Berita Palembang
Tak Banyak Yang Tahu, Ada Panggilan Khas Kota Palembang yang Perlahan Mulai Hilang
Budaya memanggil perempuan yang lebih tua di Palembang nampaknya sedikit mengalami pergeseran beberapa tahun terakhir.
Penulis: Jati Purwanti | Editor: Ahmad Sadam Husen
Laporan wartawan Sripoku.com, Jati Purwanti
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Budaya memanggil perempuan yang lebih tua di Palembang nampaknya sedikit mengalami pergeseran beberapa tahun terakhir.
Sebutan "Mbak" yang berasal dari bahasa Jawa atau sebutan kakak terasa semakin sering digunakan ketimbang memanggil dengan kata "ayuk", panggilan asli dari Bumi Sriwijaya.
Di lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan dunia kerja, panggilan "Mbak" seolah menjadi panggilan resmi kepada perempuan yang lebih tua, padahal tak semua perempuan-perempuan itu berasal dari Jawa.
Weny, seorang karyawan swasta keturunan Jawa, mengaku sempat heran dengan penggunaan panggilan yang semestinya hanya biasa diberikan kepada perempuan yang berasal atau memiliki silsilah dari tanah seberang.
"Sebenernya sah-sah saja ya tapi yang aneh itu adalah kita tahu dia orang Palembang asli tapi dipanggil 'Mbak'."
"Kan kadang kelihatan dari wajahnya yang khas daerah Palembang," ujar Weny.
Menurutnya, panggilan "Ayuk" dalam Bahasa Palembang kini sudah jarang digunakan di tempat umum dan hanya ditemukan di lingkungan keluarga saja.
"Rata-rata memang panggilan itu terbatas untuk di lingkungan keluarga dan rumah saja," tambah Weny.
Berbeda dengan Weny, Winda seorang dosen di perguruan tinggi swasta mengatakan, meskipun dirinya keturunan asli Palembang ia tak mempermasalahkan jika dipanggil dengan sebutan dari daerah lain.
"Tidak apa-apa toh itu hanya panggilan biasa dan semoga panggilan khas Palembang tidak hilang dengan adanya "serangan" panggilan lain," kata Winda.
Sementara itu, budayawan Palembang, Febri Al Lintani, menilai panggilan "Ayuk" yang mulai ditinggalkan disebabkan karena anggapan hal-hal atau budaya yang berasal dari Jawa atau pun Jakarta adalah sesuatu yang keren dan pantas ditiru dan diaplikasikan.
"Tak hanya panggilan 'Ayuk' saja, penggantian panggilan 'Mamang' menjadi 'Oom' juga sudah banyak dipakai."
"Kita seperti kehilangan identitas daerah. Padahal sebenarnya tidak ada yang salah dengan panggilan lokal," terang Febri.
Upaya pemerintah, lanjut Febri, memang sangat diperlukan untuk menjaga kekayaan budaya lokal termasuk di antaranya untuk panggilan khas.