Berulang Kali Fatmawati Tumpahkan Air Mata di Sangsaka Merah Putih, Ini Mesin Jahit yang Digunakan

Berulang Kali Fatmawati Tumpahkan Air Mata di Sangsaka Merah Putih, Ini Mesin Jahit yang Digunakan

Editor: Hendra Kusuma
Istimewa
Istri Presiden Soekarno saat menjahit Sangsaka merah Putih di mesin jahit Singer 

Berulang Kali Fatmawati Tumpahkan Air Mata di Sangsaka Merah Putih, Begini Penampakan Mesin Jahit yang Digunakan

SRIPOKU.COM--Kisah Cinta Berliku dan perjalanan panjang ibu negara Fatmawati, Sang Penjahit Bendara SangSaka Merah Putih dan Presiden pertama RI Soekarno, menjadi cerita tersendiri. Namun perjuangan Fatmawati menjahit Sangsaka Merah putih disaat hamil tua menjadi cerita tersendiri dan pantas untuk disimak di Peringatan HUT ke-74 RI ini.

Ibu Fatmawati, merupakan sosok penting yang menjahit Bendara Pusaka Merah Putih atau SangSaka Mereka Puth yang kini sudah dimesiumkan itu.

Fatmawati, wanita kelahiran 5 Februari 1923, di Bengkulu lahir seorang anak perempuan yang diberi nama Fatimah.

Sejarah kemudian mencatat Fatimah (kemudian Fatmawati) sebagai tokoh penting yang menjahit bendera pusaka merah putih bagi bangsa Indonesia.

Fatmawatih yang menikah dengan Presiden Soekarno di saat-saat sang presiden tengah berjuang merebut kemerdaan RI itu, memang sangat setia mendampingi Bung Karno.

Moment penting yang dicatat dalam sejarah bagaimana Perjuangan Fatmawati ini, dimulai ketika kembali dari pengasingan di Bengkulu, Bung Karno diberi rumah, berikut kendaraan sedan buick dan supirnya untuk Soekarno.

Dalam catatan sejarah seperti dilansir kompas.com, semua itu didapakan dari Kepala propaganda Jepang, Shimizu. Dia adalah orang dibalik pemberian rumah tersebut, yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.

Meski bagian dari propaganda, Shimizu meminta Fatmawati untuk menjahit bendera untuk kemerdekaan Indonesia, Sangsaka Merah Putih.

Persoalan kemudian timbul ketika, pada saat itu tekstil sangat langka. Fatmawati bahkan kesulitan mendapatkan bahan kain itu, untuk dijahitkan menjadi bendera merah putih.

Namun, berkat usaha Shimizu lah, kemudian memerintahkan perwiranya untuk mendapatkan kain yang dibutuhkan Fatmawati. Al hasil, Tugas itu berhasil ditunaikan sang perwira, dengan menemukan dua kain merah putih dari bahan katun halus, tentunya dengan kualitas terbaik.

Perjuangan Fatwati memang dicatat sejarah, karena tengah hamil tua jelang kelahiran Guntur, Fatmawati memaksakan diri menjahit bendera merah putih tersebut.

Meski harus dilalui dengan dua hari, namun dengan mesin jahit, Fatmawati berlahan-lahan menjahit bendera ukuran 2x3 meter tersebut. Perjuangannya memang cukup melelahkan, dikarenakan hamil tua.

Dokter pun melarang Fatmawati menjahit menggunakan kakinya. Maka, proses penjahitan hanya menggunakan tangan, dan memakan waktu hingga dua hari.

Bendera inilah yang kemudian dikibarkan saat proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, yang kemudian menjadi bendera pusaka Indonesia.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved