Niat Solat Idul Fitri, Tata Cara dan Hukumnya
Tak terasa dalam hitungan jari, hari kemenangan Umat Islam telah sebulan penuh menjalani puasa yakni Idul Fitri akan segera datang.
SRIPOKU.COM - Tak terasa dalam hitungan jari, hari kemenangan Umat Islam telah sebulan penuh menjalani puasa yakni Idul Fitri akan segera datang.
Ketika hari raya Idul Fitri atau Idul Adha tiba, seluruh umat Islam yang tidak ada uzur dianjurkan untuk keluar rumah, tak terkecuali perempuan haid.
Perempuan yang sedang menstruasi memang tak dilarang untuk shalat tapi ia dianjurkan turut mengambil keberkahan momen tersebut dan merayakan kebaikan bersama kaum muslimin lainnya.
Baca: Inilah 7 Tradisi Idul Fitri yang Selalu Ditunggu Setiap Tahun, Mudik Hingga Makan Ketupat
Hukum salat Idul Fitri
Hukum shalat id sunnah muakkadah (sangat dianjurkan).
Sejak disyariatkan pada tahun kedua hijriah, Rasulullah tidak meninggalkannya hingga beliau wafat, kemudian ritual serupa dilanjutkan para sahabat beliau.
Secara global syarat dan rukun shalat id tidak berbeda dari shalat lima waktu, termasuk soal hal-hal yang membatalkan.
Tapi, ada beberapa aktivitas teknis yang agak berbeda dari shalat pada umumnya.
Aktivitas teknis tersebut berstatus sunnah.
Waktu shalat Idul Fitri dimulai sejak matahari terbit hingga masuk waktu dhuhur.
Berbeda dari shalat Idul Adha yang dianjurkan mengawalkan waktu demi memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat yang hendak berkurban selepas rangkaian shalat id, shalat Idul Fitri disunnahkan memperlambatnya.
Hal demikian untuk memberi kesempatan mereka yang belum berzakat fitrah.
Baca: Jelang Arus Mudik Lebaran Idul Fitri, Polres OKUS Siagakan 3 Pos Jaga
Jumlah Rakaat salat Idul Fitri
Shalat id dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah dan terdapat khutbah setelahnya.
Namun, bila terlambat datang atau mengalami halangan lain, boleh dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) di rumah ketimbang tidak sama sekali.
Tata Cara salat Idul Fitri
Penjelasan ini bisa dijumpai antara lain di kitab Fashalatan karya Syekh KHR Asnawi, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama asal Kudus; atau al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î (juz I) karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji.