Kisah Wanita Paruh Baya, Memilih Bertahan Hidup di Kampung Bengek, Kampung yang Dipenuhi Sampah
Kisah Wanita Paruh Baya, Memilih Bertahan Hidup di Kampung Bengek, Kampung yang Dipenuhi Sampah
Penulis: Chairul Nisyah | Editor: Fadhila Rahma
Keterbatasan Membuat Ati Seorang Ibu, Memilih Bertahan Hidup di Kampung Bengek, Kampung Sampah
SRIPOKU.COM - Berada di kawasan RW 17 Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, terdapat sebuah kampung yang berdiri di atas rawa yang dipenuhi dengan tumpukan sampah, kampung tersebut di beri nama "Kampung Bengek".
Kampung Bengek atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Kampung Baru.
Di Kampung ini, sebagian besar warganya bekerja sebagai pemulung dan sebagian lainnya hanyalah pengangguran.
Memulung merupaka aktifitas sehari-hari dari sebagian warga di Kampung Bengek.

Melansir dari laman berita Kompas.com, ada ribuan warga yang menempati Kampung Bengek sebagai tempat tinggal mereka.
Salah satunya adalah seorang ibu bernama Ati (53), penghuni yang telah merasakan tinggal di Kampung Bengek sejak awal berdiri lima tahun yang lalu.
Bagi Ati, urusan bertahan hidup ia prioritaskan untuk anak dan cucunya.
"Kasihan banyak anak kecil-kecil. Yang utama mah saya anak cucu," ucap Ati.
Ia menceritakan bahwa suami dan menantunya bekerja sebagai pelaut.
Mereka hanya kembali ke rumah setahun sekali dengan penghasilan seadanya.
Demi memberi anak dan cucunya makan, sesekali Ati juga bekerja sebagai pemulung dan penjual cilok.
Di rumah yang berukuran 4x4 meter, Ati tinggal bersama delapan orang anggota keluarga lainnya.
Cucunya yang paling muda baru berusia 10 bulan.
"Ada cucu masih kecil. Makanya saya bilang kalau ada duit mending dipakai buat beli susu," tutur Ati.
• Bergabung Bersama Persija Jakarta, Xandao Mengaku Sangat Terkejut
• Detik-detik Siti Habibah Ibunda SBY Meninggal, Ibas Putra Ani Yudhoyono: Salam Rindu Kami Untuk Memo
• Dikenal Janda Kaya Raya, Masa Lalu Ayu Ting Ting Dicap Nakal Terungkap, Jessica Iskandar Melongo!
• Inilah Amalan Dahsyat di Bulan Muharram, Diantaranya Puasa Asyura, Puasa Sehari Hapus Dosa Setahun
Ati juga menceritakan bahwa tidak jarang, usaha Ati dalam memulung dan berjualan tidak membuahkan hasil.
"Kalau pas lagi enggak punya, ngutang di warung," ucap Ati sambil menitikkan air mata.
Ati pertama kali pindah ke Jakarta dari Lampung untuk ikut dengan sang suami.
Setelah 25 tahun bertahan di RT 11, akhirnya ia memilih untuk membeli rumah di Kampung Bengek.
Rumah-rumah di Kampung Bengek bukanlah rumah yang didirikan secara legal.
Secara administrasi, Ati dan keluarga masih terdaftar sebagai bagian dari RT 11. Namun, lokasi Ati yang sudah terpisah dengan pemukiman RT 11 membuatnya tidak lagi dianggap sebagai bagian dari RT tersebut.
"Dari RT enggak pernah dapat. Orang bagi-bagi sembako kadang juga suka pilih-pilih," kata Ati.
Selain itu, Ati menambahkan, bantuan sembako lebih sering diberikan oleh pihak-pihak luar.
Sejauh ini, belum ada bantuan dari pemerintah yang pernah ia dapatkan.
"Bilangnya ada BLT (Bantuan Langsung Tunai). Mana, saya enggak pernah dapet," katanya.

Untuk keperluan sehari-hari, Ati dan warga lainnya memanfaatkan air rawa untuk mandi dan mencuci.
Sementara, untuk keperluan listrik, Ati menyewa dari orang lain dengan melakukan pembayaran secara bulanan.
"Listrik ambil dari orang. Di sini anginnya kencang, suka takut kebakaran," ujar Ati.
Oleh sebab itu, penggunaan listrik hanya dimanfaatkan seperlunya.
Kampung Bengek tersembunyi di balik pemukiman RT 3, RT 4, dan RT 11.
Lokasinya terpencil dan dikelilingi oleh sampah.
Kampung tersebut menjadi rumah bagi para warga yang mengungsi karena kepadatan dan tingginya biaya hidup di ketiga RT tersebut.