Bos Asaba Segera Susul Amrozi
GUNAWAN Santosa, terpidana mati kasus pembunuhan Direktur Utama PT Asaba - yang juga mantan mertuanya - Boedyharto Angsono, dikabarkan akan dieksekusi pada akhir 2008. Kejaksaan Agung bertekad untuk menyelesaikan PR terkait eksekusi terpidana mati.
Gunawan telah sekitar setahun menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Gunawan ditempatkan di blok maximum security atau blok dengan pengamanan sangat ketat. Di LP ini pula, tiga terpidana kasus Bom Bali I, yakni Imam Samudera, Amrozi, dan Mukhlas, melewatkan hari-hari terakhir sebelum dihadapkan ke regu tembak, Minggu (9/11).
Bambang Winahyo, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM (Kanwil Depkum HAM) Jawa Tengah, mengatakan saat ini Gunawan berada dalam pengawasan penuh para petugas LP. Namun, hingga kemarin, Bambang belum menerima pemberitahuan tentang rencana esekusi terhadap Gunawan. ”Kalau memang sudah ada, Nusakambangan akan kami tutup lagi untuk sementara,” katanya. Penutupan disertai peningkatan pengamanan dilakukan terhadap pulau-penjara itu menjelang Imam Samudera dkk dieksekusi.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah juga belum menerima pemberitahuan tentang rencana eksekusi Gunawan. ”Kami belum menerima pemberitahuan tersebut,” kata Asisten Pidana Umum Kejati Jateng Monang Pardede, Jumat (14/11). Pascaeksekusi Imam Samudera dkk, di kalangan warga Nusakambangan dan Cilacap beredar kabar bahwa sejumlah terpidana mati di LP Nusakambangan akan dieksekusi pada Desember mendatang. Para terpidana itu antara lain Ang Kim Soe alias Tommy Wijaya, Hillary K Chimizie, dan Deni Setia Maharwan.
Ang Kim Soe adalah pemilik pabrik ekstasi terbesar di Asia yang ditangkap polisi tahun 2003. Pabrik ekstasi tersebut terletak di Cipondoh, Kota Tangerang. Sedangkan Hillary K Chimize, adalah warga negara Nigeria yang dijatuhi hukuman mati oleh PN Tangerang pada 13 November 2003. Hillary maupun Deni juga terpidana kasus narkoba. Deni ditangkap petugas di Bandara Soekarno-Hatta pada 12 Januari 2000 saat akan terbang ke London bersama sepupunya, Rani. Petugas menemukan sekitar 11 kg heroin di tas Deni dan Rani.
Didata
Kejaksaan Agung telah mengisyaratkan bahwa sebelum tahun 2008 berakhir, 92 terpidana mati akan dieksekusi. ”Saya sudah minta Kasubdit Eksekusi memperbarui data terpidana yang positif (bisa eksekusi—Red) supaya bisa diselesaikan akhir tahun ini,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga di kantornya, Jumat (14/11).
Ritonga mengatakan, dari 92 terpidana mati, 14 orang sudah mengajukan grasi. Namun grasi mereka ditolak oleh Presiden sehingga vonis bagi mereka telah berkekuatan hukum tetap. Sementara itu, 38 terpidana masih dalam proses peninjauan kembali (PK), dan 33 terpidana belum menggunakan upaya hukum apa pun.
Sebelumnya, Bambang Winahyo, mengatakan bahwa setelah Imam Samudera, Amrozi, dan Mukhlas dieksekusi, maka jumlah terpidana mati di LP Nusakambangan, menjadi 52 orang dengan perincian terpidana mati yang sudah menjalani penjara di bawah lima tahun berjumlah 36 orang, penjara 5-10 tahun 13 orang, dan masing-masing satu orang di tiga kelompok berikutnya yakni kelompok 10-15 tahun, 15-20 tahun, dan lebih dari 20 tahun.
Selama ini, pelaksanaan eksekusi terpidana mati dinilai sebagai pekerjaan rumah (PR) Kejaksaan Agung. Beberapa kalangan menilai, Kejaksaan Agung lamban dalam melaksanakan eksekusi sehingga si terpidana mati terombang-ambing selama bertahun-tahun.
Salah satu terpidana mati yang tak jelas statusnya adalah Bahar bin Matar. Pria asal Indragiri Ilir, Riau, ini divonis mati karena kasus perampokan dan pembunuhan pada tahun 1970. Namun, sampai sekarang, Bahar masih menghuni LP Batu. Dengan demikian, Bahar telah menjalani masa hukuman selama sekitar 28 tahun tanpa ada kejelasan mengenai pelaksanaan eksekusinya.
Pengelompokan tersebut, menurut Bambang, tidak berkaitan dengan jadwal eksekusi. Pengelompokan tersebut semata-mata untuk keperluan administrasi. Mengacu pada pengelompokan ini, Gunawan termasuk di kelompok terpidana mati yang telah menjalani penjara kurang dari lima tahun. Gunawan dijatuhi hukuman mati pada tahun 2004 atau empat tahun silam.
Sementara itu, kuasa hukum Gunawan Santosa, Alamsyah Hanafiah, mengatakan bahwa kliennya belum bisa dieksekusi. ”Siapa bilang Gunawan akan ditembak mati? Belum bisa! Kami akan mengajukan PK,” katanya ketika semalam dihubungi melalui telepon.
Menurut Alamsyah, pelaksanaan hukuman mati itu baru bisa dilakukan jika PK yang ia ajukan ditolak. Dan kalaupun PK ditolak, Gunawan masih bisa mengajukan grasi atau pengampunan dari Presiden. ”Kami berpijak pada kasus Tommy Soeharto, kasusnya mirip dengan kasus Gunawan,” tuturnya.
Kabur
Sebagai terpidana, Gunawan Santoso benar-benar licin. Dia berkali-kali kabur dari penjara. Gunawan pertama kali kabur dari penjara pada tahun 2003. Saat itu, dia kabur dari LP Kuningan, Jawa Barat. Gunawan dipenjara karena divonis bersalah dalam kasus penggelapan uang perusahaan Asaba. Kasus penggelapan uang ini, oleh Boedyharto Angsono dilaporkan ke polisi sehingga Gunwan ditangkap dan disidang.
Di luar penjara, Gunawan menyusun rencana balas dendam. Dia pun minta bantuan sejumlah anggota Marinir yakni Suud Rusli dkk. Pada 19 Juli 2003, dendam Gunawan kepada mantan mertuanya dilampiaskan. Boedyharto Angsono ditembak di halaman GOR Pluit, Jakarta Utara. Boedyharto dan pengawalnya, Edi Siyep tewas.
Pada September 2003, Gunawan ditangkap polisi. Saat ditahan di LP Cipinang, Gunawan menyogok penjaga sehingga bisa kabur. Gunawan yang kabur dari LP Cipinang pada Mei 2006 dan ditangkap kembali setahun kemudian. Pada Agustus 2007, Gunawan dipindah ke Nusakambangan.