Pilkada
Pilkada “Tersandera“ NPHD
Bahwa awal bulan oktober 2019 sudah memasuki persiapan Tahap Pemilukada 2020.
Pilkada “Tersandera“ NPHD
Oleh : Junaidi SE, M.Si
Komisioner Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan
Sebagaimana PKPU No 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun.
Bahwa awal bulan oktober 2019 sudah memasuki persiapan Tahap Pemilukada 2020. Namun ditemukan kabupaten yang akan menyelenggarakan pemilukada di Sumsel belum ada satu pun yang menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) khusus untuk Bawaslu Kab/Kota (per 03/10/19).
Sejatinya minggu pertama para Bupati dan para ketua Bawaslu sudah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) ini, bahwa bawaslu Provinsi Sumatera Selatan sudah melakukan audiensi di 7 (tujuh) daerah yang akan melakukan pilkada dan ditindaklanjuti dengan usulan dari bawaslu tentang besaran biaya pengawasan secara menyeluruh.
Namun masih saja TAPD masing-masing Kab/kota melakukan “tawar menawar” biaya mengawasan.
Padahal bawaslu menyusun biaya pengawasan sesuai perbawaslu 0343/BAWASLU/SJ/KU.00.03/VI/2019 tentang pedoman pengelolaan keuangan di lingkungan badan pengawas pemilu.
Kaitan dengan pengelolaan dana (keuangan) hibah.
Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) merupakan dasar hukum dalam bentuk perjanjian (agreement) antara Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Penyelenggara Pemilu, baik Bawaslu maupun KPU.
NPHD sebagai pelaksanaan dari ketentuan regulasi UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Daerah.
Bahwa kedua “regulasi induk” tersebut mengatur tentang relasi antara pemerintahan daerah sebagai fungsi penyedia keuangan daerah, berkorelasi dengan persiapan dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah, baik pada tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Namun, secara praktek pelaksanaan NPHD sudah terjadi dinamika rasionalisasi nominal dan persetujuan budget NPHD didalamnya, bagaimana hal ini dapat terjadi.
UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Bab XXII, Pasal 166 ayat (1) berbunyi “Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan”, ayat (3) berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) diatur dengan Peraturan Menteri”. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Daerah, Bab XI, Pasal 279 ayat (2) berbunyi “Hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah, sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : huruf d berbunyi pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, intensif (fiskal)”.
Kedua norma tersebut, secara eksplisit yang memberikan justifikasi NPHD terhadap urusan pemerintahan daerah (Pemda).
Peraturan pelaksanaan berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 900/9629/SJ, tanggal 18 September 2019, selain teknis, prosedur, pelaksanaan dalam proses Hibah antara Pemda dengan penyelenggara pemilu yakni Bawaslu dan KPU.
Permendagri tersebut, juga membagi peran Pemda dalam proses Hibah, dengan Perangkat strategisnya.
Ada TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) yang dikepalai oleh Sekda (Sekretaris Daerah) dengan anggota berupa tim (pejabat perencanaan daerah, PPKD, dan pejabat lainnya).
Tugas utama TAPD adalah penyusunan APBD. Ada lagi, DPA-PPKD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran–Pejabat Pengelola Keuangan Daerah), dihandel Bendaharawan Umum Daerah, tugas utama adalah mendokumentasi seluruh pelaksanaan anggaran dari dinas/badan/biro, dan sebagainya.
Ada juga, APIP (Aparan Pengawas Internal Pemerintah) yang berisi inspektorat Jenderal, baik berasal dari pemerintah, KPU, Bawaslu. Ketiga perangkat tersebut, secara strategis berdasarkan tugas, pokok, fungsi dalam menjalankan proses Hibah.
Disisi penyelenggara pemilu adalah KPU dan bawaslu.
Sisi lain, dari pihak Pemerintah Daerah pada Provinsi (Gubernur), Kabupaten (Bupati), pada level Kota(Walikota) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.05/2017 tentang Administrasi Pengelolaan Hibah, bahwa peraturan tersebut memberikan panduan tentang tuntutan pengadministrasian dan pemberkasan dalam pengelolaan dana Hibah, dengan baik dan benar.
Pasal 13 ayat (1) berbunyi “Hibah harus dituangkan dalam perjanjian Hibah”, bahwa pasal ini menekankan, harus dalam bentuk perjanjian tertulis. Ayat (2) berbunyi “Perjanjian Hibah paling sedikit memuat, (a) Identitas pemberi hibah dan penerima hibah, (b) tanggal perjanjian hibah/penandatanganan perjanjian hibah, (c) jumlah hibah, (d) peruntukan hibah, (e) ketentuan dan persyaratan hibah”.
Dapat dikatakan, bahwa norma tersebut sebagai kelengkapan syarat formil terkait dengan perjanjian hibah itu sendiri.
Surat Keputusan Bawaslu RI Nomor 0343/BAWASLU/SJ/KU.00.03/VI/2019 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Di Lingkungan Badan Pengawas Pemilu.
Kaitan dengan pengelolaan dana (keuangan) hibah, bahwa Bab III tentang Pejabat Perbendaharaan Negara, dalam Pengguna Anggaran (PA) merupakan Ketua Bawaslu, sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah Kepala Sekretariatan Bawaslu.
Wewenang KPA didalamnya terdapat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bertugas berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
Bendahara Pengeluaran (BP) memiliki tugas inti berkaitan dengan sirkulasi pengelolaan keuangan. SK Bawaslu No. 0343 tersebut, sebagai panduan (guiden) terhadap perangkat organ Bawaslu dalam melaksanakan fungsi legalisasi (penandatangan), fungsi pengelolaan keuangan, fungsi pembukuan, fungsi perencanaan.
SK tersebut, lebih pada aspek maintenance dan management struktur organ Bawaslu terhadap pengelolaan keuangan.
Dalam perspektif tahapan Pilkada, merujuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 15 Tahun 2019 tentang Jadwal, Program, Tahapan Pilkada. Pada Pasal 3, berbunyi “Tahapan Pemilihan terdiri atas, yakni (a).
Tahapan Persiapan, (b). Tahapan Penyelenggaraan”, bahwa tahapan pilkada mengenal 2 (dua) jenis, yakni tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
Pasal 4 ayat (1) berbunyi “Tahapan persiapan yakni dimaksud, huruf a berbunyi perencanaan program dan anggaran”.
Tahapan persiapan didalamnya ada jenis kegiatan salah satunya penandatangan NPHD.
Irisan Bawaslu sebagai pengawas dan sekaligus sebagai penyelenggara pemilu, salah satu sumber budget (anggaran) berasal dari NPHD, hal tersebut memiliki mandat hukum tahapan pemilihan untuk ikut melaksanakan NPHD didalamnya.
Setelah NPHD ditandatangani, penyelenggara pemilu (Bawaslu dan KPU) akan melaksanakan kegiatan tahapan pemilihan, sebagaimana program–program yang sudah dirancang dan disiapkan.
Meskipun secara regulasi sudah sangat jelas dan tegas bahwa NPHD mandat hukum dan UU yang harus dilaksanakan oleh Pemda, namun dalam praktek perencanaan dan realisasi Hibah tidak semudah itu.
Banyak faktor syarat “adanya kata sepakat bersama–sama” terjadi anomali.
Yang jelas, syarat ini harus didukung dengan komunikasi, rasionalisasi, pembahasan bersama- sama, sampai tertuang dalam naskah resmi tertulis bernama NPHD itu.
Semoga Pilkada etape terakhir tahun 2020 ini semua penyelenggara pemilu mendapatkan dana hibah yang “cukup” guna menyelengarakan semua tahapan yang sdh ditetapkan. Kata kuncinya adalah “Para Bupati care terhadap Pemilukada”.
Harapan semua pilkada berlangsung dengan baik. Bersama rakyat Awasi pemilu, bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu.