Bisnis Investasi Perdagangan Berjangka Komoditi, Berpotensi tapi Perlu Kerja Keras

Keputusan tersebut diambil Bappebti karena perusahaan itu tidak terdaftar dan melanggar ketentuan bursa berjangka.

Penulis: Saftarina | Editor: Darwin Sepriansyah
Investasi 

SRIPOKU.COM - MARAKNYA penipuan berkedok investasi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) serta tingginya transaksi ilegal di Indonesia memperlihatkan masih banyaknya masyarakat yang belum mengenal dengan baik perdagangan berjangka komoditi.

Hal ini dibuktikan dengan ditutupnya 81 situs/website perdagangan berjangka karena melanggar aturan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selama turun waktu 2016-2017.

Bappebti bersama OJK, Kepolisian, Kejaksaan, Kemenkeu, Kemenkominfo, BI, PPATK berkoordinasi dengan membentuk satgas untuk menjaring investasi bodong maupun memblokir situs internet pialang ilegal dan pialang lokal yang telah dicabut izinnya.

Keputusan tersebut diambil Bappebti karena perusahaan itu tidak terdaftar dan melanggar ketentuan bursa berjangka.

Ini sebuah kondisi riil yang menjadi dilema sekaligus tantangan bagi penyelenggara bisnis investasi PBK.

Derasnya arus informasi di era globalisasi seperti ini sudah tak terbendung. Untung kalau informasi itu benar dan legal, sebaliknya jika abal-abal alias bodong alias ilegal maka bagi masyarakat awam, baru diketahui setelah mereka menjadi korban.

Eksistensi PT Rifan Financindo Berjangka (RFB) diuji dalam hal ini.

Sebagai perusahaan penyelenggara investasi PBK di Tanah Air, perusahaan ini harus kerja ekstra.

Sementara peluang memang masih sangat terbuka luas mengingat pada dasarnya karakter masyarakat Indonesia memang menyukai bentuk usaha seperti ini, berbisnis investasi dengan model terkini PBK.

Menilik ke masa berdiri, sebetulnya RFB tidak tergolong baru.

RFB merupakan perusahaan pialang berjangka yang bergerak di bidang PBK yang telah mendapatkan izin dari tahun 2000.

Ini artinya Potensi yang ada di industri ini sangat besar dan dapat meningkatkan perekonomian di Indonesia.

Namun lagi-lagi perlu mengkaji-ulang, apa yang salah dalam hal ini sehingga rentang waktu yang sudah 17 tahun ini terasa singkat untuk mengsinkronkan kondisi riil di masyarakat yang ternyata masih awam dengan jenis investasi ini.

Perlu ditelusuri lagi mengapa masyarakat hanya kenal dengan saham, obligasi, reksadana, depositi dan sebagainya.

Sebaliknya, investasi PBK sepertinya baru terdengar di telingga mereka pada beberapa tahun terakhir ini.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved