Hari Pahlawan
Nilai Hari Pahlawan dan 13 Fakta yang Tak Banyak Diketahui Generasi Zaman Now
Nilai-nilai Hari Pahlawan itu terlihat dari 13 fakta yang tidak banyak diketahui para generasi zaman kini (kids jaman now).
Penulis: Hendra Kusuma | Editor: Hendra Kusuma
SRIPOKU.COM-Tepatnya 10 November, merupakan hari Pahlawan yang fenomenal dan bukti-bukti dari sejarah hebat bangsa Indonesia yang hingga kini tetap menjadi tertanam di hati para generasi.
Nilai-nilai Hari Pahlawan itu terlihat dari 13 fakta yang tidak banyak diketahui para generasi zaman kini (kids zaman now).
Oke sebelum memasuki 13 fakta, mari kita simak penyataan dari beberapa tokoh nasional soal Hari Pahlawan.
Seperti dilansir dari Tribunnews, Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie mengimbau, masyarakat menghayati peringatan Hari Pahlawan.
Dia menilai, Hari Pahlawan merupakan momentum penting.""Hari Pahlawan harus jadi ajang untuk membangun tradisi yang positif. Terutama tradisi positif saat melihat keadaan," ujarnya, Kamis (9/11/2017).
Terutama soal jasa dan semangat pahlawan yang berjuang demi kemerdekannya tanah air. "Kita punya hak secara moral untuk bermimpi tentang masa depan maka nilai kepahlawanan itu wajib hukumnya kita tanamkan," jelasnya.

Semenara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan keutaman sikap dan pribadi para pahlawan.
"Intinya bahwa di setiap masa selalu ada orang-orang yang berjuang memikirkan lebih dari kepentingan dirinya. Dan mereka yang berjuang seperti itulah yang akan menjadi pahlawan," kata Anies Kamis (9/11/2017).
Mantan Mendikbud ini pun meyakini banyak orang Indonesia yang memperjuangkan kepentingan masyarakat."Dan kita yakin di Indonesia masih banyak sekali orang yang bekerja, berkarya, lebih dari kepentingan pribadinya," jelasnya.
Nah, jika sudah demikian, mari kita simak beberapa fakta sejarah dan perjuangan para pahlawan. Generasi Jaman Now harus tahu bagaimana Perjuangan Para Pahlawan masa lalu yang harus dikenang dan dijadikan pelajaran serta nilai-nilai untuk membangun bangsa Indonesia dan menjadi Kepulauan Nusantara ini lebih bermatabat.
Baik cerita kita dimuilai dari pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda, yang dikutip dari berbagai nara sumber dan berita unik.
Peristiwa 10 November 1945 ini dimulai dari Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.(Ricklefs 1991 : 217).
1. Pertempuran tanggal 10 November di kota Surabaya
Adalah pertempuran pertama setelah Indonesia Merdeka, dan menjadi salah satu perang paling hebat paling terdasyhat yang pernah terjadi di dalam Sejarah Republik Indonesia. Darah yang tertumpa, air mata yang mencurah membahasa bumi Surabaya dan Indonesia yang menjadi simbol perlawanan dan mempertahankan keutuhan Nusantara.
2. Perlu diketahui bahwa, pertempuran 10 November dipicu oleh kedatangan Belanda.
Belanda yang tidak terima kedaultan Indonesia, mereka membonceng Inggris serta NICA. Dari sini dimulailah agresi Belanda dan Indonesia melakukan perlawanan, karena Belanda ingin menduduki Indonesia setelah merdeka dan jepang menyerah kepada Pasukan Sekutu.
3. Hati para pejuang menjadi terluka dan marah.
Dari sinilah meletus perang. Bermula dari sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 19 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
4. Perundingan yang rumit dan menegangkan
Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa, lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.