Kisah Memilukan Pembebasan Irian Barat, Paskhas & Kopassus Nyaris Dibantai Karena Penghianat
Kenangan pahitnya bersama Sarjono adalah, ketika temannya ini memutuskan merebus sepatu karena sangat kelaparan.
SRIPOKU.COM - Satu diantara penyusupan paling berbahaya pasukan Indonesia dalam operasi Trikora memperebutkan Irian Barat yakni Operasi Banteng II.
Misi tersebut melibatkan personel Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang saat ini bernama Paskhas dan RPKAD atau saat ini merupakan pasukan Kopassus.
Gabungan Kopassus dan Paskhas ini bakal diterjunkan di tengah wilayah hutan belantara di Irian Barat.
Mereka ditugaskan untuk masuk ke dalam wilayah pertahanan Belanda dan mengacaukan konsentrasi pasukan Belanda.
Para prajurit yang siap bertempur tersebut dibagi ke dalam dua tim yakni Banteng I di Fak-fak dan Banteng II di Kaimana.
Banteng I dilakukan misi penerjunan di Fak-Fak yang dipimpin Letda Inf Agus Hernoto, sedangkan di Kaimana dipimpin Lettu Heru Sisnodo.
Penerjunan di Kaimana yang pertama terdiri dari tiga pesawat Dakota yang diterbangkan oleh Kapten Udara Santoso dengan kopilot LU II Siboen, LU I Suhardjo dengan LU II M Diran, dan LU I Nurman Munaf dengan LU I Suwarta.
Penerbangan ini dipimpin Kapten Santoso.
Operasi ini menerjunkan satu tim gabungan PGT dan RPKAD (23 RPKAD, 9 PGT, dan satu perwira Zeni) di bawah pimpinan Letda Heru Sisnodo dan Letda Zipur Moertedjo sebagai pimpinan penghancur radar di Kaimana.
Setelah istirahat satu malam di Langgur, keesokan harinya 26 April 1962 pukul 04.45 waktu setempat, tiga Dakota lepas landas menuju sasaran di daerah Kaimana dengan terbang rendah dalam keadaan hujan.
Pada saat fajar menyingsing sekitar pukul 05.30, pesawat mendekati daerah sasaran sekitar l0 kilometer dari kota Kaimana yang terletak pada suatu lembah.
Pertama-tama diterjunkan adalah logistik, baru kemudian satu per satu pasukan keluar dan mendarat di Kampung Urere.
KU II Godipun masih sempat melihat buih-buih berkejaran di pantai Kaimana sebelum bel tanda persiapan untuk terjun, memecah kesunyian subuh itu.
Karena masih gelap, umumnya tidak bisa menebak di mana akan jatuh.
Yang terlihat hanya gundukkan hitam yang ternyata adalah hutan belantara dengan pepohonan menjulang tinggi bagaikan raksasa.