Opini
Komunikasi Kebencanaan: Titik Buta Tata Kelola di Indonesia
Banyak pesan kebencanaan disusun dalam bahasa teknokratik yang sulit dipahami, padahal dalam situasi darurat, setiap detik dan setiap kata berarti.
Kepercayaan publik tidak tumbuh dari arahan satu arah, melainkan dari ruang partisipasi yang nyata.
Tata kelola bencana masa depan perlu beralih dari pendekatan reaktif menuju model kolaboratif dan ko-kreasi kebijakan (collaborative and co-creation governance).
Pemerintah tidak cukup hanya mengundang warga untuk mendengar, tetapi membuka ruang agar warga ikut merancang solusi.
Pendekatan ini selaras dengan literatur co-creation kontemporer (Voorberg et al., 2015; Osborne et al., 2021) yang menekankan bahwa kebijakan yang efektif lahir dari proses bersama, bukan sekadar produk pemerintah.
Melalui kolaborasi semacam itu, komunikasi tidak lagi sekadar urusan menyampaikan pesan, melainkan cara membangun kesepahaman sosial di tengah krisis.
Pada akhirnya, bencana tidak bisa dihindari, tapi dampaknya bisa diperkecil jika komunikasi, kepercayaan, dan kolaborasi tumbuh seiring.
Karena di antara sirene peringatan dini dan laporan cuaca, yang paling menentukan tetaplah suara manusia yang mau mendengar dan bergerak bersama. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/palembang/foto/bank/originals/Husni-Thamrin7.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.