Disebut sebagai Negara Teroris, Ini Kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Saya tidak biasa menerima ceramah soal moralitas dari seorang pemimpin yang membom penduduk desa Kurdi di negara asalnya
SRIPOKU.COM, PARIS - Pernyataan keras dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang menyebut Israel sebagai negara teroris mendapat kecaman dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Hanya berselang jam setelah pernyataan Presiden Erdogan, PM Israel yang sedang dalam kunjungan ke Paris, Perancis balas menyebut Erdogan tak pantas berkomentar soal teroris.
Dalam kesempatan konferensi pers bersama dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Netanyahu menyebut Erdogan bukan sosok yang pantas menceramahinya soal moralitas.
"Saya tidak biasa menerima ceramah soal moralitas dari seorang pemimpin yang membom penduduk desa Kurdi di negara asalnya, yang memenjarakan wartawan, yang membantu Iran mengatasi sanksi internasional."

"Dan siapa yang membantu teroris, termasuk di Gaza, membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Bukan orang yang berhak menceramahi kami," kata dia dikutip dari AFP.
Komentar tersebut juga langsung mendapat balasan dari juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin yang mengatakan, Israel sebaiknya segera mengakhiri kependudukan di wilayah Palestina daripada mengomentari pemimpin negara lain.
"Daripada membawa-bawa negara dan pemimpin kami, akan lebih baik jika Israel segera mengakhiri pendudukannya di atas wilayah Palestina," kata Kalin.

Hubungan diplomatik kedua negara dalam beberapa tahun terakhir sebenarnya mulai kembali terjalin. Namun Erdogan terus membela Palestina dan mengritik kebijakan Israel.
Erdogan bahkan sempat mengancam akan kembali memutus hubungan diplomatiknya dengan Israel, menyusul pengakuan AS terhadap Yerusalem sebaga ibu kota Israel.
Rakyat Palestina Harus Menerima
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memulai rangkaian kunjungannya ke Eropa pada Minggu (10/11/2017) untuk menghadapi kritik luas terkait keputusan Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dalam kunjungan pertamanya, dia bertemu dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron.

Dilansir dari Al Jazeera, Netanyahu mengatakan, pengakuan Trump sesuai dengan fakta-fakta yang ada dan rakyat Palestina harus menerima Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Semakin cepat rakyat Palestina menerima kenyataan ini, semakin cepat kita menuju perdamaian," katanya.
"Inilah sebabnya mengapa menurut saya pengumuman Presiden Trump begitu bersejarah dan sangat penting untuk perdamaian," tambahnya.
Baca: Yerusalem, Primadona Wisata Rohani Umat Kristiani
Baca: Gila! Ratu Bintang Porno Ini Blak-blakan Sebut Israel Begini. Sampai Dibanjiri Kecaman!
Baca: Israel Ledakkan Terowongan dari Jalur Gaza ke Wilayah Israel, 7 Orang Palestina Tewas
Menurut dia, ada usaha serius yang sedang dilakukan Pemerintah AS dalam upaya perdamaian Israel-Palestina.
Terkait hal itu, Netanyahu juga telah mencoba menghubungi Presiden Palestina Mahmoud Abbas lebih dari satu kali.
Baca: Tiga Hal Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Kota Suci Yerusalem
Baca: Bukan Cuma Donald trump, Google pun ikut Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, Warganet Marah
Baca: Memahami Yerusalem Sebagai Kota Suci Tiga Agama
Dalam konferensi pers bersama tersebut, Macron mengkritik keputusan Pemerintah AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dia menentang keputusan Presiden AS Donald Trump terkait Yerusalem karena bertentangan dengan hukum internasional.
"Perancis tetap yakin bahwa satu-satunya solusi sesuai dengan hukum internasional adalah pembentukan dua negara yang hidup berdampingan secara damai ini hanya dapat terjadi melalui negosiasi," katanya.
Kunjungan Netanyahu ke Paris terselenggara empat hari setelah Trump mengabaikan peringatan yang meluas dari masyarakat internasional terkait pengakuannya terhadap Yerusalem.
Trump juga mengumumkan rencana memindahkan kedutaan negaranya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Langkah sepihak itu dikecam keras oleh para pemimpin di seluruh dunia, termasuk di Eropa, dan menyebabkan demonstrasi massal di wilayah-wilayah kedudukan Palestina dan di negara lain. (Penulis: Veronika Yasinta)