Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Walhi Bentang Spanduk di Tongkang

Aksi Walhi digelar dengan pembentangan spanduk di atas tongkang batubara yang melintas di Sungai Musi.

Penulis: Deryardli | Editor: Soegeng Haryadi
ISTIMEWA
Walhi Sumsel membentang spanduk di atas tongkang batubara yang melintas di Sungai Musi, Palembang, Sabtu (6/6/2015). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -– Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi wilayah Sumsel berunjuk rasa memperingati Hari Lingkungan Hidup yang jatuh tanggal 5 Juni tiap tahun.

Aksi Walhi digelar dengan pembentangan spanduk di atas tongkang batubara yang melintas di Sungai Musi, Sabtu (6/6/2015).

Koordinator Aksi yang juga Ketua Desk Disaster Walhi Sumsel, Dino Mathius mengatakan, aksi itu sebagai bentuk tuntutan terhadap pemerintah dan perusahaan pertambangan yang mengeksploitasi alam dan kekayaan Sumsel namun mengesampingkan kepeduliannya terhadap lingkungan.

“Masih banyak lingkungan yang rusak diakibatkan oleh aktifitas perusahaan pertambangan. Mereka tidak ramah lingkungan dan eksploitatif terhadap sumber daya alam. Makanya aksi ini dilakukan agar jadi perhatian bagi mereka, baik pemerintah maupun perusahaan,” ujarnya kepada Sripo, Minggu (7/6/2015).

Spanduk warna putih berukuran enam meter yang bertuliskan ‘Lindungi Sumber Daya Alam, Tegakkan dan Adili Penjahat Lingkungan’ itu dibawa dan dibentangkan oleh aktivis dari Walhi Sumsel.

Meski mendapat larangan dari pemilik tongkang, mereka tetap melakukannya hingga 30 menit.

Dino menjelaskan, Sumsel menjadi salah satu provinsi yang memiliki ancaman kerusakan lingkungan terbesar akibat pertambangan batubara.

Tercatat ada 30 persen atau sekitar 2,7 juta hektar dari 8,7 juta hektar luas wilayah Sumsel berstatus izin usaha pertambangan, baik ekplorasi maupun operasi produksi.

“Pemerintah mulai obral izin pertambangan sejak tahun 2009 lalu. Ketika itu pula banyak terjadi kasus lingkungan mulai dari kerusakan akibat pencemaran yang terjadi di Sungai Musi dan anak sungai lainnya, peningkatan suhu udara mikro yang terjadi di kampung sekitar tambang bahkan merembet ke Kabupaten atau kota,” katanya.

Sering juga terjadi konflik horizontal atau vertikal akibat dari perampasan lahan dan perusakan hutan milik masyarakat.

Yang sering terjadi juga dugaan korupsi menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 miliar.

“Hutan di provinsi ini luasnya sekitar 3,7 juta hektar, tapi 80 persen dari luasan itu mengalami Deforestasi dan Degradasi . Berdasarkan catatan Forest Watch Indonesia, hutan Sumsel setiap tahunnya sejak 2009-2013 mengalami Deforestasi mencapai 33 ribu hektar. Terbanyak terjadi di di dalam hutan yang dibebani izin dari pemerintah,” paparnya.

Dino menegaskan Walhi Sumsel mendesak pemerintah menghentikan pengeluaran perizinan baik pertambangan, perkebunan ataupun Hutan Tanam Industri di Sumsel.

Selain meminta aparat penegak hukum bersikap tegas dengan memproses perusahaan penjahat lingkungan.

“Cabut izin izin perusahaan yang selama ini mencemari lingkungan hidup, merusak hutan dan menyebabkan bencana ekologi di Sumsel. Apabila penjahat lingkungan tidak ditangkap dengan cepat, maka bencana ekologis akan terus mengancam,” imbuhnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved