Sempat Dihancurkan Belanda, Begini Sejarah Terbentuknya Masjid Agung Palembang, Jarang Diketahui

Sempat Dihancurkan Belanda, Begini Sejarah Terbentuknya Masjid Agung Palembang, Jarang Diketahui

Sripoku.com/Rahmad Zilhakim
Sempat Dihancurkan Belanda, Begini Sejarah Terbentuknya Masjid Agung Palembang, Jarang Diketahui 

Namun pendirian menara ini bukan tanpa rintangan.

Pembangunan menara masjid bertepatan dengan perang dingin antara Kerajaan Palembang melawan Belanda pada tahun 1821.

Akibatnya atap menara masjid hancur dan baru diganti jadi atap rumbia pada 1825.

Berdasarkan laporan Mayor William Thorn (penguasa Inggris di Palembang) pada 1811 menyebutkan bahwa denah masjid Agung berbentuk persegi panjang berukuran 686x110 kaki.

Pintu masuknya dari tiga jurusan yang ditandai bangunan gapura bagian timur, selatan juga utara.

Menara masjid setinggi 60 kaki/20 m ini berdenah persegi enam.

Menara ini awalnya dibangun agak jauh dari masjid karena kondisi tanahnya berupa rawa.

Diputuskan demikian karena jika tidak begitu maka akan mempengaruhi tekanan pada tanah yang tidak padat.

Jika ada tekanan maka kontur tanah berubah.

Agen Buah di OKU Timur Ini Manfaatkan Lahan Sawah untuk Budidaya Tanaman Semangka

Sudah Menikah Lagi, Ahok Akhirnya Ungkap Alasan Bercerai dengan Veronica Tan Saya Dianggap Robot!

Beda dari Galih Ginanjar dan Fairuz A Rafiq, 6 Artis Ini Justru Harmonis Pasca Cerai, No 3 Romantis

 

Petugas kebersihan Masjid Agung Palembang melakukan bersih-bersih masjid guna menyambut Bulan Suci Ramadan, Selasa (15/5/2018).
Petugas kebersihan Masjid Agung Palembang melakukan bersih-bersih masjid guna menyambut Bulan Suci Ramadan, Selasa (15/5/2018). (Sripoku.com/Rangga Efrizal)

Itu dapat menyebabkan tanah tempat berdirinya masjid tidak kuat menahan bangunan masjid itu sendiri.

Ciri khas masjid Agung ini adalah Mustaka yang dimilikinya.

Karena pada umumnya masjid di pulau Sumatera berbentuk kubah.

Masjid bermustaka adalah masjid yang mempunyai atap bagian atas terpisah dari atap di bawahnya. Atap bawahnya ini ditopang oleh pilar-pilar di atas tanah. Jika dilihat seksama maka kepalanya seperti terpisah dari leher tubuh masjid.

Seiring berjalannya waktu, masjid Agung telah banyak direnovasi sehingga beberapa bentuknya tak lagi sama seperti yang dulu.

Masjid ini juga telah mengalami beberapa kali perluasan oleh banyak pihak. 

Termasuk oleh pemerintah Belanda waktu zaman kolonial.

Yayasan Masjid Agung dan Pertamina pun turut andil.

Untuk masalah perluasan dan renovasi ini banyak simpang siur terkait kapan dilakukannya hal tersebut.

Terakhir masjid Agung Palembang diresmikan oleh Presiden saat itu Megawati Soekarno Putri.

Dan masjid ini didaulat menjadi salah satu masjid Nasional.

Ciri khas masjid ini masih dipertahankan.

Seperti atap menara yang bergaya khas Cina dan undak-undak pada atap masjidnya yang melengkung ke atas.

Sumber: Buku berjudul Masjid Agung Palembang; Penulis Bangun P.Lubis, dkk.

Sementara itu, nama Masjid Agung Palembang sendiri di tahun 2019 ini sudah diganti menjadi Masjid Sultan Mahmud Badaruddun I.

Sejarawan Kota Palembang, Kemas Ari Panji, mengatakan, sebaiknya penamaan pada plang nama masjid seharusnya dituliskan dengan nama “Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I”

Hal ini ditujukkan sebagai bentuk peghormatan terhadap SMB I Jayo Wikramo sebagai salah sultan Palembang, dan orang yang telah berjasa dalam pendirian Masjid Agung Palembang.

"Kalau penamaan SMB saja kurang tepat,  sebaiknya diberi nama SMB I, " kata Kemas,  Selasa (29/1/2019) saat dihubungi tim Sripoku.com Selasa (29/1/2019) lalu.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved