Sama Kekar & Pengawal Penting, Ini Alasan Kenapa Hanya Fernando Ajudan Prabowo yang Meninggal
Kasus pembunuhan di tempat parkir sebuah tempat hiburan malam di Jakarta, Sabtu (20/1/2018) dini hari, cukup menarik perhatian netter.
Penulis: Fadhila Rahma | Editor: Fadhila Rahma
Laporan Wartawan Sriwijaya Post, Fadhila rahma
SRIPOKU.COM - Kasus pembunuhan di tempat parkir sebuah tempat hiburan malam di Jakarta, Sabtu (20/1/2018) dini hari, cukup menarik perhatian netter.
Perkelahian yang berujung kematian pada dasarnya merupakan hal biasa yang sering ditemukan.
Namun kali ini viral karena korban dan terduga pelaku bukan orang biasa.
Korban atas nama Fernando Wowor merupakan kader Gerindra sekaligus pengawal politisi Ketua Umum DPP Prabowo Subianto.
Sementara terduga pelaku adalah Briptu AR, anggota Brimob.
Belakangan diketahui, kedua orang tersebut sama-sama menjadi pengawal di usia muda.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, membeberkan suatu fakta mengenai Briptu AR, pelaku penembakan yang menewaskan kader Gerindra, Fernando Wowor.
Setyo mengatakan jika Briptu AR pernah menjadi ajudan dari mantan Dankor Brimob Irjen Murad Ismail.
Sebagai dua orang yang bertubuh kekar dan tentunya jago, netter penasaran kok bisa disebut perkelahian sementara yang me njadi korban meninggal hanya Fernando Wawo, sementara Briptu AR sudah melewati masa kritis dan kini menjalani perawatan di rumah sakit.
Baca:
Lagi Tidur Matikan Lampu, Wanita Ini Pasrah Ditiduri, Pas Bangun Bukan Suami, ternyata
Joko Widodo Dipuji Koran Jepang dan Diberitakan 2 Halaman
Berikut keterangan sementara dari rekan korban:
Kepolisian Resor Kota Bogor tengah menyelidiki kasus perkelahian yang melibatkan seorang anggota polisi dan berujung pada tewasnya seorang warga sipil, diduga kader Partai Gerindra.
"Sabtu dini hari sekitar pukul 2.00 WIB terjadi perkelahian antara anggota kita dengan masyarakat," kata Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Bagus Pramono di Mapolresta Bogor, dikutip Antara.
Polisi menyatakan anggota Brimob tersebut dalam keadaan koma dan kritis di Rumah Sakit Kramatjati, Jakarta, dan korban sipil meninggal karena luka tembak.
Kepolisian menyatakan identitas kedua pihak yang terlibat perkelahian adalah Brigadir R dan warga sipil berinisial F.
Sementara data dari lapangan menunjukkan warga tersebut bernama Fernando (29).
"Kita tidak tahu masalahnya apa, dalam penyelidikan. Saksi-saksi sudah diamankan, begitu juga barang bukti," kata Bagus.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat bidang Advokasi Partai Gerindra, Habiburokhman, mengatakan korban adalah seorang kader partainya, Fernando Wowor.
Melalui keterangan tertulis yang diperoleh CNNIndonesia.com, Habiburokhman menceritakan kronologi kejadian ini berdasarkan cerita teman Fernando yang juga berada di lokasi, Rio Endika Putra Pradana.
Menurutnya, kejadian berawal pada 2.00 WIB ketika Fernando dan Rio hendak mengunjungi restoran Dunkin Donuts dan lapangan parkir yang berada di samping lokasi tampak penuh.
"Kemudian diarahkan oleh tukang parkir Lips untuk parkir di depan ruko-ruko, kebetulan ada kosong satu," bunyi keterangan Habiburokhman, merujuk kepada salah satu tempat hiburan malam yang ada di lokasi.
Saat mobil belok, mobil diadang oleh seorang laki-laki yang mengendarai motor besar BMW berwarna abu-abu. "Dia mainkan gas motornya seakan sedang acara konvoy."
"Motor ini harganya sama dengan mobil itu. Kamu yang mundur atau aku yang mundur?" kata Habiburokhman, menirukan perkataan orang tersebut.
Arif, salah seorang teman korban, turun dari mobil dan mencoba berbicara dengan lelaki itu.
Namun, kata Habiburokhman, dia kemudian malah marah-marah sambil mencabut senjata laras pendek.
Rio turun dari mobil dan berusaha mendinginkan dan melerai, tapi situasi memanas dan pistol itu diarahkan ke kepala Arif.
Rio memegang tangan orang tersebut dan mengatakan "jangan begitu, Mas."
"Dia makin marah, moncong pistolnya digetok-getokin ke kepala Arif." Karena khawatir, Rio kemudian berusaha merebut senjata ketika Fernando turun dari mobil dan perhatian teralihkan.
Saat itulah terjadi kontak fisik, di mana Rio dan Fernando menjatuhkan lelaki tersebut dan memiting lehernya untuk merebut senjata.
Kemudian, keadaan semakin kacau setelah warga sekitar ikut memukuli pembawa pistol.
Tiba-tiba, kata Habiburokhman, Rio ditarik dari belakang dan berhenti dari usahanya membalik badan.
"Tiba-tiba 'DOR', kawan saya Fernando Wowor tumbang," kata Rio sebagaimana dituturkan Habiburokhman.
"Saya kaget, lalu saya tangkap lagi pistol si pelaku dengan agak memaksa ibu jarinya tekan tombol pelepas magazen."
"Pistolnya berhasil saya ambil, posisi di situ, si penembak digebukin oleh banyak orang lain, entah siapa, saya tidak peduli."
Kemudian korban dibawa ke Rumah Sakit Vania dalam keadaan sudah meninggal.
Menurut polisi, korban sedang diotopsi untuk memastikan penyebab kematian dan dari arah mana tembakan datang.
"Ini perkelahian, ada perebutan senjata api. Kita datangi lokasi, sementara masih pendalaman, dari mana anggota, dalam rangka apa, semua masih pendalaman," kata Bagus.
Menurut Bagus, anggota yang terlibat perkelahian berada di lokasi bersama dengan calon istrinya. Sementara senjata yang digunakannya merupakan perlengkapan perorangan Polri yang dilengkapi surat-surat kepemilikan.
Baca:
Diduga Tipu Ratusan Juta Laudya Cynthia Bella Tinggalkan Suami & Buat Pengakuan Ini
Bukan Hoax! Dua Ramalan Mbah Mijan Akhirnya Terbukti, Soal Ahok dan Gempa Bumi, Ini Buktinya

Pertanyakan Senjata Api
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mempertanyakan pistol yang dibawa oleh Briptu AR untuk menembak ke dada Fernando.
Menurutnya, senjata itu bukanlah senjata organik milik kesatuan Brimob Polri.
Terlebih, jelas dia, anggota Brimob Kelapa Dua itu membawa senjata pada malam hari saat tidak bertugas.
"Senjata api yang digunakan untuk menembak, sepertinya bukan senjata organik Korps Brimob. Ini harus diusut darimana dia dapat senjata itu?" tukas Neta.
Jelas, menurutnya, hal itu juga memperlihatkan sikap 'semau gue' anggota Brimob kepolisian.
Sekaligus menunjukkan betapa lemahnya pengawasan terhadap anggota Korps Brimob oleh atasan dan institusinya.
Lebih jauh, Neta mengatakan kasus penembakan ini tentu sangat mencoreng Korps Brimob dan bisa berpengaruh serius pada mantan Dankor Brimob yang akan mengikuti pilkada di Maluku.
Bagaimana pun ini akan membuat masyarakat takut jika bertemu dan berurusan dengan anggota Brimob.
"Untuk itu Polri harus mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas atasannya yang ceroboh mengawasi anak buahnya. Gerindra juga harus terus mengawasi kasus ini agar diusut tuntas dan agar tidak terulang lagi. Selain itu Korps Brimob perlu meminta maaf kepada publik atas kasus ini," tukasnya.