Heboh! Terciduk di Dalam Rumah, Dua Sejoli Diguyur Air Comberan Ditengah Keramaian Hingga Begini

Heboh! Beginian di Dalam Rumah Sepasang Kekasih di Aceh Diguyur Air Comberan Ditengah Keramaian Hingga Begini

Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Odi Aria Saputra
Sripoku.com/Odi Aria
Dua sejoli yang diduga ketauan berduaan di dalam rumah. 

Laporan wartawan Sripoku.com, Odi Aria

SRIPOKU.COM, PALEMBANG-- Lantaran diduga kedapatan sedang berduaan di dalam sebuah rumah di provinsi Aceh, sepasang muda-mudi yang belum terikat dalam hubungan pernikahan harus menerima hukum adat di kawasan tersebut.

Karena sudah melanggar syariat dan hukum yang berlaku di sana dengan berani berduaan dalam rumah, muda-mudi ini pun diadili masyarakat setempat dengan menyiramkan air comberan ke tubuh mereka.

Terlihat dalam sebuah video yang viral di sosial media instagram dikutip sripoku.com dari @palembang.update, terlihat sepasang kekasih tengah duduk di bibir sumir yang dipenuhi dengan air comberan berwarna hitam pekat disertai bau busuki menyengat.

Dalam video tersebut nampak sang perempuan yang mengenakan hijab berwarna cokelat dibalut baju berwarna senada dan rok hitam diguyur terlebih dahulu.

Baca: Sinta Tewas Disamping Gitarnya, Dua Pengamen Terkapar dan Terbujur Kaku di Depan Rumah Makan

Sambil tertunduk lemas menghadap ke bawah tanah, nampak seorang pria langsung mengguyurnya dengan air comberan muatan 20 kg ember cat.

Melihat kekasihnya diguyur air comberan, sang pria pun nampak merasa kasihan dan memberi kode kepada lelaki yang menyiram untuk menghentikan siraman tersebut.

Baca: Niat Bantu Teman, Uang Shella Rp 400 Juta Lenyap. Uang Tabungan Selama Bekerja Ludes

Setelah itu, giliran sang pria juga diguyur oleh lelaki yang menghukum mereka dengan air comberan berwarn hitam pekat itu.

"Ye abiiii, ye mano mano," ujar pria yang sedang merekam kejadian tersebut.

"Diduga Ketahuan sedang berada berdua di dalam sebuah rumah

Sepasang muda mudi yg belum terikat hubungan suami istri ini akhir nya di arak oleh warga dan di siram air comberan di depan umum

Kejadian di Aceh" tulis @palembang.update.

Baca: Makan Duku di Pasar Kebun Semai, tak Disangka Begini Eskpresi Cawako Mularis Djahri

Melihat kejadian tersebut, netizen pun memberikan komentar beragam.

@muh_novran77Tula galak* gina beduoan laju ketangkap warga

@pinacha14@lisianaaaaaa beeee gile nian

@delfita09Manusia it tdk ad yg smpurna dan tk luput dr hilaf dan slah...lbh baik di nkah kan saja

Baca: Antisipasi Jadwal Liga 1 Molor, Sriwijaya FC Ikuti Mini Turnamen dan Ujicoba dengan Tim Kuat Ini

Hukum Adat Aceh
Hukum Adat Aceh (SRIPOKU.COM/IST)

Dikutip sripoku.com dari berbagai sumber, bagi seseorang melanggar hukum adat di Aceh siap-siap menerima beberapa sanksi berikut:

1. Hukuman pengusiran dari gampong

Pengusiran dari gampong ini disebabkan pelanggar melakukan kesalahan yakni perbuatan zina.

Perbuatan zina tersebut dianggap perbuatan yang sangat memalukan dan bagi masyarakat di Aceh Barat ini sendiri, melakukan zina di kampungnya berarti akan membuat Allah kesal dan diyakini akan membuat gampong menjadi malang sehingga mengundang bala.

Baik itu karena musibah alami seperti banjir, pasang, dan menurunnya rezeki masyarakat setempat yang bertani ataupun menderet karet.

