.
Saat ini jumlah hutang yang harus ia tanggung tinggal sekitar Rp 17 juta untuk bisa mengambil buah hatinya dari rumah sakit.
"Anak kami itu lahir kembar namun kakaknya meninggal dunia usia 1 bulan karena sakit dan ditebus senilai Rp 2,7 juta sehingga bisa dibawa pulang, lalu diurus BPJS namun dari pihak rumah sakit tidak berlaku. Hingga saat ini sudah tertahan 3 bulan lebih, biaya sudah membengkak yang awalnya mencapai Rp 34 juta," ujar Febriyanto kepada wartawan.
Febriyanto mengaku, dari total tunggakan itu telah dibayar dari bantuan dinas kesehatan Rp 3 juta, Rp 2 juta dicicil keluarga dan Rp 12 juta subsidi rumah sakit sehingga tersisa Rp 17 juta.
"Kemana saya harus mencari uang sebanyak itu, saya hanya buruh. Pernah minta pertolongan kepada Walikota namun katanya itu rumah sakit swasta jadi diluar program pemerintah tapi diarahkan ke Dinas Kesehatan dan dibantu Rp 3 juta," bebernya.
Awalnya menurut Febri, pihak rumah sakit meminta jaminan sertifikat tanah ataupun BPKB motor namun karena tidak ada hanya tersisa motor jelek sehingga rumah sakit tidak mau.
"Akhirnya bikin perjanjian yang diminta oleh pihak rumah sakit dengan tertanda diatas materai 6000 akan menebus administrasi paling lambat 17 Januari 2020 ini, jika lewat maka terpaksa saya harus mencarikan pengadopsi anakku, saat ini saya meminta bantuan Lembaga Sosial Kemasyarakatan Yayasan Insan Merdeka Indonesia untuk dicarikan donatur," tuturnya.
Sementara itu Ketua LSK YIMI (Lembaga Sosial Kemasyarakatan Yayasan Insan Merdeka Indonesia), Nunung Damayanti mengungkapkan kalau adanya perjanjian dari penebusan administrasi untuk anak Febrianto dari pihak Rumah sakit terkesan dipaksakan.
"Saudara Febrianto sebenarnya sudah lama menghubungi saya tapi karena tunggakan mencapai Rp 34 juta dan kami hanya bisa membantu Rp 5 juta kebawah akhirnya kami berinisiatif untuk datang ke rumah wakil Walikota Prabumulih untuk meminta bantuan sehingga pak Fikri menelpon Direktur Rumah Sakit dan dibantu potongan Rp 12 juta, Rp 3 juta dibantu oleh dinkes dan Rp 2 juta sudah dicicil oleh pihak keluarga sehingga sisa Rp 17 juta," ungkap Nunung.
"Namun yang saya tidak setuju adanya surat perjanjian kalau pihak rumah sakit meminta ayahnya untuk mencarikan adopsi untuk anaknya dan itukan terkesan dipaksakan, mana ada orangtua yang ingin merelakan anaknya untuk diadopsi oleh orang lain apalagi mereka belum merasakan menggendong bayinya. Sayapun sempat menangis melihatnya dan prinsip kita untuk menyelamatkan bayi tersebut," bebernya.(eds/TS)