SRIPOKU.COM- Gempa bumi tektonik dengan magnitudo 5,8 mengguncang wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada Minggu (17/8/2025) pukul 06.38 WITA atau 05.38 WIB.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat pusat gempa berada di darat pada koordinat 1,30 LS dan 120,62 BT, dengan kedalaman 10 kilometer.
Episenter gempa tercatat berada 18 km barat laut Poso, dan dirasakan kuat di sejumlah wilayah seperti Desa Masani, Tokorondo, Towu, Pinedapa, Tangkura, dan Lape di Kecamatan Poso Pesisir.
Guncangan berlangsung selama sekitar 15 detik, membuat warga berhamburan keluar rumah mencari tempat aman.
Laporan sementara dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Poso menyebutkan sebanyak 29 orang mengalami luka-luka, dengan rincian 13 orang dirujuk ke RSUD Poso dua di antaranya dalam kondisi kritis dan enam orang lainnya dirawat di Puskesmas Tokorondo.
Selain korban luka, satu unit tempat ibadah, Gereja Jemaat Elim di Desa Masani, dilaporkan mengalami kerusakan.
Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa pusat gempa berada di laut, sekitar 12 kilometer utara Kota Poso, dengan kedalaman 10 kilometer.
Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebutkan gempa ini tergolong dangkal, dan terjadi akibat aktivitas Sesar Tokararu, salah satu sesar aktif di wilayah tersebut.
“Analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini dipicu oleh pergerakan naik (thrust fault),” jelas Daryono dalam keterangannya.
Thrust fault atau sesar naik merupakan patahan di mana satu lempeng batuan terdorong ke atas melewati lempeng lainnya, biasanya memicu gempa dengan kekuatan cukup signifikan.
Guncangan gempa dirasakan cukup kuat di Kota Poso dengan intensitas V-VI MMI, yang berarti getaran terasa oleh semua penduduk, membuat sebagian besar warga keluar rumah.
Pada skala ini, beberapa kerusakan ringan seperti plester dinding yang jatuh atau cerobong asap retak dapat terjadi.
Sementara itu, wilayah Luwu Timur, Mamuju, Masamba, Majene, Palopo, Pasangkayu, dan Polman merasakan guncangan dengan skala III-IV MMI, yang ditandai dengan benda-benda ringan bergoyang dan jendela bergetar.
Di Tana Toraja dan Wajo, gempa dirasakan pada skala III MMI, setara getaran seperti dilalui truk besar.
“Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut,” tambah Daryono.
Setelah gempa utama, BMKG mencatat telah terjadi lima kali gempa susulan (aftershock) hingga pukul 06.43 WIB, dengan magnitudo tertinggi M3,2.
Meski demikian, BMKG memastikan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami, berdasarkan hasil pemodelan terbaru.
BMKG mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpengaruh informasi yang belum terbukti kebenarannya.