Baca: Saat Pemain Sriwijaya FC Ngemall Bareng. Seru, Rame dan Pecah Banget!

Oleh karena itu, kesepatakan masyarakat menetapkan sanksi pengusiran dari gampong adalah jalan yang terbaik bagi gampongnya selain sanksi berupa pengusiran dari gampong, pelaku tersebut juga tidak dibenarkan kembali ke gampong kecuali pada saat kemalangan tertentu, bahkan di hari hari sekalipun juga tetap tidak dibenarkan untuk kembali ke gampognya.

2. Denda male gampong

Perbuatan asusila yang merusak nama baik gampong diyakini akan kembali jika dilakukan pesta/khanduri agar gampong tersebut kembali lagi maruahnya.

Uang yang diberikan oleh pelaku tindakan asusila tersebut akan diserahkan kepada imum mesjid yang mana nantinya dari rupiah itu digunakan untuk membeli hewan ternak (kambing, kerbau) untuk disembelih dan dimakan bersama-sama dengan masyarakat setempat.

3. Dinikahkan

Meskipun telah dinikahkan dan dosa yang dilakukan pelaku perzinaan tersebut tidak akan diampunkan oleh Allah kecuali yang bersangkutan melakukan taubat, ‘Nikah’ adalah solusi yang terbaik dianggap oleh imum mesjid dan keuchik mengingat belas kasihan wanita yang berzina.

Dengan dinikahkan, otomatis derita yang si perempuan tersebut sedikit berkurang karena tanggungan hidupnya telah ada di pundak lelaki pelaku tersebut.

Sebelum dinikahkan, pelaku tersebut terlebih dahulu dimandikan dengan air comberan (air got) oleh masyarakat dan digiring ke rumah keuchik setempat.

4. Dikucilkan

Pernah di suatu ketika seorang warga yang kedapatan berada di dalam rumah perempuan, meskipun ayah si perempuan tersebut juga ada di rumah, warga setempat juga menggiring si lelaki tersebut ke rumah pemuda dan ketua pemuda mengambil jalan tengah agar dalam tempo tiga bulan lelaki dan perempuan tersebut agar segera menikah.

Namun solusi yang diberikan oleh ketua pemuda tersebut juga tidak menyulutkan amarah dari warga setempat.

Sehingga pada saat berlangsunya pesta penikahan, para pemuda juga bersikukuh dengan pendiriannya untuk tidak menghadiri acara tersebut.

Dan para pemuda di gampong setempat memilih melangsungkan acara tersendiri yakni dengan menyembelih kambing di lapangan olahraga yang dihadiri oleh semua pemuda desa setempat.

5. Melekatnya nama buruk (dicap)

Tentunya kita tidak ingin nama buruk di dalam masyarakat hingga melekat ke keturunan berikutnya.

Di antaranya jangak (pencuri), tukang loem ureng manoe (pengintip wanita mandi), lonte, dan perbuatan lainnya yang dianggap pekerjaan yang memalukan.

Pemberian nama tersebut tidak berakhir hingga akhir hayatnya, melainkan cucunya juga akan dikenal sebagai keluarga yang seperti penulis sebutkan di atas.

6. Peusijuek

Jika di antara masyarakat tersebut terjadi perkelahian walaupun tidak melakuai keduanya, akan tetapi bilamana hal itu diketahui oleh keuchik setempat, kedua pelaku tersebut wajib mem-peusijeuk sesama.

Hal ini dilakukan agar silahturrahmi keduanya bisa berjalan baik dan tidak adanya upaya untuk membalas dendam konon lagi membawa perkara tersebut ke pihak berwajib.

Jalan damai adalah harapan ke dua pelaku tersebut, bahkan jika ada pertumpahan darah maka pelaku tersebut akan menanggung biaya perobatannya.

Adanya sanksi hukum adat ini diharapkan bisa memberi efek jera bagi pelakuknya.

Di samping itu bila terjadi suatu kasus pelanggaran lainya, masyarakat Aceh lebih suka memilih jalan damai dan tidak suka hal tersebut berlarut-larut apalagi harus berurusan dengan pihak berwajib.  

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved