Simak Agar Tak Salah Paham, Begini Cara Mengetahui Perbedaan Tsunami dan Gelombang Tinggi

Kala itu, BMKG pada awalnya sempat menyebut kejadian di Selat Sunda bukan sebagai tsunami, tapi sebagai gelombang tinggi yang disebabkan adanya bulan

Editor: Bejoroy
sains.kompas.com
Ilustrasi - Tsunami Anyer Banyak Makan Korban - Ini Deretan Tips Bertahan Hidup Saat Tsunami Melanda 

SRIPOKU.COM - Bencana tsunami Selat Sunda yang menerjang wilayah Provinsi Banten dan Lampung Sabtu (22/12/2018) lalu sempat menimbulkan polemik dan perdebatan, hal itu ramai setelah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG menyebut bencana itu awalnya bukan tsunami.

Berita Lainnya:
Detik-Detik Pondok Penghafal Al Quran Nurul Fikri Tak Tersentuh Tsunami, Padahal Dekat Bibir Pantai
Peringatan BMKG: Cuaca Gelombang Tinggi 25-31 Desember 2018 Seluruh Indonesia, Hindari Pantai!

Kala itu, BMKG pada awalnya sempat menyebut kejadian di Selat Sunda bukan sebagai tsunami, tapi sebagai gelombang tinggi yang disebabkan adanya bulan purnama yang menimbulkan gaya gravitasi tertentu.

Tak Lama kemudian, BMKG kemudian merevisi pernyataannya dan mengubah gelombang tinggi menjadi tsunami di Selat Sunda setelah melakukan serangkaian analisis.

Beda pernyataan BMKG soal gelombang tinggi dan tsunami terjadi karena fenomena yang cukup membingungkan, yakni perpaduan antara gaya gravitasi bulan purnama dan erupsi Gunung Anak Krakatau di tengah Selat Sunda.

Padahal, menurut BMKG, Indonesia merupakan kawasan kepulauan yang memiliki potensi tsunami cukup tinggi, terutama bagi daerah-daerah yang menjadi titik pertemuan lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik.

Nah, apa yang membedakan antara kedua jenis gelombang tersebut?

Dalam konferensi pers tsunami Selat Sunda di Yogyakarta, Minggu (23/12/2018) kemarin, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan beberapa perbedaan mendasar antara gelombang tinggi dan gelombang tsunami.

Gelombang tinggi karena tiupan angin terjadi secara perlahan dan dengan tanda-tanda bisa diprediksi sebelumnya, misalnya perubahan ekstem sebelum kejadian.

BMKG pun rutin mengeluarkan peringatan gelombang tinggi di berbagai daerah jika memang diprediksi akan terjadi. Namun tidak dengan tsunami yang kejadiannya tidak dapat diprediksi dan mendadak. 
"Gelombang pasang tidak terjadi seketika, tapi secara pelan. Kalau tsunami, terjadi tadi malam itu, terjadi tiba-tiba. Terjadi tiba-tiba sekali, tidak ada (pertanda). Makanya kalau kita melihat kan masyarakat masih banyak melakukan aktivitas, Band Seventeen masih jalan, baru dua lagu itu," kata Sutopo kepada awak media, seperti dikutip dari Kompas.com.

Kondisi pasca tsunami Selat Sunda yang menerjang pesisir Banten dan Lampung Selatan, Sabtu (24/12/2018) malam. (Istimewa.)

Kemudian, dari video di atas dapat dilihat bahwa gelombang tsunami disertai dengan kekuatan dorong yang besar, berbeda dengan gelombang tinggi yang kekuatannya berdasarkan angin.

Hal ini menyebabkan gelombang tsunami memiliki sifat destruktif atau merusak yang lebih besar ketika sudah sampai di daratan dibandingkan dengan gelombang tinggi yang disebabkan oleh angin.

Terakhir, gelombang karena angin hanya terjadi di permukaan saja, sementara gelombang tsunami terjadi dari bagian dalam laut.

Hal itu karena adanya pergerakan lempeng atau dasar lautan yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menyebabkan adanya dorongan gelombang dari dalam.

UPDATE: 429 Meninggal Dunia

Sementara itu, buntut dari tsunami Banten, hingga kemarin malam data baru mencatatkan korban meninggal dunia mencapai 429 orang.

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, tim SAR gabungan terus beroperasi mencari korban.

Foto udara suasana Desa Sambolo setelah diterjang tsunami di Selat Sunda, Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (24/12/2018). Sejumlah bangunan tampak porak poranda setelah diterjang tsunami di Selat Sunda. (Tribunnews/Jeprima)

Baik itu korban selamat maupun korban yang telah meninggal dunia.

Ia menambahkan tsunami juga membuat 1.485 orang mengalami luka-luka.

Foto udara suasana Desa Sambolo setelah diterjang tsunami Selat Sunda, di Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (24/12/2018).
Foto udara suasana Desa Sambolo setelah diterjang tsunami Selat Sunda, di Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (24/12/2018). (Tribunnews/Jeprima)

Tim SAR gabungan masih berupaya mencari 154 orang yang dilaporkan hilang.

"Ya, 429 orang meninggal, 1.485 orang luka-luka, 154 orang hilang, 16.082 orang mengungsi," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (25/12/2018).

(TribunJabar.comFauzie Pradita Abbas).

Sumber: Tribun Jabar

Berita Ini Sudah Diterbitkan di Situs http://style.tribunnews.com/ dengan Judul:
Cara Mengenali Perbedaan Tsunami dan Gelombang Tinggi, Simak Agar Tak Salah Paham

===

Sumber: TribunStyle.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved