Setelah Sepekan Wong Kito Hirup Udara Segar, Palembang Kini Kembali Diselimuti Asap
Setelah Sepekan Wong Kito Hirup Udara Segar, Palembang Kini Kembali Diselimuti Asap
Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Budi Darmawan
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Setelah kurang lebih sepekan warga Palembang menghirup udara segar usai turunnya hujan, kini wong kito kembali menghadapi kenyataan diterpa bencana kabut asap.
Kabut asap cukup tebal kembali terlihat menyelimuti kota Palembang pada, Rabu (2/10/2019) pagi. Saking tebalnya kabut asap, Jembatan Ampera yang merupakan ikon kota Palembang "hilang" ditelan pekatnya kabut asap.
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Palembang, pada pagi hari kondisi udara di kota pempek tampak kabut atau berasap.
Asap tersebut diprediksi kembali menghilang pada siang hari, seiring teriknya matahari. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, pada malam harinya potensi udara kembali kabur.
Kasi Data dan Informasi BMKG Bandara SMB II Palembang, Bambang Beny Setiadji mengatakan, angin permukaan yang tercatat di BMKG Stasiun Meteorologi SMB II Palembang umumnya datang dari arah Tenggara – Selatan dengan kecepatan 4-11 Knot (7-20 Km/Jam), mengakibatkan potensi masuknya asap akibat karhutla ke wilayah Kota Palembang dan sekitarnya.
Sumber dari LAPAN Tanggal 30 September 2019, tercatat beberapa titik panas di wilayah sebelah Tenggara Kota Palembang dengan tingkat kepercayaan di atas 80% yang berkontribusi asap ke wilayah Kota Palembang yakni pada wilayah Pampangan, Banyu Asin 1, Pedamaran, Tulung Selapan, Cengal, Pematang Panggang dan Mesuji.
" Intensitas asap terjadi pada pagi hari (04.00-07.00 WIB), hal itu dikarenakan labilitas udara yang stabil (tidak ada massa udara naik) pada saat tersebut," katanya.
Bambang menjelaskan, fenomena asap sendiri diindikasikan karena kelembapan yang rendah dengan partikel-partikel kering di udara. Mengakibatkan mengurangi jarak pandang, beraroma khas, perih di mata, mengganggu pernafasan dan matahari terlihat berwarna oranye atau merah pada pagi dan sore hari.
Secara Regional, munculnya badai Tropis Mitag di Laut Cina Selatan mengakibatkan kembali adanya aliran massa udara ke arah pusat tekanan rendah badai tersebut, hal ini mengakibatkan penurunan potensi dan intensitas hujan di wilayah Sumsel tiga hari ke depan (1-3 Oktober 2019).
Menurutnya, secara Lokal, kondisi hujan akibat faktor lokal (awan konvektif) akan tetap berpotensi di wilayah Sumsel dikarenakan kelembapan udara lapisan atas cukup memadai untuk pertumbuhan awan.
"Biasanya hujan yang terjadi berlangsung sebentar dan berlangsung sporadis berbeda setiap tempat," tegasnya.
Kembali menebalnya kabut asap yang menerpa Palembang, disebabkan Titik api (hotspot) dari kebakaran hutan dan lahan (Kahutla) yang muncul di wilayah Sumsel. Kemarin, satelit Lapan memantau hotspot di Bumi Sriwijaya mencapai 663 titik. Jumlah tersebut menjadi yang terbesar di Indonesia, karena secara keseluruhan jumlah titik api ada sebanyak 1.361 titik.
"Hotspot memang meningkat, dari data satelit Lapan ada sekitar 663 titik dan kebanyakan ada di wilayah Kabupaten OKI," ungkap Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD) Sumsel, Ansori.
Ansori menyebut, meski hujan sempat mengguyur sebagian wilayah Sumsel, namun titik api yang berada di gambut bagian bawah tidak terpengaruh. Sebab, intensitas hujan yang ada hanya mematikan api pada bagian permukaan saja.
"Hujan kemarin hanya memadamkan bagian permukaan saja. Karena intensitas hujan kemarin tidak tinggi, pada bagian bawah gambut tetap menyala," jelasnya. (Oca)