Kisah Nyata Wanita Pilih Jadi Mualaf, Menangis Ceritakan Kisahnya, Rela Tinggalkan Orang Tua & Teman

Kisah Nyata Wanita Pilih jadi Mualaf, Menangis Ceritakan Kisahnya, Rela Tinggalkan Orangtua & Teman

Penulis: fadhila rahma | Editor: Sudarwan
Blogspot
Kisah Nyata seorang mualaf. Kisah Nyata Wanita Pilih Jadi Mualaf, Menangis Ceritakan Kisahnya, Rela Tinggalkan Orang Tua & Teman 

Selepas dua hari, wanita itu masih juga tidak sadarkan diri. Saya makin cemas, maklumlah, itu adalah pengalaman pertama saya berhadapan dengan situasi seperti itu.

Semua usaha untuk memulihkannya gagal, maka wanita itu dibawa ke rumah sakit Abdul Aziz Jeddah untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut sebab rumah sakit di Jeddah lebih lengkap peralatannya dibandingkan rumah sakit Madinah. Namun usaha untuk memulihkannya masih tidak berhasil.

Jadwal Haji harus diteruskan. Kami berangkat ke Mekah untuk mengerjakan ibadah haji. Selesai haji, saya langsung pergi ke Jeddah. Malangnya, sampai rumah sakit Abdul Aziz, saya diberitahu oleh dokter bahwa wanita tersebut masih koma.

Bagaimanapun, kata dokter keadaannya stabil. Ketika mengetahui hal itu, saya mengambil keputusan untuk menunggunya di rumah sakit.

Setelah dua hari menunggu, akhirnya wanita itu membuka matanya. Dari sudut matanya yang terbuka sedikit itu, dia memandang ke arah saya dan terus memeluk saya dengan erat sambil menangis terisak-isak.

Ketika itu saya sangat bingung, Saya bertanya kepada wanita tersebut, “Kenapa kamu menangis?” “Ustazah … saya taubat Ustazah. Saya menyesal, saya takkan berbuat lagi hal-hal yang tidak baik. Saya bertaubat, betul-betul bertaubat.” “Kenapa kamu tiba-tiba ingin bertaubat?” tanya saya masih dalam keadaan bingung. Wanita itu terus menangis terisak-isak tanpa menjawab pertanyaan saya itu.

Tidak lama kemudian dia bersuara, menceritakan kepada saya mengapa dia berkelakuan demikian, cerita yang bagi saya perlu diambil hikmahnya oleh kita semua. Katanya, “Ustazah, saya ini sudah berumah tangga, menikah dengan lelaki orang kulit putih.

Tapi saya salah. Saya ini cuma Islam pada nama dan keturunan saja. Saya tak pernah mengerjakan ibadah. Saya tidak sholat, tidak puasa, semua amalan ibadah saya dan suami tidak pernah saya kerjakan, rumah saya penuh dengan botol minuman."

Dengan suara tersekat-sekat, wanita itu menceritakan, “Ustazah … Allah itu Maha Besar, Maha Agung, Maha Kaya. Semasa koma , saya telah diazab dengan siksaan yang benar-benar pedih atas segala kesalahan yang telah saya buat selama ini." “Betulkah?” tanya saya terkejut.

Ilustrasi
Ilustrasi ()

“Betul Ustazah. Selama koma itu saya telah ditunjukkan oleh Allah tentang balasan yang Allah beri kepada saya. Balasan azab Ustazah, bukan balasan syurga. Saya rasa seperti diazab di neraka.

Saya ini seumur hidup tak pernah pakai jilbab. Sebagai balasan, rambut saya ditarik dengan bara api. Sakitnya tidak bisa saya ceritakan dengan kata-kata.

Menjerit-jerit saya minta ampun minta maaf kepada Allah.” “Bukan itu saja, buah dada saya pun diikat dan dijepit dengan penjepit yang dibuat daripada bara api, kemudian ditarik ke sana-sini … putus, jatuh ke dalam api neraka.

Buah dada saya hancur terbakar, panasnya bukan main. Saya menjerit, menangis kesakitan.

Saya masukkan tangan ke dalam api itu dan saya ambil buah dada itu kembali.” Lanjutnya. Tanpa mempedulikan pasien lain, Ustazah pun memperhatikannya wanita itu terus bercerita. Menurutnya lagi, setiap hari dia disiksa, tanpa henti, 24 jam sehari.

Dia tidak diberi waktu untuk beristirahat atau dilepaskan dari hukuman, sepanjang masa koma itu di laluinya dengan azab yang amat pedih. Dengan suara terbata-bata, dengan berlinang air mata, wanita itu meneruskan ceritanya, “Hari ke hari saya disiksa.

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved