Ini Penyebab Kekalahan Pasangan Ahok-Jarot, Berdasarkan Riset LSI Denny JA

Berikut lima penyebab kekalahan pasangan petahana (incumbent) ini berdasarkan hasil riset LSI Denny JA yang dirangkum Tribun-Timur.com

Editor: Tarso
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat bersama Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat mengikuti debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (12/4/2017). Debat kali ini bertemakan 'Dari Masyarakat Untuk Jakarta' serta adanya pertanyaan dari berbagai komuitas yang diundang oleh KPU DKI Jakarta. 

SRIPOKU.COM - Hasil quick count seluruh lembaga survei yang mengadakan perhitungan cepat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, Rabu (19/4/2017) memenangkan pasangan Anis Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahudddin Uno nomor urut 3.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) menunjukkan pasangan Basuki dan Djarot hanya meraih 44,14 persen suara, sedangkan pasangan Anies dan Sandiaga meraih 55,86 persen suara.

Kendati dinyatakan kalah, namun pemenang sah adalah yang akan diumumkan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta berdasarkan hasil real count.

Kekalahan pasangan petahana telah diprediksi sejumlah lembaga survei dan konsultan politik, sebelumnya.

Saat pemungatan suara putaran pertama, pasangan Ahok, sapaan Basuki dan Djarot malah menang.

Lalu, apa sebenarnya penyebab petahana kalah pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022?

Peneliti dari lembaga survei sekaligus konsultan politik LSI Denny JA, Adjie Alfaraby dan Ardian Sopa pernah membeberkan sebelumnya.

Berikut lima penyebab kekalahan pasangan Ahok-Jarot berdasarkan hasil riset LSI Denny JA yang dirangkum Tribun-Timur.com:

Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berada di ruang sidang PN Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016)
Ahok (Ist)

1. Kesamaan Profil Pemilih
Pendukung, termasuk partai politik pengusung pasangan nomor urut satu, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni yang kalah pada putaran pertama lebih banyak mengalihkan dukungan kepada pasangan Anies dan Sandiaga.

Hal ini didasari kesamaan profil pemilih.

2. Kebijakan Tak Pro Rakyat
Akibat kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang dinilai tak pro kepada rakyat.

Kebijakan tersebut, antara lain berupa penertiban kawasan pemukiman dan reklamasi di pantai Jakarta Utara.

3. Sentimen Anti-Ahok
Faktor sentimen anti-Ahok karena kapitalisasi isu agama dan primordial.

Ahok dianggap tak pas untuk memimpin pemerintahan DKI Jakarta karena bukan pemeluk agama yang mayoritas dipeluk warga DKI Jakarta.

Berdasarkan asil riset LSI Denny JA, sekitar 40 persen pemilih yang beragama Islam di DKI Jakarta tidak bersedia dipimpin oleh Ahok yang non-Muslim.

Mereka berupaya keras agar Ahok kalah dan tidak memimpin lagi DKI Jakarta.

Selain itu, dia juga berasal dari kelompok etnis minoritas.

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Tribunnews.com)

4. Kasar dan Arogan
Karakter Ahok yang kasar dan arogan.

Sikap mantan Bupati Belitung Timur itu dianggap bukan tipe pemimpin yang layak memimpin Jakarta karena omongannya kerap dianggap kasar.

Puncaknya, ketika dia blunder soal ayat suci Alquran.

Belum lagi sikapnya yang dinilai tidak konsisten, suatu ketika mencerca partai politik dan hanya ingin maju lewat jalur independen.

Namun, selanjutnya ia berjuang mencari dukungan partai politik.

5. Kompetitor Baru
Hadirnya kompetitor baru yang menjadikan pemilih memiliki alternatif dalam memilih pemimpin DKI Jakarta.

Pasangan Anies dan Sandiaga, serta pasangan Agus dan Sylviana menjadi alternatif pemilih yang pro maupun kontra Ahok.

Rencana Ahok Bersenang-senang
Dalam kontestasi politik ini, tentu ada pasangan terpilih dan kalah/gagal.

Jika gagal terpilih menjabat gubernur, calon telah memikirkan pekerjaan apa akan dilakukan kembali.

Apakah bakal kembali menjalani pekerjaan seperti sebelumnya atau ada yang lain.

Seperti pernah disampaikan Ahok, sapaan Basuki.

Ahok memilih bakal senang-senang bersama dengan keluarganya sebab selama ini waktu kebersamaan dengan keluarga sangat kurang.

"Saya mau jalan-jalan beli Range Rover, jual tanah. Ngapain lagi kerja sampai malam ngurusin orang. Sama keluarga, bisa jalan-jalan naik Range Rover," ujar Ahok dalam diskusi buku "A Man Called Ahok" di Jakarta, Jumat (20/1/2017).

Ahok mengaku dirinya ikhlas bila tak terpilih lagi untuk memimpin pemerintahan Jakarta dua periode.

Lebih mengejukan, Ahok mengaku ditawari pekerjaan bergaji Rp 250 juta per bulan bila tak gagal menjabat lagi gubernur.

"Ada yang sudah nawarin kok gaji Rp 250 juta per bulan di luar bonus. Mana bisa dapat duit segitu kalau jadi gubernur," ujarnya tertawa.(tribun timur)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved