Jelang Idul Adha, Waspadai Daging Sapi Gelondongan
Mencari kesempatan dalam kesempitan, itulah salah satu upaya yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
Jelang Idul Adha, Waspadai Sapi Gelondongan
SRIPOKU.COM – Mencari kesempatan dalam kesempitan, itulah salah satu upaya yang dilakukan oleh orang yang tidak bertangggungjawab.
Di saat kebutuhan konsumen akan daging segar menjelang Hari Raya Idul Adha, di saat itu daging gelondongan disebar oleh orang yang tidak bertanggungjawab demi keuntungan sesaat.
Untuk menghidari agar tidak terbeli daging gelondongan seperti yang dirilis Intisari-Online.Com bahwa ada sebagian oknum yang memanfaatkan momen ini untuk meraup keuntungan dengan cara yang curang.
Di antaranya adalah para penjual daging yang sengaja menambah berat daging dengan air atau menjual sapi glonggongan.
Seperti yang baru-baru ini sempat viral sebuah video seekor sapi yang diduga merupakan korban praktik sapi glonggongan.
Sontak video yang diunggah oleh akun Instagram @makassar_iinfo ini pun langsung menyita perhatian.
Pasalnya, ada sebuah kejanggalan nan mengerikan, terlihat seorang pria yang konon merupakan seorang petugas mencoba membelah menyayat tubuh sapi yang masih hidup itu.
Setelah berhasil membuat sayatan kecil di tubuh sapi di bagian perut, dari sana langsung keluar ratusan miligram air yang mengalir bak air dari sebuah pancuran.
Menurut laman Pemerintahan Kabupaten Sleman, daging sapi glonggongan adalah daging yang diperoleh dari sapi yang sebelum disembelih diberi minum air sebanyak-banyaknya, secara paksa.
Maksudnya untuk menambah bobot sapi tersebut, sehingga dengan hal ini otomatis akan menambah keuntungan dari si penjual.
Umumnya, hewan ternak yang diglonggong adalah sapi.
Dari segi bisnis pembeli akan di rugikan karena membeli daging dengan berat yang tidak wajar.
Dari segi kesehatan jelas, karena menurut penelitian daging glonggongan setara dengan bangkai.
Terlebih dari segi hukum agama daging ini berstatus haram, karena menurut hukum Islam, hewan sebelum disembelih tidak boleh teraniaya.
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengategorikan daging glonggongan ke dalam makanan haram di perjualbelikan dan haram dimakan, selain salah satu penipuan terhadap konsumen akibat penyembelihannya menyiksa sapi terlebih dahulu.

Kompas.com/Ika Fitriana
Ilustrasi daging glonggongan
Sekretaris Umum MUI Jawa Tengah, Ahmad Rofiq menyebutkan makan daging glonggongan termasuk sama saja dengan makan bangkai.
"Dengan dipaksa dimasuki air atau digelonggong, biasanya hewan yang akan disembelih itu sudah mati duluan. Jadi, sudah jadi bangkai baru disembelih," ujar Rofiq, mengutip dari nu.or.id pada Kamis (4/9/2008).
Bahkan menurut Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Dr. drh. Doddi Yudhabuntara menyebutkan, penggelonggongan daging merusak jaringan dari sapi tersebut, juga akan mempercepat kerusakan kualitas daging dimana berat daging akan lebih bertambah dengan bertambahnya berat air sendiri.
Menurut Doddi, masyarakat bisa mengetahui ciri-ciri daging gelonggongan ini di pasar ditandai dengan melihat apakah daging lebih banyak mengandung air, dijual dengan tidak dalam keadaan digantung (supaya tidak menetes), baunya juga kurang khas seperti bau sapi biasanya.
Namun, jika daging ini sudah terlanjur beredar dalam bentuk potongan-potongan daging, cara membedakan daging gelonggongan dengan daging segar, antara lain:
1. Daging berwarna pucat
2. Konsistensi daging lembek
3. Permukaan daging basah
4. Biasanya penjual tidak menggantung daging tersebut karena bila digantung air akan banyak menetes dari daging.
"Kalau air yang dicampur lebih kotor justru akan lebih membahayakan akibat kuman yang berasal dari organ pencernaan Sapi berupa bakteri E. Coli, bagi orang yang mengkonsumsi akan menjadi sakit dengan ditandai gejala diare," ujarnya.
Sebaiknya kita selalu cermat sebelum mempeli hewan ternak atau pun daging merah.