Berita Palembang

Penambang Pasir Ilegal Bertarung Nyawa Demi Upah yang tak Seberapa

Seperti biasa, setiap pagi bapak dua anak ini bersama empat rekan lainnya bergegas menuju kapal tongkang yang

Penulis: Yandi Triansyah | Editor: Yandi Triansyah
Sripoku. com /Yandi Triansyah
Penambang Pasir Ilegal di Sungai Musi, Sabtu (7/7/2018) 

Laporan Wartawan Sripoku.com Yandi Triansyah

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - - Sejak lima tahun terakhir Edwar menggantungkan hidupnya dari menambang pasir di Sungai Musi Palembang.

Seperti biasa, setiap pagi bapak dua anak ini bersama empat rekan lainnya bergegas menuju kapal tongkang yang mereka tumpangi untuk menambang pasir.

Suara mesin kapal mulai menyala, kapal mulai berlayar mengarungi sungai menuju lokasi penambangan.

"Kalau lagi banyak yang butuh pasir, biasanya kita tiap hari kerja, kalau lagi sepi ya terpaksa menunggu orderan ramai, " kata Edwar, Selasa (10/7/2018) saat dihubungi.

Butuh waktu sekitar 35 menit dari kawasan Musi II menuju kawasan Pulo Kerto dan sekitarnya.

Mesin kapal mulai dimatikan, jangkar kapal mulai dijatuhkan, begitu tiba di titik pasir yang banyak.

Pipa sepanjang 7 hingga 10 meter mulai di masukan ke dalam sungai hingga ke permukaan pasir.

Muaranya kemudian di arahkan ke tongkang kosong.

Dirasa persiapan sudah cukup, mesin mulai dinyalakan untuk mengangkat pasir ke permukaan.

"Sampai tongkang penuh baru kita berhenti, " katanya.

Menurut dia, butuh waktu sekitar empat jam untuk memenuhi satu tongkang yang berkapasitas 100 kubik pasir.

Dalam waktu itu kaki dan beserta badannya ikut basah oleh air sungai yang terbawa bersama pasir.

Kakinya nampak keriput karena lama terendam di air. Pakaian yang ia kenakan juga ikut basah karena harus memegang pipa sambil mengarahkan ke bagian yang belum terisi.

"Butuh stamina kuat, karena seharian kita menahan dingin, "katanya.

Edwar mengatakan, sehari dirinya bisa membawa uang sebesar Rp 100 hingga Rp 150 ribu sebagai jasa menambang pasir.

Sebab peralatan dan fasilitas lainnya dari pemilik tongkang dan pengusaha pasir.

" Kami hanya pekerja, peralatan semua punya pengusaha, "katanya.

Dari hasil itulah dirinya menafkahi anak istri dan keluarganya. Cukup tidak cukup itulah yang bisa ia berikan kepada keluarganya.

" Biasanya ada tambahan dari uang bensin, tapi itu pun kalau ada lebih ya cukup lah buat tambahan rokok dan ngopi untuk menghilangkan dingin, "katanya.

Jika kebutuhan pasir sedang sepi, stok di gudang sedang banyak maka aktivitas menambang terpaksa berhenti.

Sebagai penggantinya biasanya ia ikut serabutan mengantar pasir dan peralatan bangunan lainnya kepada para pembeli.

" Ya kalau tidak lagi menambang serabutan kerja lainnya, "katanya

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved