Delapan Buruh Tebang Kayu Akasia Asal Sambas KalbarTelantarkan di Muaraenim
Sebanyak delapan orang buruh yang berasal dari Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), melapor ke Polres Muaraenim.
Penulis: Ardani Zuhri | Editor: Tarso
SRIPOKU.COM, MUARAENIM-- Sebanyak delapan orang buruh yang berasal dari Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), melapor ke Polres Muaraenim.
Diduga mereka telah diterlantarkan oleh perusahaan yang merekrutnya bekerja di sebuah perusahaan penebangan kayu Akasia di Kabupaten Muaraenim, di Mapolres Muaraenim, Selasa (25/4/2017).
Adapun kedelapan orang tersebut adalah Markal Palin (39) dan Supriadi (42) keduanya warga Desa Arung Medang Kecamatan Tanggaran, Gaga (24) dan Jusnardi (38) keduanya Desa Sungai Serabek, Kecamatan Teluk Keramat, Beje (38) Desa Pancur Kecamatan Tangaran, serta Pasutri bersama anaknya yakni Sahrul (32), Paini Kari (37) dan Ririn (4) ketiganya warga Desa Pancur.
Menurut Markal Palin yang menjadi pimpinan rombongan, bahwa awalnya mereka berdelapan diajak oleh Edi Maskal dari manajemen PT SMP untuk bekerja di Kabupaten Muaraenim sebagai penebang kayu Akasia.
Kemudian mereka tertarik, dan sebelum pergi mereka dipinjami uang Rp 27 juta untuk tujuh orang yang nantinya akan dibayar setelah mereka bekerja di Kabupaten Muaraenim oleh PT SMP. Baru kerja sebulan, ternyata kayu Akasia yang akan ditebang sudah habis, dan mereka dipindahkan ke tempat lain, tetapi anggotanya tidak mau bekerja karena takut dikejar-kejar oleh orang kampung sebab kayu yang ditebang milik masyarakat.
Karena pekerjaannya tidak sesuai yang diharapkan, akhirnya mereka minta kembali pulang saja ke Sambas. Kemudian mereka diantar oleh Tere karyawan PT SMP ke RM Baki di Muaraenim dengan alasan mereka akan dijemput kembali oleh orang yang merekrutnya kembali ke Sambas.
Memang kontrak kami itu selama lima bulan dari Januari sampai Mei.
"Kami sudah telepon Edi Maskal dan Tere namun tidak mau mengangkat sehingga kami terlunta-terlunta. Sudah dua malam di RM Baki, untung pemiliknya berbaik hati memberi kami makan dan tidur ditempatnya. Kami hanya ingin pulang saja," ujar Markal.
Sementara itu menurut Tere dari PT SMP bahwa para pekerja tersebut memang direkrut oleh Edi Maskal orang Sambas.
Mereka dikontrak kerja selama lima bulan PT SMP (Sumatera Musi Persada). Mengenai masalah mereka terlantar atau tidak, pihaknya baru tahu, karena sebelum mereka antar ke RM Baki, pihaknya sudah menghubungi Edi Maskal untuk mengurusnya, dan ia sudah mengiyakan.
"Nanti saya akan hubungi lagi Edi Maskal, kalau biasanya tidak ada masalah. Kami hanya mengantar ke RM Baki, nanti seluruh urusan pemulangan diurus oleh Edi Maskal," ujarnya.
Ketika dikonfirmasi ke Edi Maskal yang mengaku sebagai koordinator tenaga kerja pada PT SMP, membantah jika dirinya menelantarkan mereka. Sebab sebelumnya, antar perusahaan dan para pekerja tersebut diikat oleh kontrak kerja selama lima bulan yakni dari bulan Januari - Mei.
Namun baru dua bulan bekerja, mereka minta kirimi uang ke keluarga mereka di Kalimantan sebesar Rp 10 juta.
Kemudian mereka diajak pindah menebang di dalam hutan, namun baru masuk sebentar mereka mau minta pulang.
Hal tersebut disebabkan karena mereka minta hasil pekerjaan mereka dihitung menggunakan kubikasi sedangkan pihak perusahaan menggunakan sistim ton.