Aidil Fitrisyah Minta KPU Bijaksana Keluarkan Sanksi
Dencik Naya mengaku hingga kini kliennya belum menerima surat teguran tertulis dari KPU Kota Palembang.
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Soegeng Haryadi
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kuasa hukum anggota DPD RI, Drs H Aidil Fitrisyah MM yang juga calon DPD RI, Dencik Naya SH menyesalkan sanksi yang dikeluarkan KPU Kota Palembang terhadap kliennya.
"Harusnya KPU bijaksana menanggapi rekomendasi Panwaslu. Mestinya cukup memberikan pemberitahuan saja kepada Pak Aidil Fitrisyah. Bukan memberikan sanksi dan mengatakan itu suatu pelanggaran. Kita minta bijaksanalah mengambil tindakan pengawasan seadil-adilnya. Jangan pilih kasih terhadap peserta pemilu. Pak Aidil hadir ke KPU memenuhi undangan KPU, Jumat 21 Februari 2014 memberikan klarifikasi. Beliau sangat proaktif sepanjang tidak ada tugas di luar kota," kata Dencik Naya, Selasa (25/2/2014).
Dencik Naya mengaku hingga kini kliennya belum menerima surat teguran tertulis dari KPU Kota Palembang. "Sampai saat ini belum disampaikan ke kita. Barangkali mereka langsung mengantarkannya ke PGRI. Nanti saya kontak Pak Syarifudin," kata Dencik Naya.
Ia juga menilai, seharusnya surat teguran KPU Kota Palembang itu dijelaskan duduk persoalannya. "Sebab dalam hal ini Pak Aidil tidak bersalah sebagai anggota DPD RI dan tokoh PGRI. Beliau kan diundang pengurus PGRI Palembang Pak Zulinto," katanya.
Terkait dengan masalah atribut alat peraga Calon DPD RI ini, lagi-lagi Dencik Naya mengajak KPU untuk bijaksana. "Tidak masalah sebab di mana-mana bertebaran. Katakanlah kampanye terbatas," katanya.
Aidil kepada wartawan menyatakan tidak ada niatnya untuk mangkir dari panggilan Panwaslu Kota Palembang yang dinilai telah melakukan pelanggaran administrasi Pemilu.
"Yang jelas bahwa tidak ada niat saya untuk tidak memenuhi panggilan. Karena bersamaan dengan kesibukan tugas saya di DPD RI. Saya dipercaya lembaga untuk memimpin. Kalau saya rapat biasa yang tidak saya pimpin, maka saya akan datang memenuhi panggilan Panwaslu. Panggilan itu bersamaan dengan rapat. Saya sangat hormat. Ada yang mewakili saya ke Panwaslu. Kalau kurang yakin, kirimlah orang ke Jakarta. Kalau ada kurang saya mohon maaf. Kalau saya tidak sempat saya kirim wakil. Tidak ada niat saya mau mangkir," kata Aidil Fitrisyah.
Terkait tuduhan dirinya telah melanggar administrasi terhadap beberapa kegiatan yang melibatkan korp guru di Palembang, pria kelahiran Muko Muko (Bengkulu), 7 Agustus 1939 ini berargumen.
"Kalau ada undangan guru saya tidak bisa menolak. Termasuk ada kawinan. Saya masih guru sampai sekarang. Walaupun berkelok-kelok. Makanya saya dirikan gedung guru ini. Saya mengharapkan betul-betul pengertian. Kalau sebagai anggota DPD saya diundang apakah bisa menolak. Apa yang dimaksud saya disebut curi start. Anda boleh buka kalau ada rekaman, apakah saya ada mengucapkan Pemilu. Tidak sepatahpun saya ngomong menyangkut pemilihan umum. Saya mengikuti peringatan Maulid nabi. Sebagai pemimpin umat bagaimana menghadapi rintangan tidak pernah mundur. Kita berjuang agar guru ada perlindungan hukum. Ular, macan sudah ada perlindungan. Itulah kita gagas perlindungan guru dan dosen. Itu adalah konsep PGRI. Sampai sekarang saya belum tahu apa yang dilanggar karena belum ketemu Panwaslu," tegas pria yang pernah menjadi anggota KPKPN Republik Indonesia.