Hari Pahlawan
PROFIL Gus Dur, Presiden ke-4 Indonesia Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Dikenal Bapak Pluralisme
Pada tahun 1963, Gus Dur mendapat beasiswa dari Kementerian Agama untuk melanjutkan studi Islam di Universitas Al-Azhar,
Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: Odi Aria
Ringkasan Berita:
- Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam upacara kenegaraan di Istana Negara, Jakarta Pusat.
- Berikut profil K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo
- Sebagai Presiden, Gus Dur dikenal lewat kebijakan pluralisme dan keberpihakannya pada kemanusiaan — seperti pengakuan agama Konghucu, penetapan Imlek sebagai hari libur nasional, serta pembelaan terhadap keberagaman.
SRIPOKU.COM - Berikut ini profil Gus Dur atau Abdurrahman Wahid yang dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto dalam upacara kenegaraan di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Bukan hanya Gus Dur, ada sembilan nama tokoh lain yang turut mendapatkan gelar Pahlawan Nasional bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.
Profil Gusdur
K. H. Abdurrahman Wahid atau yang populer dengan nama Gus Dur adalah Presiden RI keempat (1999-2001).
Gus Dur lahir di Jombang pada 7 September 1940 dari pasangan K. H. Abdul Wahid Hasyim (Menteri Agama RI di era Presiden Sukarno) dan Nyai Hj. Siti Sholehah, serta merupakan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama, K. H. Hasyim Asy'ari.
Pada tahun 1963 beliau mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di Universitas Al Azhar Mesir, yang kemudian berlanjut dengan beasiswa di Universitas Baghdad Irak.
Setelah kepulangan Gus Dur ke tanah air pada tahun 1971, beliau berperan aktif dalam mengembangkan pondok pesantren dan pendidikan Islam, serta berkiprah sebagai jurnalis yang kritis terhadap pemerintah Orde Baru.
Pada tahun 1984 beliau terpilih sebagai Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), jabatan yang akhirnya beliau sandang selama 3 periode hingga tahun 1999.
Langkah kritis beliau sejak muda terus dilanjutkan, hingga tercatat sebagai salah satu tokoh sentral penggerak Reformasi.
Pasca berakhirnya Orde Baru, Gus Dur mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai wadah perjuangan politik.
PKB berhasil menjadi peserta Pemilu 1999, pemilu pertama era Reformasi dan mengantar Gus Dur ke kursi kepresidenan.
Beberapa kebijakan monumental yang dilakukan beliau saat menjabat Presiden diantaranya pembubaran Departemen Sosial, perubahan nama Provinsi Irian Jaya menjadi Papua, pencabutan TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966, pengakuan Konghucu sebagai salah satu agama resmi, menjadikan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur, hingga pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.
Karena konsistensinya dalam menjaga kebhinnekaan, beliau populer dengan sebutan Bapak Pluralisme.
Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 dan dimakamkan di Jombang, Jawa Timur.
Baca juga: Daftar 10 Tokoh Terima Gelar Pahlawan dari Presiden Prabowo, Ada 2 Eks Presiden Hingga Sarwo Edhie
Gaya Kepemimpinan Gusdur
Selama pemerintahannya, Abdurrahman Wahid dikenal dengan kebijakannya yang tidak menentu dan pemikirannya yang visioner.
Pengaruhnya terhadap Reformasi Indonesia mencakup pembebasan pers yang lebih luas, ditandai dengan pembubaran Kementerian Penerangan pada 1999.
Abdurrahman Wahid berperan penting dalam mencabut larangan perayaan Tahun Baru Imlek.
Wahid juga menjadikan Konfusianisme sebagai agama resmi keenam di Indonesia pada tahun 2000 dan melindungi hak-hak minoritas di Indonesia.
Setelah serangkaian keputusan kontroversialnya, yang meliputi pencopotan banyak menteri dari kabinet, hubungan baiknya dengan Israel yang ditentang oleh banyak kalangan Muslim, sampai maklumat kontroversialnya yang ditujukan untuk membekukan parlemen; Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akhirnya memakzulkan Abdurrahman Wahid pada 23 Juli 2001 serta menunjuk Megawati Soekarnoputri sebagai penggantinya.
Abdurrahman Wahid dihormati secara luas sebagai seorang guru bangsa dan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) terkemuka.
Pemerintahannya dianggap membebaskan orang Tionghoa Indonesia dari penindasan yang mereka alami selama Orde Baru, dan sejumlah tokoh Tionghoa memberikannya gelar “Bapak Tionghoa”.
Kebijakannya yang mendukung hak-hak minoritas dan perdamaian membuatnya diberi gelar “Bapak Pluralisme”.
Peristiwa pemakzulannya sendiri kemudian dianggap sebagai tindakan melawan hukum, dan banyak yang menganggap bahwa pemakzulan itu seharusnya tidak sah.
Pendidikan
Pendidikan di Dalam Negeri
Pada tahun 1944, Gus Dur kecil pindah dari Jombang ke Jakarta ketika ayahnya, K. H. Abdul Wahid Hasyim, terpilih sebagai Ketua pertama Partai Masyumi, organisasi politik Islam yang saat itu didukung oleh pemerintahan Jepang.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan menetap di sana selama masa Revolusi Nasional melawan Belanda.
Usai perang berakhir pada 1949, keluarganya kembali ke Jakarta karena sang ayah diangkat menjadi Menteri Agama. Di ibu kota, Gus Dur bersekolah di SD KRIS dan kemudian pindah ke SD Matraman Perwari.
Ayahnya mendorongnya untuk membaca berbagai literatur, termasuk buku-buku non-Muslim, majalah, dan surat kabar guna memperluas wawasannya.
Meski ayahnya tidak lagi menjabat sebagai menteri pada 1952, keluarga tetap tinggal di Jakarta hingga akhirnya pada April 1953, sang ayah wafat akibat kecelakaan mobil.
Setahun kemudian, Gus Dur melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, namun sempat tidak naik kelas.
Ibunya kemudian mengirimnya ke Yogyakarta untuk belajar di bawah bimbingan Kiai Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak sambil bersekolah di SMP setempat.
Setelah lulus pada 1957, Gus Dur melanjutkan pendidikan di Pesantren Tegalrejo, Magelang, dan dikenal sebagai santri yang cerdas karena mampu menyelesaikan studi pesantrennya hanya dalam dua tahun.
Tahun 1959, ia kembali ke Jombang dan menimba ilmu di Pesantren Tambakberas, sekaligus mengajar di madrasah hingga menjadi kepala sekolah. Selain mengajar, ia juga aktif menulis di berbagai majalah seperti Horizon dan Budaya Jaya.
Pendidikan di Luar Negeri
Pada tahun 1963, Gus Dur mendapat beasiswa dari Kementerian Agama untuk melanjutkan studi Islam di Universitas Al-Azhar, Kairo. Meskipun telah menguasai bahasa Arab, ia tetap diwajibkan mengikuti kelas remedial karena tidak bisa menunjukkan sertifikat kemampuannya.
Selama di Mesir, Gus Dur aktif dalam kegiatan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi penulis di majalah organisasi tersebut. Ia menikmati kehidupannya di Kairo, dan gemar menonton film dan pertandingan sepak bola.
Namun ia merasa kecewa terhadap sistem pendidikan di Al-Azhar yang dianggap terlalu kaku.
Ketika peristiwa G30S terjadi di Indonesia tahun 1965, Gus Dur bekerja di Kedutaan Besar Indonesia di Kairo dan sempat ditugaskan menulis laporan tentang kecenderungan politik para pelajar Indonesia di Mesir.
Situasi itu membuatnya tidak nyaman, dan ia akhirnya gagal menyelesaikan studinya di Al-Azhar.
Pada 1966, ia mendapat kesempatan baru dengan beasiswa ke Universitas Baghdad, Irak.
Di sana, Gus Dur merasa lebih bebas dan produktif, kembali aktif di organisasi pelajar serta menulis di media kampus.
Ia menyelesaikan studinya pada tahun 1970, kemudian melanjutkan perjalanan akademiknya ke Eropa sempat ke Belanda dengan harapan masuk Universitas Leiden, meski tidak diterima karena ijazah Baghdad belum diakui penuh.
Setelah singgah di Jerman dan Prancis, Gus Dur akhirnya kembali ke Indonesia pada tahun 1971.
Baca berita menarik Sripoku.com lainnya di Google News
| SOSOK Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional Kategori Bidang Perjuangan, Berikut Deretan Jasanya |
|
|---|
| Daftar 10 Tokoh Terima Gelar Pahlawan dari Prabowo Subianto, Ada 2 Eks Presiden Hingga Sarwo Edhie |
|
|---|
| 10 Artis Keturunan Pahlawan, Ada yang Silsilah Keluarga Sengaja Dirahasiakan, Ada Panitia 9 BPUPKI |
|
|---|
| AROGAN, Tentara Inggris Tewas Dicekik, Belanda Pontang-panting Diserbu Pemuda:Surabaya Dibombardir |
|
|---|
| Hari Pahawan - Tak Banyak Tahu 7 Artis Ini Keturunan Langsung Pahlawan Indonesia, No 6 Cucu Soekarno |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/palembang/foto/bank/originals/PROFIL-Gus-Dur-Presiden-ke-4-Indonesia-yang-Dapat-Gelar-Pahlawan-Nasional-Dikenal-Bapak-Pluralisme.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.