Perwakilan Warga Muratara Minta Bantuan Lembaga Hukum

Perwakilan warga yang berjumlah tujuh orang tersebut, mencari keadilan datang ke Palembang untuk meminta lembaga bantuan hukum.

Editor: Tarso

SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Merasa resah dan khawatir akan lahan mereka yang berada di Dusun 7 Desa Beringin Makmur II Kecamatan Rawas Ilir Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) akan dicaplok oleh salah satu perusahaan kebun karet, membuat ratusan warga yang diwakilkan beberapa orang akhirnya mencari keadilan.

Para perwakilan warga yang berjumlah kurang lebih tujuh orang tersebut, mencari keadilan dengan datang ke Palembang untuk meminta bantuan hukum dari lembaga bantuan hukum. Selain itu, mereka juga mengadukan nasib yang dialaminya ke media dengan tujuan agar diketahui yang sebenarnya.

Menurut keterangan koordinator perwakilan warga, Yetra, setidaknya perusahaan tersebut telah mencaplok lahan milik warga sekitar 78 hektare yang dimiliki oleh 23 Kepala Keluarga (KK) dari total sebanyak 384 KK.

"Jadi lahan seluas 78 hektare sudah diambil dan dikuasainya. Seluruh tanaman yang ada di lahan tersebut berupa perkebunan karet juga ikut diratakan termasuk juga pondok-pondoknya," jelasnya.

Lantaran hal tersebut, dikatakan Yetra, sehingga warga lainnya yang berjumlah ratusan yang juga memiliki lahan di wilayah tersebutpun menjadi resah dan khawatir lahannya juga akan dikuasai oleh perusahaan tersebut.

"Mereka mengklaim semua lahan yang digarap warga adalah milik mereka. Padahal, warga memiliki bukti kepemilikan berupa surat dari Camat," terangnya.

Padahal, masih dikatakan Yetra, perusahaan tersebut belum memiliki izin dari Pemerintah Kabupaten Muratara. Dan hal itu dibuktikan dengan adanya surat yang diterbitkan Bupati Muratara untuk Gubernur Sumsel dengan nomor 522/386/I/2015 tertanggal 21 Oktober 2015.

"Bupati juga sudah ikut turun tangan untuk permasalahan ini, tapi hingga saat ini juga belum ada titik terang. Pihak perusahaan hanya selalu mengiyakan saja tetapi tak pernah ada bukti," ungkapnya.

Ia juga menyampaikan, dengan adanya kejadian ini, warga yang tinggal di sekitar lokasi juga banyak mengalami kesusahan. Banyak jalan masuk ke lahan mereka yang sengaja diputus oleh perusahaan dengan menggunakan alat berat maupun diportal.

"Warga asli sana saja, mau masuk ke lahan mereka yang memang masih sedikit hutan harus menunjukkan kartu identitas, tentu ini hal yang sangat konyol. Dan kami juga berharap, jangan sampai ada aksi anarkis hingga harus cepat diselesaikan," tuturnya.

Sementara itu, menurut keterangan seorang warga yang menjadi korban, Fajar, setidaknya sebanyak 10 hektare lahan miliknya yang ditanami karet telah dicaplok perusahaan tersebut.

"Semua diratakan dengan alat berat termasuk juga pondok milik saya. Aksi perataan tersebut terjadi September 2015 lalu," jelasnya.

Kepala Dusun setempat, Arama Ariansyah mengatakan, piahaknya bersama warga lainnya ingin tetap mempertahankan lahan dan tak ingin melepaskannya meskipun diganti rugi oleh perusahaan tersebut.

"Kita ingin lahan dikembalikan dan tak menginginkan yang lain. Karena kita sudah berada di sini terlebih dahulu ketimbang perusahaan tersebut. Dan lahan ini merupakan satu-satunya tempat kami mencari nafkah," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Keamanan PT SBB, Joni saat dikonfirmasi melalui ponselnya mengatakan, sebenarnya ia tak berkompeten untuk masalah ini. Sehingga ia pun mengarahkan untuk mengkonfirmasi kepada atasannya yang lebih berkompeten.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved