Pahala Orang Puasa Senin Kamis Tetap Mengalir Jika Tidak Berpuasa, Begini Niatnya Yang Benar
Modal utama niat adalah kesadaran, karena ketika kita sadar akan apa yang kita kerejakan lalu ingin mengamalkannya, maka itu adalah sebuah niat.
SRIPOKU.COM-- Membiasakan diri untuk melakukan puasa Senin Kamis adalah suatu hal yang paling diutamakan dalam hal melakukan ibadah puasa sunnah.
Dikatakan diutamakan karena puasa Senin Kamis merupakan ibadah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan oleh umat Islam.
Selain itu, puasa Senin Kamis merupakan puasa yang langsung dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang sudah pasti jika suatu hal yang dikerjakan oleh Beliau tersebut maka ibaah tersebut lebih dianjurkan kepada umatnya.
Puasa Senin kamis juga memiliki keistimewaan tersendiri di mata Allah SWT bagi setiap orang mukmin yang secara rutin mengerjakannya.

Allah SWT akan memberikan pahala puasa secara langsung kepada orang yang melakukannya.
"Puasa itu milik-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan kebaikan itu akan dilipatgandakan sebanyak 10 kali lipat." (HR. Bukhari dan Abu Daud).
Maksud dari hadits diatas adalah mengerjakan puasa secara umum, baik puasa secara wajib maupun puasa sunnah, termasuk puasa Senin Kamis.
Rasulullah SAW menyatakan bahwa pada hari Senin dan Kamis semua amalan-amalan manusia akan dihadapkan kepada Allah Taala, maka itu Rasulullah sangat suka berpuasa di hari Senin dan Kamis, karena Beliau menginginkan kondisinya dalam keadaan berpuasa ketika amalannya dihadapkan kepada Sang Pencipta.

Orang yang sudah terbiasa melakukan puasa Senin dan Kamis maka ia akan mampu untuk mengendalikan hawa nafsunya yang selalu bergejolak dalam hati dan pikirannya.
Untuk melakukan puasa Senin Kamis, maka harus diniatkan di dalam hati dengan ikhlas karena Allah SWT semata, bukan karena yang lain, itulah puasa yang benar yang diterima Allah.
Niat Puasa Senin Kamis Yang Benar
Niat untuk melakukan puasa Senin Kamis sama dengan niat dalam melakukan ibadah-ibadah lainnya, yaitu bukan hanya dengan lisan saja, tetapi juga di niatkan di dalam hati, karena kati merupakan tempatnya niat.
“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)
“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).

Berdasarkan hadits diatas, sebuah amal ibadah akan diterima oleh Allah Taala jika dilakukan dengan niat yang benar.
Karena niat itu tempatnya di dalam hati, maka kita harus melakukan niat itu benar-benar di dalam hati jangan hanya di lisan saja.
Modal utama niat adalah kesadaran, karena ketika kita sadar akan apa yang kita kerejakan lalu ingin mengamalkannya, maka sudah tentu itu adalah sebuah niat.
Niat yang benar adalah diucapkan dengan lidah dan dibenarkan oleh hati, yakni lidah mengucapkan lalu diiringi oleh hati.
Berikut ini adalah niat yang benar untuk melakukan puasa Senin Kamis:

Niat Puasa pada hari Senin:
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمَ اْلاِثْنَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
Nawaitu Sauma yaumal itsnaini sunnatan lillahi taa'ala
Artinya: Saya niat puasa hari Senin, sunnah karena Allah ta'ala
Niat Puasa pada hari Kamis:
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
Nawaitu sauma yaumal khomiisi sunnatan lillahi ta'ala
Artinya: Saya niat puasa hari Kamis, sunnah karena Allah ta'ala.
Ketika Anda memiliki kebiasaan untuk melakukan sebuah amal kebaikan tertentu, baik itu berupa sholat, zakat, puasa maupun amal-amal kebaikan lainnya yang dilakukan secara terus menerus hingga sampai Anda tidak dapat melakukannya karena suatu udzur seperti sakit dan sebagainya, maka Pahala dari amal yang secara rutin anda lakukan tersebut akan tetap mengalir.

Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seorang hamba itu sakit atau bepergian maka dicatat untuknya (pahala) sebagaimana (pahala) amalnya yang pernah dia lakukan ketika di rumah atau ketika sehat.” (HR. Bukhari 2996).
Al Hafidz al-‘Aini mengatakan:
”Hadis ini bercerita tentang orang yang terbiasa melakukan amal ketaatan kemudian terhalangi (tidak bisa) mengamalkannya karena udzur, sementara niatnya ingin tetap merutinkan amal tersebut seandainya tidak ada penghalang.” (Umdatul Qori, 14/247)
Karena itu merupakan salah satu dari sekian banyak keistimewaan orang yang beriman yang melakukan sebuah amal kebaikan secara rutin.
Seperti firman Allah dalam Qs. At Tin: 6:
"Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus,". (herwis/berbagai sumber)