Teknologi dan Gadget

3 Syarat, agar Bisnis Digital Tak Memicu Mudarat

Teknologi digital telah berkembang pesat dalam dekade terakhir. Menurut data World Bank, setiap hari ada 207 triliun pengiriman e-mail, 8,8 triliun ak

Editor: Bedjo
zoom-inlihat foto 3 Syarat, agar Bisnis Digital Tak Memicu Mudarat
google
ILUSTRASI

Implikasinya beragam. Mulai dari pertumbuhan bisnis digital yang tersendat hingga pelambatan kesempatan kerja akibat konflik sosial.

Misalnya seperti yang terjadi hari ini, Senin (14/3/2016), saat para sopir taksi dan angkutan umum mogok masal untuk memprotes keberadaan sarana transportasi berbasis aplikasi.

Bisnis digital dan bisnis tradisional seharusnya tak perlu berbenturan, kalau saja sudah ada aturan yang bisa mengakomodir semua pihak.

Pemerintah Indonesia terus melakukan diskusi dengan berbagai pihak. Untuk poin ini, penguatan regulasi untuk bisnis digital yang digencarkan masih berkutat di tahap perpajakan dan jaminan keamanan pelanggan.

Contohnya antara lain tertuang dalam roadmap e-commerce yang sudah rampung per Februari lalu, serta aturan OTT asing yang ditargetkan kelar pada April 2016 mendatang.

Kedua, memantapkan skill pekerja untuk menghadapi era ekonomi baru.
Pada dasarnya, konektivitas memudahkan komunikasi sehingga kesempatan kerja seharusnya meningkat.

Di sisi lain, teknologi yang semakin pintar juga akan memangkas beberapa pekerjaan manusia. Misalnya pekerjaan menerjemahkan naskah bahasa asing, mendiagnosisa indikator kesehatan, dan pekerjaan-pekerjaan prosedural lainnya.

Untuk itu, manusia harus lebih pintar dibandingkan mesin agar bisa mendapat upah layak. Manusia harus memiliki kemampuan-kemampuan yang sulit ditiru oleh mesin.

Selain itu, industri teknologi yang berkembang pesat juga melengserkan industri-industri yang tadinya mapan. Misalnya agen travel, penjual buku, atau toko musik.

Mereka digantikan e-books, musik digital, dan mesin pencari untuk mendapat informasi apapun. Maka para pekerja harus beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut jika ingin turut menikmati "digital dividends".

Ketiga, menghapus tembok antara lembaga negara dan teknologi.
Pemerintahan berbasis elektronik (e-government) diharapkan bisa meningkatkan efisiensi pelayanan masyarakat. Misalnya dengan sistem pembayaran pajak online, serta sistem birokrasi lain yang lebih memudahkan masyarakat.

Tapi e-government bukan cuma soal efisiensi. Hal yang tak kalah penting adalah komunikasi rakyat dan pejabat pemerintah.

Sistem e-government yang baik seharusnya bisa membantu menghimpun suara masyarakat atas berbagai kebijakan pemerintah. Dengan begitu, sistem pengendalian dari bawah ke atas (bottom-up) akan lebih lancar.

Jangan sampai sistem pemerintahan yang serba online justru menjauhkan pemerintah dan rakyat.

Jika tiga upaya di atas urung dilakukan, pemanfaatan teknologi digital justru bisa membawa mudarat.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved