Mutiara Ramadan
Peduli kepada Sesama Kepada yang Betul-betul Membutuhkan Santunan dan Perhatian
PUASA sejatinya mengajarkan kepada kita umat Islam untuk berhemat. Logika lurusnya jika menggunakan logika matematika ekonomi, tentu akan ada seving a
Oleh: DR. Muhammad Adil, MA
Dosen Program Pascasarjana UIN Raden Fatah
SRIPOKU.COM- PUASA sejatinya mengajarkan kepada kita umat Islam untuk berhemat. Logika lurusnya jika menggunakan logika matematika ekonomi, tentu akan ada seving anggaran selama satu bulan ini yang dapat kita tularkan untuk bulan-bulan berikutnya. Anggaran yang tidak digunakan itu dapat kita simpan sebagai tabungan, atau kita sisihkan untuk membantu para fakir dan miskin dalam bentuk peduli terhadap sesama umat. Dengan begitu, maka terdapat gerakan nyata Ramadhan dalam membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan.
• Subhanallah, Kisah Ustadz Yusuf Mansur Ajak Jemaah Bersedekah Bikin Merinding
Karena kita hanya ada dua kali makan yaitu saat pagi/sahur dan maghrib/berbuka, dari biasanya kita menyiapkan anggaran untuk tiga kali makan, tanpa makan siang. Nah, anggaran makan siang itulah yang kita tabung dan disisihkan untuk kegiatan amal.
Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya, ketika bulan puasa tiba akan terjadi peningkatan anggaran belanja yang berlipat-lipat untuk membeli semua kebutuhan saat Ramadhan. Sebagai bukti bahwa hampir setiap hari, jamak kita menyaksikan pasar-pasar modern dan tradisional disesaki oleh pemandangan tumpah-ruah orang-orang berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Dengan pola hidup kebiasaan seperti ini tentu akan berkelindan dengan aspek lain menyebabkan hubungan suplay and dimand tak terkendali yang dapat berdampak kepada melambungnya harga-harga bahan pokok.
Dalam kondisi seperti ini, kemudian kita akan menggerutu menyalahkan pemerintah, karena tidak dapat mengontrol harga-harga di pasar. Padahal kalau kita mau jujur, mundur sedikit saja untuk merenung mencari akar masalahnya, tanpa harus menyalahkan siapa-siapa, memulai dari diri kita sendiri untuk beribadah sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama membiasakan diri hidup sederhana dan selalu peduli dengan sesama, maka dapat terjawab apa yang mestinya kita lakukan. Ada hal yang lebih penting dari hanya sekedar memikirkan urusan perut. Karena biasanya urusan perut dapat menjauhkan seorang hamba dengan tuhan-Nya.
Dalam pesan spritualnya, Imam Ali bin Abi Thalib berkata, "Jarak yang terjauh antara seorang hamba dan Allah ialah ketika urusannya hanyalah perut dan seksnya saja." Di luar Ramadhan, sebagian umat Islam ada yang hidupnya tidak pernah merasa lapar dan dahaga. Penghasilan yang tinggi membuat mereka bisa membeli makanan dan minuman yang paling lezat.
Mereka juga pandai untuk menyiasati efek buruk dari makanan dan minuman yang ditelannya dengan rajin melakukan medical check-up dan mampu mengendalikan kolestrol jahat, kadar gula, dan lainnya yang dapat merusak kesehatan. Alhasil, mereka menjadi manusia sehat yang-barangkali-nyaris tidak pernah sakit sepanjang hidupnya.
Di saat Ramadhanpun, saat perintah puasa dijalankan, mereka tidak mempunyai kendala yang berarti. Mereka menyantap makanan, minuman, suplemen, dan obat-obatan yang mampu membuat mereka tidak merasa lapar dan dahaga dari Subuh sampai kumandang azan Maghrib.
Bagi mereka, puasa hanya sekadar menggeser jam makan dan minum pada siang hari berpindah menjadi malam hari. Karenanya, dengan mudah sebulan penuh puasa Ramadhan mereka lalui.
Sekilas, tidak ada yang keliru. Mereka puasa, tapi tidak merasa lapar dan dahaga; tetap sehat dan kuat menjalankan puasa Ramadhan sepanjang tahun, sepanjang hayat mereka. Tidak lupa pula mereka mengerjakan semua ibadah-ibadah sunah yang dianjurkan untuk dikerjakan selama Ramadhan.
Pertanyaannya, benarkah perbuatan mereka ini? Jawabannya, belum benar. Islam, sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, mengajarkan kepada umatnya untuk sering-sering merasakan lapar dan dahaga karena dapat mengetuk pintu surga.
Suatu hari menurut Anas bin Malik, putri Rasulullah, Siti Fatimah, datang dengan membawa potongan roti untuk Sang Ayah. Rasulpun bertanya, "Potongan apakah ini?" Fatimah berkata, "Potongan roti. Aku merasa tidak enak kalau aku tidak membawanya untukmu."
Rasulullah bersabda, "Ketahuilah, ini makanan pertama yang masuk ke mulut ayahmu selama tiga hari. Biasakan mengetuk pintu surga, supaya pintu itu terbuka bagimu?" Aisyah RA bertanya, "Bagaimana kami membiasakan mengetuk pintu surga?" "Dengan lapar dan dahaga".
Orang boleh saja kaya dalam hidupnya, dan memang tidak ada larangan. Di antara sahabat-sahabat Nabi adalah orang-orang kaya, seperti Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Khadijah, dll tetapi mereka adalah para dermawan yang siap menyumbangkan harta kekayaannya untuk membantu dakwah Nabi menyebarkan Islam yang dampaknya dapat kita rasakan sampai sekarang. Filantrofi Islam telah mengajarkan banyak hal kepada dunia dalam membangun dan menata peradaban kemanusiaan.
Oleh karena itu, sejatinya Sekarang tibalah giliran kita untuk mempraktikkan bagaimana cara berbagi dengan sesama, terutama bagi mereka yang betul-betul sangat membutuhkan santunan dan perhatian kita semua. (*)